08| Ulah di Luar Nalar Dua Anak Manusia.

139 16 27
                                    

Rasanya hari ini masih sama seperti hari minggu sebelumnya. Pagi ini pun masih sama seperti pagi biasanya. Saat matahari masih terbit dari timur dan langit masih berwarna jingga saat fajar bertandang.

Tapi rupanya saat mata bulat itu akhirnya membuka mata, dan tangannya sigap membuka ponsel saat satu notifikasi berdenting, merubah hari minggu ini terasa berbeda, membuat pagi ini terasa lebih spesial.

Mahen tak berhenti tersenyum ketika membuka pesan itu.

"By. Bangun, By!❤"

Pesan yang diakhiri dengan emoticon hati itu dipandangi berulang kali, dan tak henti-hentinya Mahen tersipu malu.

Sebab pesan itu didapat dari seorang wanita pujaan hatinya yang dia incar sejak awal semester satu. Meskipun berbeda jurusan, Hen diam-diam memantau dan mulai melakukan pendekatan saat takdir mengijinkannya bertemu dan berbincang dengan wanita itu di ruang rektor universitas beberapa bulan lalu.

Sejak saat itu Men tak patah arang melakukan pendekatan demi wanita itu. Meskipun kadang sikap wanita itu yang terkesan acuh tak acuh.
Tapi akhirnya kemarin sore, setelah menjalani status pertemanan begitu lama, Hen memberanikan diri untuk menembak wanita itu. Dan beruntungnya, wanita itu menerima pernyataan cintanya.

"Enak ya lihat kehidupan orang sempurna banget, " ujar wanita berhijab itu dengan tatapan sendu melihat orang yang datang berpasangan di kafe.

Setelah curhat panjang lebar dengan Mahen tentang kisah cintanya yang kandas dan penyesalannya.

Mahen lantas memberanikan diri untuk mengambil kesempatan dan mengungkapkan isi hati. Mengutarakan apa yang telah dia siapkan selama ini terkait perasaannya pada gadis didepan matanya itu.

"Hidup itu nggak ada yang sempurna. Yang sempurna itu kalo lo hidup sama gue, " ujar Mahen dengan rasa gugup.

Gadis itu lantas tertawa, seperti dia tak menganggap serius hal yang Mahen ungkap dengab tulus.

"Halah, ngomong apaan? Ngga usah ngerayu gue kayak gitu. Abang gue juga sering banget ngerayu cewek begitu, lo pikir bakal mempan di gue? " Ujarnya.

Tapi lantas Mahen memberanikan diri menatap serius mata lentik dengan iris berwarna coklat gelap itu.

"Nggak, gue yakin kalau sekedar rayuan doang nggak akan mempan sama lo. Tapi ini bukan rayuan, Sin. Serius, gue suka sama lo, Sintya. Do you wanna be my girl? I'll treat you better than your ex. I promise." Ujarnya.

Entah benar atau tidak pengucapan Mahen saat kalimat yang telah dia siapkan itu harus diucap. Sebab, meskipun sudah latihan berulang kali, rasanya tetap nervous dan nge-blank sewaktu berhadapan langsung dengan Sintya  begini.

Sintya masih terdiam memikirkan jawaban. Membuat Mahen ketakutan dan khawatir akan penolakan.

"Sintya? Gimana? "

Tapi bahkan belum selesai Mahen berbicara Sintya sudah terlebih dulu mengangguk.

"Iya, gue mau."

Saat itu hati Mahen seperti diisi dengan petasan yang meledak-ledak di dalamnya. Ledakan bahagia yang membuat pipinya merona bahkan kedua gigi kelincinya terlihat saat kedua matanya  menyipit, saking senangnya.

Begitulah ingatan kejadian "confess" yang berakhir sukses  kembali berputar di kepala. Membuat Mahen kembali bahagia meskipun hanya me-reka ulang adegan itu di otaknya.

Karena begitu banyak hal dan sulitnya Mahen untuk menyatakan perasaan, juga pengorbanan Mahen selama ini menjadi teman keluh kesah dan teman main wanita itu, sampai mengorbankan waktu dan uang pastinya. Oleh sebab itu, Mahen sangat menyayangi wanita itu.

Adiyaksa's PrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang