18

90 16 1
                                    

Happy reading!













Malika berjalan lesu keluar dari area gedung fakultas nya. Gadis itu tampak lemas, entah karena lapar atau apa, tidak ada yang tahu. Kali ini, Malika memang tidak bersama Imel. Gadis itu sudah keluar lebih dulu karena ada urusan mendadak. Sedang Malika, harus menunggu jemputan terlebih dahulu.

Kali kecilnya melangkah semakin menjauh. Bersamaan dengan itu, panggilan seseorang membuat Malika menghentikan langkahnya. Menoleh ke sumber suara, memastikan siapa yang memanggilnya.

"Mal, lo ada janji sama Heksa ngga?" tanya Dimas tiba-tiba.

"Hah? Maksudnya?" Malika balik bertanya.

"Heksa ada ngajakin lo ketemu atau sekedar main gitu ngga?" tanyanya lagi.

"Engga tuh. Kenapa emangnya?" tanya Malika dengan kerutan yang begitu kentara di dahinya.

"Bagus deh kalau emang ngga ada janji. Lo kalau Heksa ngajakin kemana-mana jangan mau ya," ujar Dimas sembari tersenyum tipis.

"Emangnya kenapa?" tanya Malika bingung.

"Ngga apa-apa sih. Udah ya, gue balik duluan," ujar Dimas lalu pergi begitu saja yang membuat Malika semakin terheran-heran.

"Manusia baru pada kenapa sih? Aneh banget." Gumamnya.

"Malika. Hai, apa kabar?" ucap Alara sembari melambaikan tangannya.

"Oh, haii Alara. Aku baik kok," ujar Malika sembari tersenyum manis.

"Alara, selamat yah atas pertunangan kamu sama Atha. Semoga kalian diberi kelancaran sampai hari-H." Alara terdiam mendengarnya.

"Malika, maaf-"

"Eh, apa sih, Ra. Ngapain minta maaf." Potong Malika.

"Aku kesannya kayak ambil dia dari kamu." Suara Alara melirih sembari menundukkan kepalanya.

"Ya ampun, Alara. Santai aja, aku ngga apa-apa kok. Berarti aku emang ngga cocok sama Atha. Kami ngga berjodoh, makanya ngga bersatu. Justru aku senang, Atha bisa dapatin kamu. Perempuan shalihah yang baik dan santun," ucap Malika menampilkan raut cerianya.

"Kamu jangan merasa ngga enak hati, Ra. Aku udah ikhlas kok. Lagi juga aku ngga terlalu berharap bakalan bersatu sama Athallah. Soalnya kalau sama aku jomplang banget, hihii." Alara tersenyum pedih, ia tahu Malika tengah berbohong dihadapan-nya. Malika selalu menutupi sakit hatinya ketika berhadapan dengannya.

"Malika, tolong jangan benci aku ya?" pinta Alara sembari menggenggam tangan Malika.

"Astaga, kamu kok mikir gitu sih? Aku ngga mungkin benci seseorang hanya karena masalah kayak gini, Ra. Kalau sudah seperti ini, ya, berarti emang bukan buat aku. Aku bukan perempuan yang apapun aku pengen harus jadi punyaku. Atha bakal menikah sama kamu ya karena sudah takdirnya, aku ngga bisa dong maksa protes dan maksa Atha supaya sama aku ajs. Ish, kok bisa sih si cantik ini mikir kayak gitu?" ucap Malika sembari mencubit tangan Alara pelan.

"Aku takut aja kamu jadi benci sama aku. Toh, sebelumnya aku tahu gimana kamu ke Atha, secinta apa kamu ke Atha." Malika tersenyum getir mendengarnya.

"Awalnya emang seperti itu Alara. Tapi aku sadar, apa yang digariskan oleh Allah tidak akan tertukar. Berarti Atha memang bukan buat aku, tapi buat kamu," ucap Malika.

"Aku tahu Alara, kamu juga suka sama  Atha. Tapi entah kenapa kamu milih diam aja waktu aku terang-terangan suka sama Atha. Sebetulnya bisa aja kan perempuan sebaik kamu merelakan cintanya pada perempuan lain? Tapi aku yakin Atha memang ditakdirkan buat kamu, makanya Atha lamar kamu, dan itupun karena kehendak Allah."

Malika si Kecap AsinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang