✨ Nostalgia 4✨

9 4 0
                                    


🐾 Happy Reading 🐾

Di perjalanan pulang, Lathifah terus memikirkan lelaki tadi. Dia pernah melihatnya tapi entah dimana.

"Ihh kenapa jadi mikirin itu sih Fah. Gak jelas banget deh."

Sesampainya di toko, ia langsung duduk di kursi kasir. Mencubit sedikit kue yang yang diletakkan begitu saja.

"Eh eh eh neng, kok kuenya malah di cubit-cubitin gitu. Kan itu teh buat di jual." Ucap bi Asri.

"Aduh bi, maaf ya. Soalnya Ifah laper, jadi apa aja Ifah makan."

"Ya udah atuh makan dulu neng, kayaknya si Ibu udah nyiapin di meja belakang."

"Okeyy Bi, Ifah makan dulu kalo gitu." Ua ap Lathifah yang langsung diangguki bi Asri.

Melihat makanan yang sudah disiapkan sang ibu, Lathifah tidak akan menyia-nyiakannya. Karena sejauh ini masakan sang ibu tetaplah menjadi juaranya. Lathifah pun melahapnya dengan semangat.

"Pelan-pelan Nak. Ntar keselek loh." Ucap Hanan.

"Aman Bu."

"Oh iya Bu, yang tadi tuh rumahnya siapa, gede banget. Terus anaknya keliatan banyak banget."

"Yang mana?"

"Ito loh, yang tadi aku anterin kue pesenan."

"Oalah, itu tuh salah satu langganan toko ibu. Semenjak Ibu buka toko ini. Itu bukan anaknya Nak, semua itu anak didiknya. Beliau memang kaya punya rumah singgah gitu loh, yang isinya anak-anak yang tadinya ada di pinggir jalan. Terus kalo lagi ada acara-acara, pasti mesen ke sini."

"Ouhhh."

"Kenapa emang?"

"Gapapa Bu."

"Oh iya, Ibu juga diundang untuk dateng ke acaranya nanti malem. Kamu temenin ibu ya."

"Siap Bu."

✨✨✨

Lathifah sudah rapi dengan balutan gamis juga pasmina yang melilit di kepalanya. Terlihat anggun dan cantik, karena memang pakaian yang ia pakai selalu warnanya senada juga selalu cocok dikenakannya.

Ketukan dari luar kamar, seakan memberi pertanda, jika ia harus segera keluar dari kamar.

"Nak, kamu sudah siap?" tanya Hanan, ketika membuka pintu kamar anaknya.

"Udah kok bu, yuk tinggal berangkat aja."

"Kita naik motor aja ya."

"Okey Buuu."

Sesampainya di sana, pendengaran mereka disambut dengan lantunan sholawat yang membuat hati siapa saja terenyuh.

Terlihat ramai oleh tamu undangan, memang tak terlalu banyak. Karena  sepertinya hanya warga sekitar yang berdatangan.

"Ayo kita duduk di sana, biar keliatan peneceramahnya." Kata ibu, mengajakku untuk duduk di barisan ke tiga.

Seperti acara tasyakuran, tapi jelasnya Lathifah tidak tau acara ini khususnya untuk siapa, dan apa namanya. Yang terpenting tugasnya adalah menemani sang ibu.

Acara pun akan segera dimulai. MC pun sudah memulaiembuka cara, dan membacakan susunan acara. Ketika pembawa acara itu memanggil nama seseorang, kepalanya reflek menoleh ke arah orang tersebut.

Yah, sekarang dia mengingatkan. Lelaki itu sama dengan orang yang ia lihat di sekolah.

Ternyata ia dipanggil ke depan, untuk membacakan beberapa ayat Qur'an untuk membuka acara ini. Jika kata MC, hal ini menjadi jalan datangnya keberkahan. Karena acaranya diawali dengan sebuah kebaikan.

Ketika mendengar lantunan ayat Qur'an yang dibacakan oleh lelaki itu, seperti ada semburat rasa yang mengusik hatinya. Ada sebuah hal yang sulit ia terka, entah harus dijelaskan dengan cara apa, perasaan yang tiba-tiba hadirnya.

Tanpa sadar, matanya terus tertuju pada objek yang tepat berada di hadapannya. Karena Lathifah yang memang duduk di barisan ketiga dari depan, jadi begitu jelas untuk ia melihatnya.

"Aishhh kenapa sih aku?" tanyanya pada diri sendiri.

✨✨✨

Hari pun terus berlanjut, dan di sini lagi Lathifah dan teman-temannya kembali memperluas ilmu, agar cahaya yang akan ia bawa dapat bermanfaat di kala gelap menyergap.

Pelajaran demi pelajaran diikuti oleh Lathifah dengan baik, yah meski terkadang ia bosan dengan pembawaan guru ketika menyampaikan materi.

Dan waktu-waktu yang selalu ditunggu-tunggu oleh semua pelajar pun tiba. Semua serentak menuju kantin untuk berburu makanan, ada yang pergi ke kantin dalam sekolah, juga ada pula yang memilih jajan di luar pagar sekolah.

Karena Lathifah penasaran dengan makanan apa saja yang dijual di luar sekolah, akhirnya ia menarik pergelangan tangan Kia untuk ikut bersamanya.

"Mau ke mana sih kita."

"Kita jajan di luar gerbang Ki, aku penasaran soalnya."

"Ya ilahh, mending juga di kantin. Adem, gak usah panas-panasan kayak gini."

"Ishhh no comment, ayok ikut aja."

Baru saja beberapa langkah keluar gerbang, ia melihat kejadian yang sangat tidak aman bagi keadaan jantungnya. Rasa yang kemarin muncul tiba-tiba, kini juga ia rasakan. Entah kenapa, tetapi apa yang sedang lelaki itu lakukan sekarang membuat hatinya menghangat.

Lathifah melihat lelaki itu duduk bersama seorang pria paruh baya yang sepertinya sedang beristirahat dari jualan kursi rotan keliling, dan pria itu turut membawa anak laki-lakinya berjuanlan.

Lelaki itumemberikan dua botol mineral dan dua bungkus nasi goreng, yamg sepertinya ia beli di samping toko tempat ia sekarang duduk.

"Heh Fah, kamu jadi gak jajan. Malah bengong lagi." Ucapan Kia membuat Lathifah tersadar dari hal bodoh yang ia lakukan.

"Eh iya-iya, jadi kok."

"Ya udah ayo." Ucap Kia yang melakukan hal sama kepada Lathifah, ia menarik pergelangan tangan Lathifah menuju staf  jajanan.

To Be Continue


Rahasia Rasa Milik Kita (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang