🐾Happy Reading🐾
Malam-malam seperti ini nampaknya mata itu belum juga bisa terpejam, tenggorokannya yang kering membuatnya pergi melangkah keluar kamar. Mungkin sedikit minum yang segar-segar bisa membantu.
Sesaat setelah ia membawa minum, tergengar suara dari luar seperti orang sedang membenahi sesuatu, dan benar saja ketika ia sampai di ruang tamu, pintunya terbuka. Lathifah mengintip dari balik gorden jendela, ternyata sang ayah sedang mengotak-ngatik mesin mobilnya. Entah angin darimana, kakinya begitu saja menghampiri sang ayah.
"Ekhmmm." Lathifah beredehem, guna menyadari sang ayah akan keberadaannya.
Seketika deheman itu membuat kegiatan Alam berhenti, dan menengok ke asal suara itu. "Eh Mba, kok malam-malam gini ke luar?" tanya Alam.
"Aku habis ambil ini dari dapur, terus denger ada suara dari luar." Ucapnya sambil menunjukan segelas air putih dingin di tangannya.
"Berisik ya?" Ungkap Alam, yang dibalas gelengan oleh putrinya.
"Nggak ko, eemmm lagi ngapai?"
"Oh itu, Ayah lagi benerin mobil, ada sedikit masalah di mesinnya. Tapi sekarang udah aman kok. Masuk gih, nanti Mba masuk angin."
"Boleh aku temenin?"
Alam sepertinya paham akan perasaan Lathifah yang sedang berusaha untuk menerimanya, dengan cara berintraksi seperti sekarang. Alam pun begitu senang, melihat putri sambungnya sudah mulai terbuka.
"Boleh dong. Sebentar ya, Ayah bereskan dulu barang-barangnya."
Lathifah hanya duduk di kursi teras rumahnya, sambil memperhatikan sang ayah yang sibuk membenahi barang-barangnya. Selesai merapikan semuanya, Alam pun mengambil posisi duduk di samping Lathifah.
"Eemm O-om, boleh aku tanya sesuatu?"
"Tentu saja boleh."
"Om gak keberatan aku panggil Om?"
Alam tersenyum mendengar pertanyaan putri sambungnya itu, "nggak sama sekali."
"Kenapa?"
"Ayah tahu betul, sangat sulit untuk kamu menerima kehadiran Ayah. Bahkan untuk sekedar menyebut Ayah dengan panggilan Ayah pun, tidak mudah bukan."
Lathifah tidak menjawab, karena apa yang diucapkan Alam benar adanya.
"Om mencintai Ibu aku?" pertanyaan yang sudah jelas jawabannya, tapi tetap Lathifah tanyakan. Sebenarnya bukan itu yang ingin ia sampaikan, tapi ia bingung untuk mengungkapkannya.
"Kamu cukup pintar untuk memahami semua sikap Ayah selama ini. Nak, Ayah tahu ketakutan-ketakutan yang kamu rasakan, kekecewaan yang kamu alami membuat semua seakan sulit dipercaya." Tutur Alam.
"Ayah tidak akan memaksa kamu untuk percaya, Nak. Yang hanya bisa Ayah upayakan adalah mengobati rasa kecewamu."
"Seharusnya Om marah karena sikapku yang kurang baik. Kenapa harus memilih sabar."
"Nak, saat Ayah memilih Ibumu untuk melengkapi hidup Ayah. Di saat itu juga Ayah akan menerima semua yang ada pada hidup Ibumu, termasuk kamu dan Lulu. Bukankan ketika kita mencintai seseorang, kita juga harus mencintai apa yang ia cintai?"
"Tapi Bapak? Meskipun sikapnya yang gak baik sama kita, aku gak bisa menggeser Bapak dari posisinya sebagai orang tua kandungku."
Lagi-lagi senyum terbit dari bibir sang ayah, ternyata benar dugaannya akan kecemasan putrinya.
"Nak, hadirnya Ayah sama sekali tidak akan menggeser posisi Bapakmu. Tidak akan pernah ada namanya mantan orang tua. Tidak ada niat sedikit pun di dalam hati Ayah. Tetapi tolong izinkan Ayah mengisi ruang yang selama ini kosong, izinkan Ayah memberikan sesuatu yang mungkin selama ini belum kamu dapatkan, izinkan Ayah untuk mengobati luka-luka kalian." Tutur Alam dengan tulus, tanpa dibuat-buat.
"Tolong jaga kepercayaanku, tolong kembalikan kebahagian kami yang telah lama hilang. Aku mohon jangan berikan luka yang sama, seperti sebelum-sebelumnya."
Malam itu, sebagai malam dimana hati Lathifah sedikit lebih membaik, kekecewaan yang ada memudar seiring berjalannya waktu. Ia sangat berharap, tak ada lagi luka yang membanjiri hati dirinya dan sang ibu, dan bisa menjadi bahagia yang akan mewarnai sang adik, yang belum mengerti apa-apa tentang apa yang terjadi.
🐾To Be Continue🐾
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Rasa Milik Kita (SEGERA TERBIT)
Romance"𝐒𝐞𝐭𝐢𝐚𝐩 𝐡𝐚𝐭𝐢 𝐦𝐞𝐦𝐩𝐮𝐧𝐲𝐚𝐢 𝐩𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐧𝐲𝐚. 𝐓𝐚𝐩𝐢, 𝐚𝐩𝐚𝐤𝐚𝐡 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐡𝐚𝐭𝐢 𝐢𝐭𝐮 𝐝𝐢𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐢 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚?" Begitu sekiranya pertanyaan yang ada dalam benak Lathifa Putri Anindita. Selalu mempertany...