Hitam, Putih, dan Abu-abu

40 7 6
                                    

Sudah sekitar 2 minggu sejak kejadian itu. Kini, aku berada di rumah sakit tempat Sopan dirawat.

Setelah beberapa hal terlewati, dan setelah semuanya kembali menjadi sedikit lebih baik, akhirnya aku memiliki waktu untuk menjenguk sosoknya yang masih terbaring manis dalam mimpinya. Entah kapan ia akan terbangun, dan entah kapan senyumnya akan kembali merekah.

Aku menghampiri tubuh Sopan yang terbaring tak berubah posisinya dari dua minggu lalu. Masih sama, masih Sopan dengan denyut nadi yang lebih lamban. Namun nafasnya juga masih teratur walaupun tertidur pulas.

Namun, satu hal pasti, tubuhnya semakin kurus dan kurus. Bahkan, gelang yang ia kenakan itu mulai tampak longgar di pergelangan tangannya.

Gelang yang cantik. Tidak dilepaskan bahkan saat penanganannya. Menurut perkataan dokter yang menangani Sopan, gelangnya tidak bisa dilepaskan, dan tidak memungkinkan pula untuk dipotong secara paksa.

"Gelangnya cantik, dari siapa Pan? Ibumu kah?"

Kusentuh pelan bandul gelang itu. Kupu-kupu biru yang menjadi bandul utamanya, dengan beberapa deret kupu-kupu putih, biru, dan kehitaman sebagai pelengkapnya. Ada ejaan nama lengkap Sopan terukir di setiap maniknya.

Yah, meskipun tidak benar-benar ada di setiap maniknya.

Mataku masih setia berkelana pada gelang milik Sopan itu. Gelang yang kini tak lagi muat di tangannya. Gelang yang dahulunya memeluk pas pada pergelangan tangannya, kini menjadi longgar dengan sisa ruang yang cukup banyak.

Tubuhnya benar-benar kurus. Tapi wajahnya tidak segera menjadi tirus. Mungkin itu titik lebihnya.

Dan walaupun sudah dua minggu lebih, Sopan masih enggan membuka mata. Entah pada alasan apa, ia masih enggan.

Dokter sempat mengatakan kalau Sopan masih mengalami syok mental. Namun, mau seberapa lama itu berlangsung? Semakin lama kau tidur, semakin banyak juga yang kau rugikan, Sopan.

"Harusnya tak ada kejadian seperti itu di sekolah. Harusnya kau bisa belajar dengan damai di sekolah, berkegiatan dengan santai, dan menjalani masa hidup dengan baik pula. Bukan justru berakhir di rumah sakit, ya kan?"

Tapi tenang saja, Sopan.

Kami akan mencari tahu apapun yang berhubungan dengan kejadian yang menimpa dirimu. Kami tidak ada melewatkan detail kecil yang ada. Dan kuharap, kau mau membuka mata lebih dahulu daripada kami.

Nyawa tetap yang paling berharga, kok.

Jadi, Sopan. Bangun, ya?

***

Frostfire melangkahkan kakinya dengan pelan di sepanjang lorong rumah sakit. Beberapa kali menyapa pengunjung atau pasien yang ada di rumah sakit. Tak jarang pula memberikan senyum singkat kepada perawat atau dokter yang lewat.

Itulah yang dia lakukan setelah keluar dari ruang rawat Sopan.

Namun, saat melihat kantin rumah sakit, ia mulai memikirkan hal yang sedikit berbeda. Akhirnya, ia memutuskan untuk berbelok sedikit dan membeli sesuatu yang dapat ia makan di jam itu.

Lagipula, tidak banyak produk yang bisa dia beli di kantin rumah sakit. Harga yang tertera sedikit lebih mahal dari toserba yang pernah ia datangi. Dan ditambah pula, uangnya hanya pas-pasan.

Dan jadi, ia hanya dapat membeli sebuah roti sekalian dengan sekotak susu vanilla favoritnya. Mengenyangkan dan setidaknya dapat menolongnya dari bencana kelaparan mendadak yang menyerangnya.

School Mystery - Rumor Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang