Dia Adid

90 46 61
                                    

1

Atana menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri di depan cermin riasnya. Tubuhnya terasa kaku, tegang, sementara pikirannya berkecamu

"Oke Na lo pasti bisa "  gumamnya, mencoba menyemangati dirinya sendiri

Namun, semakin ia berusaha, ketegangan itu bukannya berkurang—justru semakin menjadi. Bahkan sekarang perutnya mulai terasa mules

"Akhh santai Na, lo cuman mau ketemu doang bukan mau di lamar" gumamnya lagi

Atana memilih berjalan menuju tepi kasur dan duduk di sana, matanya melirik ke arah jam dinding. Pukul tujuh tepat, masih ada satu jam lagi sebelum ia bertemu Adid.

"Masih lama Na" monolognya dengan pandangan mata sedih

"Sekangen itu ya lo Na sama dia? udah 8 tahun akhirnya ketemu lagi ya Na" bisik Atana pada dirinya sendiri, sedih. Tanpa sadar, air matanya mulai membasahi pipi

Ia merebahkan diri di kasur, tangannya terentang ke samping. Atana tertawa kecil di tengah tangisan bodohnya, menghapus air mata dengan ujung jarinya

"Memang cinta ya sebodoh ini~" ke lirik lagu Na

Ya, Hari ini adalah hari yang sudah lama ia tunggu-tunggu. Setelah delapan tahun, Atana akhirnya akan bertemu kembali dengan Adid, cinta pertamanya, cinta yang selalu ia pendam rapat-rapat sejak masa SMP. Semua orang bilang cinta masa SMP itu cuma cinta monyet—cinta anak baru puber.

Tapi bagi Atana cinta monyet nya cuman berlaku ketika dibangku SD dan cinta sungguh-sungguhan nya, cinta pertamanya, cinta sejatinya, atau cinta ular nya. Eh? kenapa cinta ular? Karena menurut Atana setiap melihat dia hatinya seperti digigit bisa yang tak pernah sembuh. Huftt lebay dan tidak jelas itulah Atana.

Jadi pertemuan Atana dengan cinta ular nya itu, ketika di kelas 7 di pertengahan semester. Kenapa di tengah semester? Ya karena perkenalan mereka terjadi ketika wali kelas mereka melakukan pindah tempat duduk.

Flashback on

Wali kelas baru saja mengumumkan perubahan tempat duduk. Semua murid menunjukkan ekspresi yang beragam—ada yang sedih, ada yang biasa saja, dan ada yang protes keras.

"Bu, saya tetap mau duduk sama Dela ya" pinta Intan, dengan nada manja

"Intan, kamu harus belajar berbaur dengan teman lain," jawab Bu Lela sabar. Tapi, Dela tak mau kalah.

"Saya dan Intan nggak bisa dipisahkan, Bu! Kami besti! " seru Dela, disambut anggukan setuju dari Intan "saya sama Intan udah ke-" sebelum Dela bisa melanjutkan, sebuah suara lantang memotong percakapannya

"Udah kayak ingus sama upil, nggak bisa dipisahin! " sahutnya dengan gaya tengilnya

bukan!! bukan Bu Lela yang mengatakan barusan, tapi si cowok tengil dengan sejuta pede nya yang sedang berjongkok di ujung pintu karena lelah berdiri

Lantas semua murid kompak menoleh ke arah Adid, yang masih berjongkok di pojok pintu. Intan mendelik kesal menatap pria yang bernama lengkap Adid Raharja itu

"Jorok banget sih lu Did! "

Adid berjalan jongkok dengan santainya, keluar dari pojok pintu. Dengan langkah kecil tapi penuh percaya diri, dia menuju Intan dan Dela yang berdiri di tengah kelas. Adid tak peduli dengan tatapan heran dari teman-temannya. Setelah sampai di depan mereka, Adid berhenti—masih dalam posisi jongkok, seolah itu hal yang paling wajar di dunia.

Sontak semua murid yang sedang berdiri kompak menunduk, memperhatikan aksi konyol Adid. Ada yang menahan tawa, ada yang menggelengkan kepala, bahkan ada yang berbisik lirih “Aneh banget nih orang, gila kayaknya" awas nanti malah suka

WE FALL in loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang