Karena Penulis nggak tahu cara basa-basi, langsung mulai aja ya.
Btw, ada dari kalian yang baru lulus? Kalau iya, kita samaan hikd–
Help mee!!
But well, enjoy the chapter below!
——————————
Hari ini cuacanya cerah, tapi suasananya semuran malam Senin.
Aku menatap pada Sopan dengan ekspresi keheranan yang aku yakini jelas terlihat diwajahku. Apalagi Gentar disebelahku yang sejak awal bersama dengan Sopan di kelas. Dia lebih heran lagi dengan kondisi Sopan yang tidak biasa.
Maksudku kondisi Sopan yang tidak biasa adalah: Sopan tidak tersenyum, tidak semangat, lesu, banyak berpikir, wajahnya muram. Kurang lebih itulah hal yang bisa dideskripsikan dari perbedaan penampilan dan aura Sopan saat ini.
Masalahnya adalah aku tidak tahu apa yang tengah menerpa kepala Sopan hingga membuatnya seperti itu. Gentar juga tampaknya tak paham dengan perubahan mendadak dari Sopan ini. Padahal kemarin saat kami bertemu, keadaan Sopan itu sehat, bagas, waras, dari atas sampai ujung.
"Sopan, kamu kenapa kaya beda banget seharian ini?" Tanyaku mencoba selembut mungkin. Dan suaraku yang kubuat selembut mungkin itu mendapatkan perhatian dan ekspresi yang sama dari Gentar. Ekspresi heran namun lebih merujuk pada kecurigaan. Gentar ini... memangnya aku semencurigakan itu?
Tapi, setelah aku menanyakan hal yang mengganjal kepada Sopan, Sopan kembali 2% menjadi Sopan yang biasanya. Sempat tersenyum dan ceria, namun kembali murung dan banyak pikiran. Seolah-olah Sopan ini tengah ditimpa masalah atau hutang yang diberi bunga 50% oleh pemberi hutang.
"Frostfire, Gentar." Tiba-tiba saja ditengah keheningan itu, Sopan memanggil nama kami berdua. Aku dan Gentar sontak menatap pada Sopan, kami sama-sama berniat memfokuskan diri dahulu pada Sopan ini. Terlihat sepertinya Sopan memiliki masalah yang mungkin saja dapat kami bantu.
"Kenapa Sopan?"
"Kalau orang mimpi itu alasannya apa kira-kira?" Sopan akhirnya menanyakan isi pikirannya yang menurutku berkaitan dengan mimpi. Apa mungkin Sopan mimpi buruk dan ia kepikiran dengan isi mimpinya? Masuk akal.
"Mimpi, ya?" Gentar merespon dengan kalem, ia tampak memikirkan sesuatu dari wajahnya, "kalau menurutku nih ya, Sopan. Mimpi itu ada karena isi pikiran kamu. Kadang bisa karena stres, bisa juga karena kamu terus mikirin hal itu." Gentar menerangkan dengan sejelas mungkin. Selain Sopan, aku juga penasaran dengan mimpi.
"Tapi waktu itu Supra pernah bilang juga kalau mimpi itu sesuatu yang ada pada diri kita, kan? Mulai dari ingatan, emosi, perasaan, dan gambar yang ada pada otak kita. Makanya mimpi bisa jadi sesuatu yang seengaknya pernah ada di kepala kita walau sekali." Kataku menambahkan apa yang dijelaskan Gentar kepada Sopan. Tapi ini jelas bersumber dari Supra, bukan aku secara pribadi.
Tapi, melihat ekspresi Sopan yang bukannya tenang atau apapun, ekspresinya justru menjadi bingung dan tambah resah. Seolah apa yang kamu jelaskan saat ini tidak berarti apapun bagi Sopan untuk perkara mimpi tersebut.
Dan entah bagaimana, aku dan Gentar menjadi saling tatap karenanya. Lalu kami kembali menatap pada Sopan yang masih resah ditempatnya. Aku tak mengatakan apapun, menunggu Sopan mengonfirmasi apa yang tengah mengganggu dirinya sendiri dengan keinginannya sendiri. Gentar sepertinya juga begitu.
"Um, jadi begini... Kemarin– bukan, tapi beberapa minggu yang lalu. Beberapa minggu yang lalu itu aku mimpi, mimpi tentang sesuatu atau mungkin seseorang yang... aku yakin kalau aku nggak pernah ketemu orang itu sebelumnya."
Akhirnya Sopan mau mengatakannya. Mimpi tentang seseorang, atau sesuatu? Berarti kemungkinan mimpinya kabur sehingga Sopan tidak begitu mengingatnya. Atau malah, mimpinya memang muncul secara kabur dan tidak memiliki kebenaran yang memuaskan Sopan sampai sekarang.
"Mimpi orang yang gak pernah kamu temui?" Aku mengulang kalimatnya dengan keheranan. Karena menurutku, Sopan mungkin terlalu yakin dengan kalimatnya. Biasanya, mimpi kemunculan seseorang secara random itu mengartikan kita pernah melihat orang itu sekilas. Sekelebat mata.
"Iya. Wajahnya asing, suaranya nyata asingnya, suasananya juga berbeda. Mimpinya terasa nyata, nyata banget... Sampai aku takut bedain kalau mimpi itu ingatanku yang aku lupakan keberadaannya atau hanya bunga tidurku." Jawab Sopan. Jawabannya itu...
"Memangnya kamu mimpi tentang apa? Orang asing itu ngapain di mimpi kamu?" Tanya Gentar yang memecah keheningan beberapa detik sebelumnya. Kulihat ekspresi Sopan ragu, seolah ia tak ingin mengatakannya namun juga ingin mengatakannya.
Kutatap mereka berdua dengan keheranan yang tersebar nyata dikepalaku. Sopan yang ragu menjawab pertanyaan Gentar, dan Gentar yang tak ragu menunggu Sopan menjawab pertanyaannya. Kenapa rasanya aku seperti pernah mengalami hal ini?
Tapi, baru saja aku ingin melerai situasi itu dengan membela Sopan, Sopan sudah lebih dulu menjawab pertanyaan Gentar. "Orang itu bunuh diri."
Dan jelas sekali aku dan Gentar terdiam dengan jawaban yang diberikan Sopan. Orang misterius itu melakukan bunuh diri didalam mimpi Sopan? Kenapa Sopan memimpikan hal semecam itu? Dan lagipula, apa hubungannya?
"Orang asing itu bunuh diri di tangga, dia gantung diri di pegangan tangga. Dan, dia seperti mengatakan sesuatu padaku, namun aku tak tahu dian mengatakan apa." Sopan melanjutkan jawabannya dengan kesedihan dalam suaranya. Tapi, aku tidak yakin juga. Ada nada ketidakpercayaan dalam suaranya, dan sepertinya ia ragu dan heran dengan dirinya sendiri dan mimpi aneh itu.
"Orang itu bunuh diri di depan kamu? Terus dia sempet bilang sesuatu ke kamu sebelum kamu bangun dari tidur kamu. Tapi, kamu nggak yakin apa yang dia bilang karena di telinga kamu itu kerasa kayak eror." Tanyaku memastikan cerita Sopan lebih lanjut. Dan melihat Sopan yang menganggukan kepalanya, sepertinya pemahamanku benar di mata Sopan.
Dalam keheningan nyaman itu, aku hanya memperhatikan bagaimana Sopan dan Gentar saling menatap. Aku tidak paham, dan sepertinya mereka berdua juga tidak paham dengan situasi yang dialami oleh Sopan ini. Jadi, sekarang tersisa keheningan yang nyata.
Hingga lonceng kembali berbunyi, menandakan bahwa jam istirahat telah berakhir. Kamipun memutuskan untuk segera kembali, meski mangkok bakso kami masih tersisa setengah. Jadi, kami kembali saja, Sopan dan Gentar menuju gedung Bahasa dan aku berjalan sendiri menuju gedung MIPA.
Dalam perjalananku menuju kelas, aku sempat membuka notifikasi ponselku. Ada beberapa notifikasi dari beberapa orang, namun aku belum sempat membalasnya karena melihat guru pembelajaran selanjutnya berjalan tepat disebelahku. Benar-benar bersama.
Yah, mau tak mau aku harus menurut untuk berjalan bersama beliau.
——————————
Published : 1 Juli 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
School Mystery - Rumor Masa Lalu
Fiksi PenggemarNot even the world will support them, because they will change anything in front of them without exception. And they are not destined to change anything. . . . School Mystery - Rumor Masa Lalu Original, writer by NyiiDyaa Inspired by an art on Pinte...