Hi, enjoy aja bacanya. Saya tidak punya harapan apa-apa. But, kalau mau voment juga gapapa.
So, enjoy to the chapter!
——————————
Rasanya hampa, tenang, tapi juga muram. Sudah beberapa hari terakhir ini kami jarang melihat Supra diantara kami. Entah di perpustakaan, ataupun ketika kami makan bersama. Supra tidak hadir di sini. Hanya ada Aku dan Gentar. Yah, bonus teman sekelas Gentar yang ikut main terkadang.
Namanya... Kalau tidak salah Sopan. Seperti namanya, orangnya sopan dan ramah. Baik juga, tapi licik kalau dilihat semakin jauh. Entah kenapa, tapi hatiku berkata demikian. Meski tidak begitu mengerti, tapi ya sudah.
Sekarang ini, kami berdua duduk di salah satu meja kantin dengan Gentar yang malah memainkan makanannya. Aku dapat menebaknya, mungkin ia rindu dengan Supra. Masalahnya aku juga, melihat ketidakhadiran Supra di antara kami itu terasa mengganjal.
"Ugh... Gak nafsu makan aku jadinya. Si motor mana sih!? Kok gak kelihatan barang hidungnya dari berabad-abad yang lalu!?" Gentar berseru frustasi. Ia bahkan sampai membanting sendoknya yang seharusnya ia gunakan untuk makan. Ya ampun, Gentar...
Aku mengambil sendok yang terlempar ke lantai itu dengan perasaan maklum. Lalu Aku mengambil selembar tisu, dan membersihkan sendok itu dengan tisunya. Lalu mengembalikannya kepada Gentar. "Hey, jangan dibanting lah sendoknya. Kalau kena orang lain gimana?"
Gentar diseberangku tampak tidak memedulikan ucapanku barang sedikitpun. Hal itu mampu membuatku menghela nafas pelan karena sudah cukup lelah menghadapi Gentar dengan moodnya yang mudah berubah. Sampai kemudian mataku terhenti ketika melihat siluet tak asing dari belakang kepala Gentar. Itu Supra, dan kehadirannya mampu membuat senyumku terkembang sempurna.
"Hai, Supra. Udah lama gak lihat muka berkacamatamu." Sapaku asal yang dibalas dengusan oleh Supra. Wajahnya tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan. Aku menganggapnya sebagai, Supra yang tidak masalah dengan kalimatku.
Dan Gentar yang mendengar nama Supra disebutkan, dan bahkan mendengar kalimatku yang menyapa Supra langsung membuatnya bersemangat dan mencari-cari keberadaan Supra. Yang ia sebut sebagai mas motor genius yang dikerumuni harta.
"Mana Supra?" Jelas sekali bukan bahwa ia menjadi antusias? Dan antusiasme itu mampu membuatku tertawa tipis. Bersamaan dengan Supra yang mendudukkan diri di sebelah Gentar dengan ekspresi bosannya. Namun aku tahu, ekspresinya tidak benar-benar bosan. Hanya dibuat-buat saja.
"Nih, Supra nih. Kangen, ya?"
Gentar yang melihat sosok Supra setelah sekian abad tidak melihatnya langsung berkaca-kaca setelahnya. Supra yang berada di depan Gentar panik ketika melihat Gentar yang malah berkaca-kaca dengan bibirnya yang membentuk huruf V terbalik. Bukan hanya Supra, aku juga panik di sini.
"E-eh? You good?" Supra terhenyak ditempatnya. Aku yakin ia kebingungan dengan Gentar yang malah terlihat seperti anak kecil yang siap menangis kencang-kencang karena tidak diberi permen. Dan benar saja, Gentar menangis sembari Mengomeli Supra yang tak kunjung menemui kami selama berabad-abad, katanya.
"Kok Supra jahat sih!? Masa ninggal aku sama Frost gitu ajaa!! Jahat! Jahat! Jahat!" Omel Gentar di antara tangisannya. Sesekali ia akan menyeka air matanya, atau terisak. Bahkan ia sempat cegukan di sela air mata yang mengalir itu. Benar-benar deh, Gentar...
"Duh, maaf. Aku sama temen-temen ekstrakurikuler kan mau lomba, Gentar. Jadi beberapa hari belakangan ini kita latihan biar gak ada kurang waktu lomba nanti." Supra menjelaskan alasan absensinya pada kami dengan sekalem mungkin. Dan yang pasti, sesuai dengan standar alasan yang dibutuhkan oleh Gentar untuk memahaminya.
Gentar mengerucutkan bibirnya, mungkin kesal. Tapi hal itu jelas membuatku dan Supra tertawa terbahak-bahak karenanya. Mungkin lebih tepatnya hanya aku seorang, karena Supra tertawa tidak sekeras itu. Dan karena kami berdua tertawa, Gentar menjadi semakin kesal dan berakhir pindah meja.
"Ya ampun, masa ngambek? Padahal kan aku udah sempet-sempetin buat mampir ke kantin." Ucap Supra sembari menatap Gentar. Aku juga turut mengintip pada Gentar yang duduk membelakangi kami. Jadi aku tak begitu tahu ekspresi Gentar saat ini, dan sepertinya Supra juga sama.
"Aku besok berangkat ke tempat, Frost. Dan lombanya bakal makan waktu seminggu. Jadi, selama seminggu kalian berangkat-pulang sendiri." Ucap Supra kepadaku yang membuatku keheranan. Kenapa mendadak sekali mengatakannya sih? Kan aku belum mempersiapkan apapun, Supra.
"Loh kok mendadak banget!?"
Aku dan Supra reflek menoleh pada Gentar yang kini sudah kembali pada tempat duduknya sebelumnya. Didepanku, dan disamping Supra. Ekspresinya jelas menyatakan kekecewaan dan raut tak percaya. Sepertinya amarahnya raib entah kemana dan tergantikan oleh perasaan terkejut.
"Ya gimana ya, kan aku juga tiba-tiba disuruh ikut. Tapi soal antar-jemput yang tadi, aku bercanda. Kalian tetap antar-jemput kok."
"Eh, eh? Nggak, nggak ada. Kita mau ikut gara-gara kamunya ada ya Supra. Kalau kamu nggak ada di mobil, masa kita begitu?" Aku menolak tegas pada tawaran, atau lebih tepatnya pernyataan Supra yang menurutku tak masuk akal. Aku mana berani menaiki mobil seseorang tanpa orang yang bersangkutan?
Dan Gentar tampaknya juga setuju dengan penolakan yang aku ajukan pada Supra. Ia mengangguk keras dengan ekspresi tak senang yang menghiasi wajahnya. "Bener. Masa kita naik mobil orang tapi orangnya gak ada. Nyolong, dong."
"Sebentar, kayaknya ada yang salah deh, Gen..." Aku menatap pada Gentar lelah. Kenapa kalimat yang diucapkan oleh Gentar selalu berujung tak masuk akal untuk didengar? Namun, hal tadi juga tak salah.
"Ngeyel banget... Ya udah, kalian jalan sendiri aja? Tapi kirim aku sama temen ekstrakurikuler doa biar bisa menang, ya?" Ucap Supra final dengan setengah terpaksa. Kami senang-senang saja dengan keputusan Supra, atau setidaknya Supra tidak memaksa kami untuk antar-jemput dengan supir pribadinya.
"Santai aja, kita kirim doa banyak-banyak. Iya gak, Gen?" Aku melirik pada Gentar, meminta persetujuannya yang jelas akan diangguki oleh Gentar. Tak lupa acungan jempol yang selalu diabadikan dalam setiap momen yang ada.
"Bener. Kita kirim doa sampai malaikat bosen denger kita berdoa buat Supra, hehe." Ucapnya setengah ngelantur. Aku terkekeh saja, karena ucapan Gentar itu ada benarnya. Sementara Supra yang duduk di samping Gentar mendengus pada pernyataan kami berdua.
"Ada-ada aja..." Balas Supra singkat yang menjadi kalimat langsung terakhir yang mengakhiri chapter ini.
——————————
Published : 16 Juni 2024

KAMU SEDANG MEMBACA
School Mystery - Rumor Masa Lalu
Fiksi PenggemarNot even the world will support them, because they will change anything in front of them without exception. And they are not destined to change anything. . . . School Mystery - Rumor Masa Lalu Original, writer by NyiiDyaa Inspired by an art on Pinte...