Juna sangat mendambakan kepulangan Jova dari Jerman, itu artinya pekerjaan sang kakak sudah selesai dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa di sini. Juna senang? Tentu saja, dua bulan lebih tanpa Jova tentu saja bukan hal yang mudah beberapa hal harus ia mengurusinya sendiri karena tidak ada yang bisa ia percaya sekalipun ada Jay yang merupakan kakaknya juga.
Bukan hanya Juna yang menunggu kepulangan Jova, Jay juga sama. Sebagai kembaran Jova yang sedari rahim sudah bersama tentu bukan hal yang gampang untuk Jay berjauhan dengan Jova. Ada pepatah mengatakan bahwa anak kembar tidak boleh di pisahkan. Dan rupanya, pepatah tersebut bisa Jay benarkan juga, karena selama tanpa ada Jova, Jay kesulitan.
Dan walaupun sempat berdebat kecil dengan adik bungsunya, tidak menjadikan Jay enggan untuk menjemput Jova ke Jakarta. Sebagai tanggung jawabnya sebagai kakak, Jay akan menjemput Jova dan sudah setengah jam Jay menunggu di bandara.
Tidak lama Jova pun menghampiri Jay dan mereka berpelukan singkat, rasa rindu pasti ada bukan?
"Sehat kan lo?" tanya Jova melihat Jay dari bawah sampai atas, kelihatannya jauh lebih sehat dari terakhir mereka bertemu.
"Sehat gua. Biasa aja kerjaan lagi sibuk banget," kata Jay yang mendorong koper Jova.
"Syukurlah kalau sehat, gua juga alhamdulillah sehat. Mas Sarfa ngurus gua ketat banget tapi bikin gua tertekan juga karena kerjaan," kekeh Jova.
"Ya lo tau sendiri Mas lo gimana," balas Jay yang langsung masuk ke dalam mobil tepatnya di tempat pengemudi setelah menyimpan koper Jova ke bagasi.
"Badan gua jauh lebih sehat pas di sana asal lo tau," ujar Jova menutup pintu mobilnya.
"Dan gua yang sakit-sakitan di sini. Untung ada Mamah si Wafda yang siap ngurus gua, biasanya gua sakit sendirian aja tuh," balas Jay memang beberapa kali Jay terserang demam dan flu akibat kecapean dan banyak bergadang karena pekerjaannya.
"Makanya pekerjn tuh satu aja," protes Jova.
"Gak bisa gua udah suka semua pekerjaan gua, kalau gak kerja gitu mana bisa gua nabung buat masa depan gua."
Jova tersenyum tipis, soal tabung menabung Jay jagonya.
"Yaudah tinggal lo cari ceweknya kan tuh tabungan udah cukup."
"Masih susah, Jov. Ntahlah. Cape juga ya hidup sendiri," kekeh Jay seketika menertawakan hidupnya yang seperti ini terus.
"Syahla pasti sedih lihat lo gini-gini terus, Jay."
Jay terdiam beberapa saat sambil terus fokus mengendarai mobilnya, sudah lama sekali Jova tidak menyebutkan nama tersebut. Nama yang sampai detik ini tidak pernah pergi dari pikiran Jay.
"Umur kita udah sama-sama matang, Jay. Setelah gua pikir-pikir stuck di masa lalu emang gak enak, tapi gua gak menyalahkan lo karena kenyataannya gua juga masih kayak gitu. Tapi untuk sekarang, gua emang lagi berusaha menata kembali semua hal yang sudah berantakan. Gua udah capek, Jay. Gua pengen sembuh, gua gak mau ngerepotkan banyak orang, gua gak mau Juna menjadi dampak karena trauma gua itu. Gua masih punya banyak mimpi yang ingin gua gapai, gua pengen nikahi Ara, Jay," tukas Jova.
Wishlist Jova setelah pulang dari Jerman adalah untuk melamar Ara, itu keputusan yang sudah Jova pikirkan dengan sebaik-baik mungkin.
"Dan ini saat nya lo juga berdamai sama diri lo sendiri. Biarkan syahla menjadi bagian penting di hidup lo selamanya, tapi lo juga harus ingat bahwa hidup gak selalu stuck di sana. Waktu berjalan sesuai rotasinya, Jay," sambung Jova.
"Gua mau kembali berobat, dan lo juga harus ikut sembuh setelah itu ayo kita hidup dengan baik lagi.."
Jay tersenyum tipis, ia bangga. Tentu saja. Kakak mana yang tidak bangga mendengar bahwa adik yang selama ini kesulitan ada keinginan untuk bangkit.
![](https://img.wattpad.com/cover/364217282-288-k682435.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stronger | Jun Svt
Fanfiction'Lukanya sempurna, dari segala sisi yang membuatnya ingin selalu menyerah.' Min, 26 Mei 2024