09|Prioritas

131 21 43
                                    

Matahari telah sejajar  di atas kepala. Panas, ramai dan berisik yang mampu memangkas kesabaran manusia justru tak berefek sama sekali pada Mahen. Suhu panas tak menggoyahkan sejuk kala Mahen menatap mata lentik nan bening milik wanita yang sedang berada di hadapannya. Tanpa tau malu dia memandang wanita itu terang-terangan, meskipun ada banyak orang yang sedang berlalu lalang di kantin kampus.

"By, hari ini nonton yuk! Ada film baru, kata Icel, " ajak wanita itu sembari mencoba mengalihkan perhatian.

Mahen sempat terdiam. Dia tenggelam dalam suara halus dan sopan menyapa telinganya. Tak bisa berbohong, dia terpaku pada setiap sudut elok wajah wanita itu.

Wanita itu berhenti bergerak, tangannya yang semula memutar sedotan dalam gelas, melepaskannya.

"Mahen?!"

"I-iya, Sintya!"
Mahen tersentak saat, Sintya– kekasihnya itu, menepuk bahunya.

"Bengong terus! Kamu dengerin aku nggak? "

Meskipun dengan gugup terpergok memandang, Mahen menjawab."Iya aku dengerin, By."

"Gimana?"

Mahen sempat menggaruk tengkuknya, sungguh dia bingung harus menjawab apa. Dia tidak berbohong bahwa dia memang mendengar perkataan Sintya, hanya saja dia sama sekali tidak memikirkan jawabannya, atas ajakan sintya tadi. Mana bisa dia memikirkan ucapan Sintya, kala dia sendiri tenggelam pada pesona Sintya, dia tenggelam baik secara pandangan, pikiran dan perasaan.

Wajar jika Mahen gelapan bingung harus menjawab. Namun, tiba-tiba ponselnya berbunyi, membuat mulut Mahen yang sudah terbuka gagal mengeluarkan jawabannya.

Disana terpampang nama Ren sebagai  pengirim pesan dari grup keluarga.  Tanpa menjawab Sintya, dia terlebih dulu membalas chat itu.

" Bang, jemput gue!" pinta Ren lewat chat itu.

Saat dia sedang mengetik, tiba-tiba Gala sudah dulu membalas.

"Lo udah pulang? "

"Jum'at ini. Gue pulang cepet jangan lupa! "

Bahkan mereka gesit saling membalas pesan saat Mahen sendiri masih bingung harus menjawab bagaimana.

Tiba-tiba Sintya menepuk punggung tangannya. Membuat Mahen kaget kedua kalinya.

"Eh iya!" kagetnya.

"Kenapa sih sekarang sibuk sama hp! Sibuk bales chat siapa sih? Bikin ga mood aja!" kesal Sintya.

" Dari Abang sama adekku, By."

Seperti tak menggubris jawaban Mahen, Sintya masih terlihat kesal, dengan alis yang menukik dan bibirnya yang mengerucut.

"Jadi bisa nggak? Ini pertama kali kita mau nonton lho, Hen, setelah kita jadian, " desak Sintya.

Sesaat itu, ketenangan Mahen buyar. Satu sisi dia mungkin harus menjemput Ren jika Gala tak bisa menjemputnya, tapi disisi lain dia tak bisa menolak keinginan Sintya. Apalagi hubungan mereka yang baru seumur jagung.

Dalam waktu 2 minggu sudah hubungan asmaranya berjalan, sebenarnya sudah sering kali keduanya menghabiskan waktu bersama. Bahkan Mahen sempat meminta jadwal latihan basketnya di percepat dari biasanya. Agar dia bisa lebih banyak meluangkan waktu untuk Sintya yang sering kali manja, dan hobi berjalan-jalan mengelilingi kota, atau berburu kuliner sesuai keinginannya.

Dan itu satu sifat Sintya yang baru saja Mahen sadari setelah menyandang status pacaran. Bagi Mahen, sikap itu masih terdengar wajar, dan Mahen tak keberatan mengabulkan permintaan Sintya.

Adiyaksa's PrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang