🐾 Happy Reading 🐾
Terdengar pintu café yang terbuka, menampilkan dua pria yang kini sedang berjalan melangkah ke arahnya. Lathifah tidak sendiri, ia ditemani Kia, begitu pun juga Faza, ia ditemani oleh Gandi. Semuanya sesuai dengan apa yang mereka sepakati.
Tempat yang sekarang mereka kunjungi pun, bukan cafe milik Lathifah dan teman-temannya. Sengaja mereka mencari tempat lain agar terhindar dari dua makhluk yang memang belum saatnya tahu.
"Gimana nih, mau langsung aja atau pesen minuman dulu?" tanya Kia to the point, bahkan sebelun dua pria itu duduk sempurna di kursinya, mengucapkan satu kata pun belum. Tetapi bisa-bisanya Kia dengan entengnya bertanya seperti itu.
"Ya elah ni cewe atu, belum ada kita nafas, sabar napa." Balas Gandi, yang dibalas delikan malas Kia.
"Santai aja, kita pesen minuman dulu baru lanjut ke inti." Pukas Faza.
Mereka pun memesan minumannya masing-masing, begitu pun dengan makanannya. Tak peduli dengan harga yang tertera, karena jelas Faza lah yang akan membayarnya. Sambil menunggu pesanan, mereka pun memulai perbincangan random. Mulai dari membahas keseharian mereka di fakultasnya masing-masing, penyelesaian skripsi yang sudah sampai berapa persen, sampai terjadinya cekcok antara Gandi dan Kia seperti biasanya.
Setelah pesanan tiba, mereka pun menyantapnya terlebih dahulu. Karena mereka tahu, bahwa bercerita tentang masa lalu pasti membutuhkan tenaga yang ekstra, agar hati dan pikiran tetap kuat. Terkesan berlebihan memang.
"So, mau dimulai dari mana?" tanya Gandi.
"Langsung jelasin aja." Ucap Lathifah.
"Eitss kayaknya kurang seru gak sih kalo langsung. Mending kita nostalgia dulu aja."
"Nah bener tuh, jangan buru-buru amat lah Fah." Timpal Kia yang menanggapi ucapan Gandi.
"Gimana Faz?" tanya Gandi, menunggu jawaban temannya.
"Kalau saya gak masalah."
Kini giliran Lathifah yang mendapatkan pertanyaan serupa, tetapi dengan cara yang berbeda. Hanya lewat tatapan mereka, Lathifah merasa dapat tuntutan yang mengharuskannya untuk ikut menyetujui.
"Ishh untuk apa sih? Lagian yang dulu udah gak penting."
"Kalau gak penting, lo gak mungkin dong buang-buang waktu duduk di sini." Sarkas Gandi, yang membuat Lathifah diam tak berkutik.
Lathifah hanya menghembuskan nafas berat, sebenarnya ia tidak rela untuk membahas masa-masa itu, yang nantinya akan membuatnya malu.
"Diam tandanya iya kan Fah?" tanya Kia.
"Ok."
✨✨✨
Di lain tempat, Salma kini tengah mencari keberadaan teman-temannya. Padahal ia sudah menyusuri fakultas Lathifah dan Kia, tetapi tak kunjung ia temukan keduanya.
Sama halnya dengan yang dilakukan Zafran, ia pun sedari tadi menghubungi kedua temannya. Tapi sama sekali tak ada jawaban. Tak ingin ambil pusing, lebih baik dia menghampiri Fahira yang kini tengah asik makan di kantin sendiri.
"Sendiri bae neng."
"Lo lagi, jin dari mana sih lo. Setiap tempat kayaknya ada lo deh." Kata Fariha memutar matanya malas.
"Astaghfirullah ngucap gak lo. Orang kece gini dikata jin, mata lo tuh seliwer."
"Hilih-hilih, kelek cepel mah iya."
"Heran cewe, gengsinya kegedean. Tinggal mengakui aja susah banget."
"Kaya cowo nggak aja."
"Dih, jangan menyamaratakan semua cowo begitu."
"Emang iya kok." Jawab Fahira kekeuh.
"Itu mah lo nya aja yang apes. Ketemu sama yang modelnya kek begitu mulu." Timpal Zafran lagi, membuat Fahira lama-lama kesal menanggapinya.
"Bodo amat Farzan bodo amat." Ucap Fahira, sembari mengibas-ngibaskan tangannya ke arah orang di sampingnya.
"Zafran, Farihah. Nama gue Zafran."
"Untung gak gue sebut Tarzan juga. Btw, nama gue Fahira, not Farihah." Balas Fahira sambil berlalu pergi meninggalkan Zafran sendiri.
Namun tak berselang lama, teriakan seorang perempuan dengan pashmina abu membuatnya terlonjak. Baru saja ia selesai merecoki Fahira, kini gilirannya yang direcoki. Memang hidup itu sesuai dengan apa yang kita perbuat ya.
🐾To Be Continue🐾
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Rasa Milik Kita (SEGERA TERBIT)
Romance"𝐒𝐞𝐭𝐢𝐚𝐩 𝐡𝐚𝐭𝐢 𝐦𝐞𝐦𝐩𝐮𝐧𝐲𝐚𝐢 𝐩𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐧𝐲𝐚. 𝐓𝐚𝐩𝐢, 𝐚𝐩𝐚𝐤𝐚𝐡 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐡𝐚𝐭𝐢 𝐢𝐭𝐮 𝐝𝐢𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐢 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚?" Begitu sekiranya pertanyaan yang ada dalam benak Lathifa Putri Anindita. Selalu mempertany...