Lain di Apartemen, Lain di Kampus

1.7K 148 13
                                    

‧₊˚ ⋅  𓐐𓎩 ‧₊˚ ⋅

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

‧₊˚ ⋅  𓐐𓎩 ‧₊˚ ⋅

Asha's POV

Pagi ini gue terbangun dengan suasana ruang yang lebih gelap dari biasanya. Juga harum sekitar yang lebih maskulin daripada pengharum ruangan beraroma teh yang biasa gue semprotkan ke kamar kos. Gue mengerjap, mencoba peka dengan sekitar meskipun mata gue masih terasa lengket dan beratnya minta ampun waktu dibuka.

"Hoaahmmm..."

Suara seseorang menguap di samping membuat gue sadar kalau gue nggak berhasil pulang ke kos semalam. Diberlakukannya jam malam bikin mahasiswa tukang begadang kayak gue jadi langganan kekunci kalau pulang lebih dari jam sebelas malam. Jadi di sinilah gue, di tempat yang enam bulan terakhir selalu jadi tujuan gue setiap kali kekunci kos. Di salah satu unit apartemen daerah Kertajaya. Dan laki-laki yang barusan menguap namanya Awan, si paling siap buat menerima kunjungan gue kapanpun. Seakan pintu unitnya memang sengaja diciptakan buat menyambut kedatangan gue.

Nggak perlu berlama-lama lagi, gue segera bangun dan bersiap ke kamar mandi. Meninggalkan Awan yang kelihatannya masih betah buat bergelung di balik selimut tebal miliknya. Iya, gue dan Awan malam ini tidur di kasur yang sama. Juga di setiap malam yang gue habiskan dengan terlelap di apartemennya. Lain kali akan gue ceritakan lengkapnya bagaimana hal ini bisa jadi kebiasaan antara gue dan dia. Atau dibiasakan sama dia?

"Pagi banget bangunnya?" Dia berdiri santai di tengah pintu kamar mandi setelah tangannya dengan ringan membuka kenop yang sialnya lupa gue kunci.

Tanpa merasa perlu menjawab basa-basinya, gue lanjut membilas muka gue yang masih penuh busa. Dan gue dapati dia bergerak mendekat, meraih rambut gue yang tadinya terikat asal. Dia memegang semua bagiannya, kemudian menahannya sehingga tidak lagi terjuntai saat gue menunduk.

"Ada kelas jam berapa emang?"

Gue berbalik ke arahnya, menatap muka bantalnya yang pagi ini kelihatan lebih kemerahan dari biasanya.

"Jam sembilan, tapi mau ke kos dulu ganti baju."

Dia mengangguk-angguk walaupun gue nggak tahu dia benar-benar sudah sadar sepenuhnya atau belum. Lalu dia berbalik duluan meninggalkan gue, menuju wc dan berdiri di depannya beberapa saat tanpa melakukan apapun.

"Lo yakin mau di situ terus?"

Gue gelagapan, jelas. Siapa sangka setelah ngobrol singkat yang terdengar seperti sapaan rutin di setiap pagi kami, dia tiba-tiba berniat buang air dengan gue yang masih berada di sana. Minimal minta gue keluar dengan sopan?

Tapi karena gue peka dengan semua tingkah absurdnya ketika hanya ada kami berdua, jadi gue segera keluar untuk lanjut mengemas barang-barang yang tadi malam sempat gue keluarkan. Ada laptop yang gue pakai untuk submit berkas open recruitment salah satu tim riset Universitas Sahna Wikrama, charger ponsel yang dipinjam Awan sebelum tidur, juga jedai yang tadinya lupa gue letakkan di mana, kini gue temukan di nakas samping sisi tempat tidur Awan. Dia mungkin sedikit naik pangkat jadi dewa penyelamat barang karena kebiasaannya merapikan barang-barang gue yang nggak sengaja gue letakkan asal di apartemennya.

DISASTER COMESSYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang