CHAPTER 28 : Icarus dan Daedalus

270 25 21
                                    

Carmen's POV

Mataku terbuka saat langit di luar jendela sudah berwarna jingga kemerah-merahan. Sekilas aku merasa linglung, awalnya kupikir sekarang sudah pagi tapi ternyata sore menjelang petang. Kemudian aku bangkit duduk dari tempat tidur dan mengumpulkan segenggam selimut yang menutupi tubuhku. Aku masih bisa mencium aromanya di selimut yang kugenggam, seprai, bantal juga di seluruh tubuhku; aroma Pangeran Mikail, suamiku. Tangan kananku yang tidak menggenggam selimut tanpa sadar terangkat dan menyentuh bibirku yang bengkak, Pangeran Mikail bilang Ia sangat menyukainya hingga rasanya sudah seperti oksigen bagi kehidupan manusia. Rambutku kusut dan acak-acakan, sudut mataku melirik pada setumpuk kain yang berkumpul di lantai dekat tempat tidur, pipiku merona lagi. Rasanya aku ingin berbaring disini seharian hanya untuk mengingat semua detailnya.

"Ya Tuhan! Kau benar-benar membuatku gila." Telinga dan otakku masih bisa sangat jelas mendengar kalimat itu diucapkannya melalui gigi dan napasnya yang berdesir begitu dalam. Aku ingat ekspresi wajahnya yang gelap dan panas setiap kalimat itu keluar dari bibirnya yang terkatup dan ketika urat-urat di lehernya mengejang. Tak terhitung berapa kali Pangeran Mikail mengucapkannya, seolah-olah tidak ada di dunia ini yang bisa menjelaskan betapa besar aku membuatnya menjadi gila.

Tapi tak hanya berhenti sampai disitu, saat aku berteriak karena merasakan sensasi yang panas dan perih disana, Ia menyingkirkan semua egonya. Ia membiarkanku terbiasa dulu meskipun aku tahu Ia sangat tersiksa ingin sekali bergerak. Kami sempat diam beberapa saat untuk meyakinkan bahwa aku bisa menahannya, wajahnya tampak kaku dan mengejang, matanya berkabut sayu seakan manik karamelnya berputar ke belakang. Baru setelah dirasa aku sudah mulai menerima kehadirannya di dalam diriku, dia mulai bergerak perlahan menjaga ritme berusaha tetap membuatku nyaman. Ia tak pernah berhenti memujiku, aku tak banyak mengingat pujian yang Ia layangkan saat kami bergerak dalam satu irama karena sensasi itu membuat otakku kacau. Tapi satu hal yang aku ingat adalah Ia menyatakan penyesalan terbesarnya yang tak melakukan ini sejak pertama kali kami menikah.

Ia meneriakkan namaku seperti sebuah doa saat Ia mencapai pada sensasi puncaknya, sedikit agak lebih keras dan dalam karena aku tahu sekuat apapun Ia berusaha menjaga ritme kami perlahan, Ia tetap akan pecah berkeping-keping saat sudah dekat dengan tujuannya. Entah apa yang keluar dari mulutku saat aku juga merasakan sesuatu mulai terbangun disana, suara kami parau dan saling menyahut sebelum ambruk bersamaan.

"Katakan padaku jika kau sudah membaik beberapa hari ke depan. Karena aku ingin melakukannya dengan ritmeku. Aku ingin memilikimu selama-lamanya, dimanapun dan kapanpun. Hanya Tuhan yang tahu betapa kau membuatku gila." Aku juga ingat saat Ia berbisik di telingaku, saat itu kesadaranku sudah entah sampai dimana karena mataku sangat berat. Aku terlelap dalam kukungan tubuh atletisnya yang berkeringat, punggungku di dadanya. Ia tak berhenti menciumi telinga, leher, tengkuk dan punggungku hingga aku mulai tak sadarkan diri.

Tapi sekarang dimana Pangeran Mikail?

Aku berkedip, menggeleng berusaha mengusir bayangan tak senonoh itu. Lantas pintu kamar kami terbuka, aku bersiap merapatkan selimut jika itu adalah orang lain. Namun apa yang kulihat adalah senyum hangatnya yang mempesona. Aku tersipu, ya Tuhan, bagaimana bisa seorang pangeran tampan sepertinya menjadi suamiku?

"Hai." Sapanya. Ia sudah mandi dan mengenakan jubah kerajaan, lengkap dengan deretan emblem dan sepatu boots yang setinggi lutut. Mau kemana dia? Ia duduk di tempat tidur, mengelus rambut sebahuku dan mencium keningku.

"Bagaimana keadaanmu?" Ia bertanya, suaranya terdengar merdu dan penuh perhatian.

"Segar namun perlu mandi." Jawabku, tersenyum dengan bangga.

"Bukan, maksudku..." kemudian Ia melanjutkan dengan mendekatkan bibirnya di telingaku. " apakah masih nyeri?" Bisiknya. Deggg. Jantungku melompat di mulutku. Aku menelan ludah tidak percaya suaranya terdengar begitu menggoda. Aku kesulitan menemukan kata-kata yang tepat.

CARMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang