#7-Yang sebenarnya

130 37 20
                                    

Suara Guntur terdengar, langit begitu gelap dengan kilatan cahaya menakutkan sudah menjadi hal biasa bagi para pangeran san'dluna.

Saat itu, Marvel tengah terduduk di kursi goyang yang terletak di balkon kamarnya, mengelus kucing hitam yang tengah tertidur di pangkuannya, lalu dengan pipi yang bertumpu pada lengannya, beberapa kali membuang nafas gusar.

"Aku tak suka Seperti ini,"

Mulutnya beberapa kali berdecak, ia merasa kalau perselisihan diantara kerajaan san'dluna dan legterna hanya membuang-buang waktu, namun bagi Harvey dan Dyler yang merupakan raja dari 2 kerajaan tersebut, perdamaian adalah sesuatu yang mustahil terjadi karena mereka percaya kehadiran salah satu dari mereka hanyalah awal dari bencana.

Sejujurnya, Marvel lebih menyukai hal-hal damai dan tentram, sunyi dan dingin. Tapi setiap Marvel menyebutkan sesuatu yang berkaitan dengan legterna, maka Harvey akan langsung menamparnya.

Harvey melarang keras siapapun yang berada di pihaknya untuk menyukai salju, es atau semacamnya, karena es dan salju adalah kekuatan yang mendasari legterna, sementara san'dluna menggunakan api dan darah.

Mata Marvel terpejam sebentar, merasakan semilir angin yang berhembus mengenai kulit halusnya, "aku juga tak tahan dengan dingin nya salju, aku tak suka dengan salju, tapi aku juga tak suka dengan cara api yang berkobar terlalu panas hingga membuat orang lain terganggu," gumam Marvel sendu.

Beberapa hari lalu...

Flashback on

Di dalam ruangan makan, Harvey, Bianca dan ketujuh putranya tengah makan malam, cuaca di luar sedang hujan lebat disertai petir dahsyat. Benar-benar mencekam, belum lagi setelah di lihat-lihat, mimik muka sang ayah tampak sedang tak bersahabat.

"Marvel, Ada apa?" tanya Bianca sang ibu dengan suara lembut namun tegas, membuyarkan lamunan sang anak yang sedang melirik ayahnya.

Si putra sulung hanya menggeleng lalu melanjutkan acara makannya, "aku sudah selesai makan, aku pamit ke kamar," ujar Samuel tiba-tiba.

"Nanti, ayah ingin membicarakan sesuatu." cegah Harvey dengan suara dingin, membuat Samuel berdecak pelan lalu kembali terduduk di atas kursi, pandangannya memperhatikan pisau dan garpu di atas piring yang sudah kosong, ayah mau membicarakan apa?

Di saat semuanya masih makan, Samuel terdiam dan Leon yang sudah usai makan melempar sebiji kacang tepat di dahi Samuel, membuat sang empu menoleh dengan tatapan memicing, namun bukannya takut, Leon malah terkekeh dengan senyuman miring, "Wajah mu selalu datar, tersenyumlah sedikit..." ucap Leon mencontohkan senyuman manis namun menjengkelkan.

Sebelah alis Samuel terangkat, "Untuk apa?" tanya nya heran, Leon langsung tersenyum masam, kakaknya yang satu itu terlalu monoton terhadap kehidupan.

"Sudah," lerai Harvey.

"Ayah ingin membicarakan apa?" tanya si putra sulung, Marvel.

Ayahnya menarik nafas panjang, lalu membuang nya perlahan, menatap bergantian ketujuh putranya dengan tatapan serius, suasana di sana kembali mencekam, ditambah hujan dan petir semakin terdengar kencang. Bulu kuduk mereka semua tiba-tiba berdiri gemetaran.

"Mulai besok, susun rencana untuk menghabisi Rui eterna,"

Mendengar penuturan sang ayah, ketujuh-tujuhnya terkejut dengan mata melotot tak percaya, bahkan sang istri langsung bungkam menutup mulutnya.

"U-untuk apa?" tanya Samuel terlihat menetes kan keringat dingin.

"Jika legterna lebih dulu menyesuaikan batu kristal itu pada makam sesepuh 1001 dewa dan dewi di pulau inti eutemia, lalu mereka merebut batu kristal milik kita, dan menggabungkan nya di sana lebih dulu, maka jangan salahkan ayah jikalau keberadaan san'dluna hanya akan meninggalkan nama saja," jelas Harvey panjang lebar, semua terdiam seribu bahasa, apa hubungan nya dengan membunuh Rui?

The Drama Chapter : 2 KINGDOM [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang