Gelisahnya mulai terasa, kala sorai dari arah dalam sedikit terdengar meskipun dalam kondisi teredam.
Jantungnya terpacu lebih kencang, gugupnya menyala dari dalam. Membuat dirinya benar-benar tidak bisa berdiri dengan tenang di depan pintu masuk GOR. Sebab pertandingan kali ini bukan pertandingan biasa. Bukan karena akan berada di tingkat lebih tinggi dari pertandingan sebelumnya yang pernah dia lalui, melainkan dalam pertandingan kali ini ada orang-orang spesial yang akan datang atau mungkin sudah datang, menjadi dari mereka yang mendukung atau bahkan menyorakkan namanya dengan lantang.
Beberapa kali matanya menatap ke ponselnya. Tak ada pesan yang masuk sama sekali. Padahal dia sangat menantikan adanya kabar.
"Ayah sudah datang, Mahen! Jangan kecewakan Ayah! "
"Bunda di atas sini, Anak Bunda! Semangat! "
Begitu kiranya harapan Mahen. Tapi bahkan tak ada satupun dari itu yang Mahen terima.
Sampai saat nama teamnya dipanggil dengan lantang untuk memasuki lapangan. Yang pada akhirnya memaksa Mahen berjalan masuk dengan rasa yang tak karuan, penasaran dan ada sedikit ketakutan.
Mahen dengan sengaja berjalan di urutan paling belakang di barisannya. Dengan maksud dia bisa mengulur waktu melihat ke arah penonton, memastikan bahwa yang dia tunggu datang. Dia bahkan memutar badan untuk memastikan ke segala arah mencari keberadaan mereka yang barang kali luput dari pandangnya. Namun bahkan sampai detik-detik pertandingannya dimulai, mereka belum juga muncul.
"Hen! " Rafli yang sedang mempersiapkan diri untuk melakukan pemanasan menyenggol siku Mahen membuat Mahen kaget dan terlihat kebingungan.
"Kenapa, Raf? "
"Lo kenapa?"
Mahen pun menggelengkan kepalanya, "Ngga apa-apa? "
"Keluarga mana? "
Kala itu Mahen menggendikkan bahunya, tersenyum hambar dan menyahut air mineral.
"Nggak tau gue, sibuk kali! "
Tapi saat itu Rafli dapat merasakan ada sirat kecewa yang terlihat dari senyum Mahen.
"Mungkin masih dijalan. Pertandingan mau dimulai ayo warm up dulu, " Rafli mencoba menenangkan.
Bagi Mahen sendiri, kalimat Rafli terdengar begitu mustahil sekarang untuk dipercaya.
Karena sepertinya seberapa dia membohongi dirinya untuk percaya dengan kata-kata Rafli, hanya membawa pada luka dan kecewa yang sudah dia bayangkan. Karena, sampai berjalannya pertandingan di putaran pertama, Mahen masih belum menemukan mereka berada disana mendukungnya.
Bukan hanya orang tuanya, tapi bahkan Sintya pun benar-benar tidak bisa datang untuk mendukungnya.
Mengecewakan.
★★★★
Gala melihat ke sekitar kampus yang terasing baginya. Saat baru sampai, bak manusia kehilangan arah, Gala berlari kebingungan menuju lokasi dimana Mahen bertanding.
Sungguh, dia sedang dikejar waktu dan diliputi kebingungan diwaktu bersamaan. Ini saja dia sudah berusaha secepatnya datang segera setelah mata kuliah terakhirnya selesai.
Setelah bertanya kesana kemari akhirnya dia berhasil masuk ke dalam GOR. Dia menyelinap menembus ramai di sana, mencoba berdiri sedekat mungkin dengan lapangan.
Dengan senyum bangga dia melihat Mahen yang sedang bermain disana. Meskipun dia terlambat, dia bersyukur masih bisa menyaksikan pertandingan itu.
Dia sempat melihat sekeliling mencari keberadaan Ayah dan Bunda yang katanya akan datang tapi nyatanya dia kesulitan untuk menemukan mereka. Gala pikir itu hanya masalah waktu. Seusai pertandingan pasti dia bisa menemukan mereka saat Mahen telah bisa diajak berbincang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiyaksa's Pride
FanficDi kampung ini, siapa yang tidak mengenal Adiyaksa's Pride? Para pemuda dengan karakter yang berbeda, menjadi kebanggaan sepasang suami-istri dengan adanya mereka. Tapi siapa yang tahu bagaimana kehidupan mereka sebenarnya?