17

86 11 4
                                    

Sore ini Malika duduk diteras rumahnya sembari memakan kripik pisang. Gadis itu tengah menunggu Imelda yang katanya sudah otw sedari lima belas menit yang lalu.

"Mau kemana, dek?" tanya Ayahnya.

"Mau jalan sama Imel. Mau pergi ke bazar buku, Yah." Rizal mengangguk lantas berjalan kearah taman rumahnya.

Tak berselang lama, Ibun keluar dari dalam rumah sembari membawa beberapa pot baru yang dibeli kemarin siang. Malika menatap Ibun yang kini menggulung lengan bajunya.

"Kalau dirumah gini tuh, mbok ya bantuin Ayah sama Ibun. Tuh cabutin rumput kek, apa kek," ucap Ibun sembari berjalan kearah Ayah nya.

"Lohh, Ibun gimana toh? Kan Malika udah izin tadi." Malika mendengus sebal menatap Ayah dan Ibunya yang seolah mendiami dirinya.

Tak berselang lama, Imel yang ditunggu-tunggu pun datang. Perempuan itu memasuki pekarangan rumah Malika lantas bergerak memyalami kedua orangtuanya.

"Eh, cantik. Udah rapi aja kamu, mau kemana?" sambut Ibun sembari melepas sarung tanganya.

"Mau cari sesuatu Bun. Imel izin bawa Malika ya, Ibun." Ibun mengangguk, lantas memanggil Malika agar mendekat.

"Hati-hati ya, kalau bisa pulangnya jangan malam-malam, baru rawan begal." Malika dan Imel kompak mengangguk.

"Kalau kemalaman pulang, telfon Ayah atau Abang kamu, biar nanti dijemput." Malika lagi-lagi mengangguk.

"Yaudah, kami pergi ya, Bun." Ibun mengangguk lantas menerima uluran tangan kedua gadis itu.

Malika dan Imel berjalan kearah motor. Mulai memasangkan helm pada kepala mereka masing-masing lalu melajukan motor meninggalkan rumah.

Tidak berlangsung lama mereka mengendarai motor. Sebab, bazar buku tersebut terletak tidak jauh dari rumah Malika. Setelah memarkirkan motor, keduanya mulai memasuki area bazar buku sembari bergandengan tangan. Yaelah neng, keliatan amat jomblonya.

"Mel, itu kayak Kak Heksa ngga sih?" Ucap Malika sembari menunjuk lelaki yang amat ia kenali.

"Kayaknya sih. Padahal setau gue, dia ngga terlalu suka baca buku. Terus buat apa dia ke bazar?" tanya Imel.

"Ya, siapa tau nemenin temenya atau Kakaknya," ujar Malika sembari menyentuh buku-buku didepanya.

"Lah, lo tau dia ngga suka baca buku dari siapa?" tanya Malika setelah tersadar sesuatu.

"Kak Dimas pernah cerita waktu itu," jawab Imel yang membuat Malika membulatkan matanya.

"Ih, lo beneran pdkt-an sama Kak Dimas, ya?" Tuding Malika.

"Engga kok, engga! Gue cuma pernah ngobrol aja sama dia. Sebatas ngobrol singkat, Mal. Elahh, apa sih lo curiga mulu sama gue," ujar Imel sembari mendorong bahu Malika pelan.

"Ya, aneh tau, Mel. Lo bilangnya ngga mau pacaran, ngga suka juga sama dia. Tapi kalian udah deket, malahan kalau ada dia lo senyum-senyum ngga jelas. Salting lagi anaknya. Gimana gue ngga curiga?"

"Malahan ya, Kak Dimas udah ngga pernah minta tolong sama gue tuh buat ngasih sesuatu ke lo, banyakan juga ngasih sendiri kan?"

"Berarti hubungan kalian udah makin dekat, dia udah berani menampilkan diri secara langsung." Imel menggelengkan kepalanya pelan mendengarnya.

"Gue tau kok kalau Kak Dimas suka sama gue. Malahan, dia terang-terangan ngomong kalau suka. Gue cuma respon seperlunya. Gue udah bilang juga kalau ngga mau pacaran, kita cuma temenan aja." Malika mencibik pelan.

"Teman tapi mesra!" ujar Malika yang membuat Imelda terkekeh pelan.

"Eh, lo tau ngga kalau ternyata Kak Heksa itu saudaraan sama Athallah?" kini mulut doyan gibah Imel mulai beraksi.

Malika si Kecap AsinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang