Junardika
|Teh ara, Juna mau ke makam. Pesan bunga yang biasa ya, Teh. Nanti Juna ambil ke florist.|Teh Ara
|Iya, De. Teh Ara siapin, ya. Mau di ambil jam berapa?|Junardika
|Sepulang sekolah, Teh.|Mungkin itu lah sepenggal pesan yang di kirimkan Juna kepada Ara. Rasanya baru kemarin ia mengunjungi permakaman bersama sang abang, tetapi rindu itu selalu ada. Juna ingin selalu mengunjungi bundanya, selain rindu dengan Jova rindu yang paling berat Juna rasakan adalah berat kepada sang bunda.
Tadi pagi, Juna mendapatkan pesan dari Jova, mungkin saat itu di Jerman masih tengah malam atau bahkan dini hari. Juna tidak tahu pasti yang penting Juna sudah mendapatkan pesan setelah beberapa hari Jova di Jerman dan mungkin baru sempat Jova mengabarinya.
Bang Jova
|De katanya ATM Ade di blok Ayah? ATM yang dari Abang dulu kan ada, di pake dulu, ya.|Juna jarang menggunakan ATM yang di berikan sang abang karena menurut Juna itu adalah uang jajan yang bisa saja Juna gunakan di masa yang akan datang mungkin setelah Dylan tidak lagi memberikannya uang jajan. Dan, mungkin ini saatnya Juna menggunakannya. Menggunakan di saat situasi mepet seperti.
Bang Jova
|Ade kayaknya Abang ada ATM di dompet yang lama, kamu cari dompetnya, ya? Nanti pinnya Abang kasih tahu kalau udah ketemu. Kalau gak salah itu di laci meja belejar, di dompet yang coklat tua.|Juna hanya bisa menggelengkan kepalanya membaca pesan terakhir Jova, entah berapa banyak ATM yang Jova punya hingga di situasi seperti ini pun sangat mudah mencari solusi.
"Juna gak makan dulu?" tanya Aluna di balas gelengan kepala oleh Juna, Juna memang berniat untuk sarapan di sekolah saja. Nasi kuning, sudah menggugah selera makan Juna sejak tadi.
"Mau Tante bikinin bekal saja gak? Biar samaan kayak Wafda," sambung Aluna.
"Kalau emang Tante niat ngasih bekal pasti gak perlu tawarin, kan?" balas Juna dengan pertanyaan yang membuat Aluna terdiam.
"Maaf," kata Aluna. Juna menghela nafas gusar, kesal sebenarnya karena kondisi hati dan mentalnya sedang berantakan. Pertengkarannya dengan Dylann malam tadi membuat moodnya sangat berantakan, karena menurutnya dengan kedatangan Wafda di rumah ini semakin membuatnya menderita.
Dylan mendatangkan saingan untuk dirinya, dan Juna perkuat dengan Dylan yang sudah berani membanding-bandingkannya dengan Wafda.
"Biar Tante buatkan," ucap Aluna setelahnya.
"Gak usah, biar Bibi saja yang menyiapkan," balas Juna dan melenggang pergi meninggalkan Aluna ia berniat untuk ke kamar Jova mencari apa yang Jova maksud.
Wafda menatap kepergian Juna dengan kesal, ia tidak suka mamahnya di perlakukan sepert itu. Sama dengan anak yang tidak mau membua mamahnya terluka.
"Wafda.. Mamah gak papa," kata Aluna setelah menyadari bahwa anaknya mendengar semuanya.
"Mah Wafda gak suka Mamah di gituin sama Juna."
"Gak papa kita semua tahu bahwa Juna yang kita kenal gak seperti itu. Juna masih berada di fase penerimaan, jadi gak papa ya, Nak. Gak perlu khawatir, Mamah akan terus mencoba," tukas Aluna dengan senyuman hangatnya memperlihatkan kepada Wafda bahwa ia memang baik-baik saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stronger | Jun Svt
Fiksi Penggemar'Lukanya sempurna, dari segala sisi yang membuatnya ingin selalu menyerah.' Min, 26 Mei 2024