Apel atau Anggur

1.2K 172 42
                                    

Di chapter ini, ayo bertemu Awan versi agak ugal-ugalan ngodein Asha!!

Di chapter ini, ayo bertemu Awan versi agak ugal-ugalan ngodein Asha!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

‧₊˚ ⋅ 𓐐𓎩 ‧₊˚ ⋅

Sore hari hampir habis, gue berjalan menuju rak terakhir yang akan gue tuju. Di belakang gue, Awan cuma ngikut sambil mendorong troli karena katanya kasihan kalau anak sekecil gue harus berkelahi dengan troli. Padahal gue kuat-kuat aja sepertinya.

Tadi pagi kami membuat janji untuk belanja bersama. Sabun cuci, spray anti nyamuk, pengharum ruangan, pembalut, dan beberapa perlengkapan dapur sukanya habis bersamaan. Gue juga berencana membeli stok roti dan susu agar nggak perlu ribet mikir sarapan beberapa hari ke depan. Berhubung tadi pagi Ayah baru transfer uang, jadi gue mencoba menghubungi Awan untuk mengajaknya pergi lebih dulu. Jadi di sinilah kami sekarang, di sebuah supermarket di daerah Dharmahusada yang sengaja dipilih karena jaraknya agak jauh dari kampus.

"Aku mau nyari pembalut, Kak."

Maksud gue, dia bisa ke arah lain untuk lihat-lihat kebutuhannya sendiri. Biasanya memang dia mendahulukan gue sampai selesai, baru mengambil beberapa keperluannya yang nggak banyak. Seperti parfum, cologne gel, shampoo, sabun, dan barang-barang yang dibutuhkan laki-laki pada umumnya.

"Iya, jalan aja."

Dia malah mengikuti gue sampai tiba di depan rak pembalut. Gue menimbang-nimbang, apakah gue beli lain kali saja karena sepertinya dia begitu menunggu gue sampai pandangannya nggak ke mana-mana, lurus ke gue atau sesekali melihat isi troli kami.

"Cari yang apa?"

Gue melayangkan tatapan 'serius lo nanya begitu ke gue?' ke arahnya. Meskipun niatnya pasti akan membantu gue mencari jenis pembalut yang biasa gue pakai, tapi nggak dulu deh, gue cari sendiri aja. Jadi gue cepat mengambil sebungkus pembalut daun sirih dan meletakkannya di troli, di bagian paling bawah agar tertutup barang lainnya.

"Taruh di atas juga nggak apa-apa kali."

Gue nyelonong saat dia mengatakannya. Bodo amat.

Sekarang gue berjalan ke rak parfum karena gue tahu terakhir kali dia memakainya di depan gue, kelihatannya tinggal beberapa semprot. Dan benar saja, dia langsung mengambil sebotol parfum yang selalu dia pakai, yang wanginya bisa gue kenali dengan mudah.

"Mau cari apa lagi?"

Awan mengedarkan pandangannya ke deretan deodoran dan gue cuma ngikut begitu dia melangkah ke sana. Dia sudah mengambil sebuah yang dibutuhkannya, tapi masih belum ada tanda-tanda akan pergi dari sana. Matanya kelihatan serius banget menatap satu-persatu produk dan label harganya pada semua bagian rak. Sedangkan gue terlalu malas untuk melakukan itu bersama dia. Jadi gue cuma menunggu di samping troli sambil mengecek kembali sekiranya ada barang-barang gue yang belum terbeli.

Tapi nggak biasanya dia terlalu lama seperti ini. Gue mencoba mengikuti arah pandangannya yang masih fokus ke depan. Badannya sedikit menunduk untuk melihat sesuatu di rak bawah, dan tangannya yang lagi mengusap tengkuk membuat gue sedikit salah fokus. Gitu aja kok ganteng. Saat mata gue sudah menemukan apa yang dari tadi dilihatnya, gue melotot. Jelas. Awan nggak lagi mengecek harga-harga deodoran karena barang itu sudah masuk ke dalam troli nggak tahu sejak kapan. Sekarang matanya menelisik ke deretan label harga produk-produk kontrasepsi yang membuat gue kaget bukan main.

DISASTER COMESSYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang