53. Kalah dan mengakhiri

1.8K 301 41
                                    

Jika saja ini mimpi mungkin saat ini juga Juna ingin terbangun dan kembali beraktivitas seperti biasanya. Tetapi ini bukan mimpi, ini nyata dan kenyataan. Kenyataan-kenyataan yang datang kepadanya secara bertubi-tubi. Sebenarnya Tuhan sedang menyimpan kebahagiaan apa untuknya?

Didepan ruang UGD sudah ada ketiga kakaknya dengan masing-masing menampilkan wajah khawatirnya. Salah satu dari mereka mendekat, menatapnya dan mengatakan.

"Mana Wafda katanya bareng lo, kan?" tanya Jay megguncangkan kedua bahu Juna.

Juna lupa, Juna memang memberitahu Jay bahwa Juna sedang bersama Wafda tetapi saking kalutnya Juna lupa tidak menghampiri Wafda di dalam kafe dan memilih meninggalkannya.

"Lupa, Kak," lirih Juna.

Kedua mata Jay membulat. "Lupa apa? Lo lupa gak ngasih tau Wafda? Lo gimana sih? Lo sendiri yang bilang biar lo yang ngasih tau Wafda," sentak Jay.

"Biar gua yang ngehubungi Wafda, Kak," potong Mika.

Ya, Mika memang ikut dan karena tidak mau sahabatnya ini terus di salahkan lebih baik Mika memotong pembicaraan dan menghubungi Wafda melalui telpon.

"Gak abis pikir gua sama lo," ketus Jay.

Jay sedikit menjauh dan duduk di salah satu bangku yang ada di sana, Juna tidak berani menatap siapapun. Kali ini Juna kembali berpikir, salahnya di mana lagi?

"Wafda langsung jalan ke sini, Kak. Bareng Ezlyn," ucap Mika sedikit memelankan suaranya saat ia mengatakan nama Ezlyn.

Jova mendengarnya dan langsung menatap adiknya yang sedang menunduk, dengan penuh perhatian Jova mendekat dan memeluk raga adiknya.

"Ayah gak bakal kenapa-napa," kata Jova menepuk-nepuk bahu Juna pelan.

Juna menganggukan kepalanya. "Jangan terus membohongi Juna, Jov. Kondisi Ayah parah, Ayah akan langsung masung ruang operasi," sambung Sarfa rasanya sudah cukup mereka tidak memberitahu hal-hal penting kepada si bungsu.

Mika terkejut tetapi Juna tidak berekspresi.

"Mas hanya memberitahu, Jun." Sarfa memberitahu lagi walau di tatapnya kedua mata Jova seakan tidak setuju dengan hal tersebut, karena bagi Jova, Juna tidak akan mengerti.

"Apa yang terluka?" tanya Juna dengan suara pelan.

"Di bagian kepala ada benturan yang mau tidak mau harus segera di tanggani, sedangkan Mamah Aluna hanya syok dan luka-luka," tukas Sarfa.

Juna mengangguk ia mengerti. Syukurlah jika Tante Aluna tidak dalam keadaan genting, seketika Juna mengingat Ayana yang sudah lama tidak ia kunjungi.

"Bunda jangan ngajak Ayah, ya," batin Juna.

Mika merangkul Juna. "Gak papa, Jun. Kita bantu doa, mudah-mudahan Om baik-baik saja dan operasinya berjalan dengan lancar.."

Tidak lama pintu itu terbuka dan keluarlah suster yang mendorong brankar yang berisikan Dylan.

"Wakil pasien sudah menanda tanganin surat perizinan operasi? Operasi akan segera di lakukan," ucap suster tersebut.

"Lakukan, Dok."

Juna hanya menatap Dylan yang tidak sadarkan diri, ayahnya penuh luka yang Juna tahu itu pasti sangatlah sakit. Segalak-galaknya Dylan, Dylan tetap Ayahnya bukan?

Ketika brankar itu pergi meninggalkan situasi ini, barulah Juna duduk dan mulai termenung hingga tidak lama Wafda dan Ezlyn yang berlarian menghampiri mereka.

"Mas, Kak, Bang, Mamah gimana?" tanya Wafda dengan perasaan kalut bahkan air matanya akan segera turun.

Wafda sudah pernah kehilangan, dan mendengar sang mamah mengalami kecelakaan tentu saja Wafda di gendrungi rasa takut.

Stronger | Jun SvtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang