45. Sudah mulai merasa bersalah?

1.8K 249 38
                                    

Mika
|Gua nginep di apart lo yak.|

Juna
|Iya. Tapi sebentar gua masih di rumah, ntar di kabarin.|

"Mau kemana sampe bawa koper segala?" tanya Wafda yang muncul dari arah pintu kamar Juna yang memang tidak tertutup.

Juna menoleh sebentar setelah itu kembali fokus pada ponselnya, ternyata ada pesan masuk dari Ezlyn.

"Kemana-mana hatiku senang," celetuk Juna mengambil tas ransellnya yang sudah ia isi dengan laptop, dan yang lainnya. Tidak lupa Juna juga memakai jaket kulit yang dibelikan Sarfa dua tahun yang lalu.

Wafda menghela nafas pelan. "Lo gak nyaman di rumah gara-gara gua, Jun? Gimana kalau lo tetap di rumah dan biarin gua yang balik ke rumah gua yang dulu," tukas Wafda.

Demi apapun Wafda merasa seperti itu.

"Lo tenang aja. Bukan karena lo, kok. Gua emang udah gak nyaman dari lama," balas Juna dengan tenang.

"Sekali lagi gua beneran minta maaf kalau hadirnya gua sama nyokap bikin lo gak nyaman," lirih Wafda.

"Tapi gua cuma seorang anak yang ingin nyokap gua bahagia dengan pilihannya, Jun," sambungnya.

Juna menatap Wafda kesal, lalu dalam rangka apa Wafda berkata seperti itu? Juna juga sama seperti Wafda, seorang anak. Tapi bukannya menjadi anak juga punya hak untuk bersua?

"Terus lo pikir gua egois karena ngehalang-halangi bokap gua bahagia, gitu?" tanya Juna.

"Gak gitu, Jun." Juna bernafas kasar, semakin ingin ia pergi dari rumah jika hal-hal seperti ini terus-menerus menjadi sebuah permasalahan.

"Udah, Waf. Cukup. Gua beneran lagi malas berdialog sama siapapun, apalagi yang di bahas hal-hal itu aja. Pokoknya lupain kata-kata gua pindah karena lo nyokap lo, gak usah lo perduliin kalau awalnya keberadaan lo di sini itu buat kebahagiaan nyokap lo," tukas Juna.

"Ah lo jangan ngira gua kabur atau pindah lah, toh gua cuma sementara tinggal disana. Kalau gua pindah beneran ntar banyak yang keenakan dong."

Setelah berucap seperti itu Juna keluar kamarnya di ikuti oleh Wafda, tidak lupa Juna juga mengambil bola yang di pesan oleh Mika.

"Jun gua minta maaf." Tapi tidak ada balasan apapun dari Juna.

Juna meninggalkan Wafda sendiri dan melanjutkan langkahnya menuju anak tangga, dengan pelan Juna menurunkan koper tersebut dan di anak tangga paling bawah ia berpapasan dengan Dylan.

"Mau kemana kamu?" tanya Dylan menelisik.

"Kemana aja lah, Yah. Ke kolong jembatan bisa, ke panti asuhan bisa tapi jangan berharap Juna mau ke Jakarta ya, keenakan nanti Ayah gak ada tanggung jawabnya," celetuk Juna di akhiri dengan kekehan tengilnya.

"Maksud kamu?" tanya Dylan.

"Juna males ada di rumah karena ujungnya pasti berantem sama Ayah atau gak sama Kakak. Jujur, Yah, Juna gak mau banyak dosa jadi Juna izin keluar dulu sebentar ya anggap aja Juna lagi berpikir apa kesalahan Juna sampai-sampai ada di rumah Juna di musuhin mulu," tukas Juna lebih serius, begitu juga dengan Dylan.

"Ayah gak ada tuh musuh-musuhin kamu."

"Tapi Ayah sering marah," lirih Juna dengan suara pelan, di marahin Dylan itu capek menurutnya apalagi terjadi setiap harinya dan berdiam di apartemen lumayan membuatnya tenang.

"Juna mau sendiri dulu, Yah. Mau fokus sama diri sendiri, mau fokus latihan karena sebentar lagi mau lomba. Nanti Juna kasih surat izin sama surat undangannya buat Ayah, ya. Juna mau Ayah nonton lomba Juna nanti. Ya, setidaknya sekali seumur hidup Juna, Juna bisa membanggakan menjadi anak Ayah, walaupun Juna ragu apa Ayah bisa bangga atau enggak."

Stronger | Jun SvtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang