Ketusuk

46 28 64
                                    


10

Sejak awal mereka melangkah menuju kantin, semua mata tertuju padanya. Setiap gerakannya seolah menjadi pusat perhatian membuatnya merasa tak nyaman. Kini meski sudah duduk di meja, tatapan orang-orang tak kunjung juga beralih. Sungguh, Atana merasa risih jika harus menjadi sorotan seperti ini.

Dengan gelisah, matanya mencari-cari teman-temannya yang tadi sudah berjanji, katanya akan menemaninya. Namun, sayangnya batang hidung ketiganya tidak Atana temukan. Ya, karena mereka sedang menghadiri rapat organisasi yang mendadak diadakan. Sial memang

Atana mengalihkan pandangannya kepada lima orang yang duduk di depannya. Mereka tampak tenang, seolah tak terpengaruh dengan tatapan orang-orang di sekitar. Atana tahu alasan di balik ketenangan mereka-ketampanan yang mereka miliki membuat mereka terbiasa menjadi pusat perhatian.

"Mba Sirine, ini bakso enak banget, sumpah! Kayaknya gue bakal sering makan di sini deh!" ucap Karel heboh sambil mengangkat mangkuk baksonya.

Atana hanya bisa memutar bola matanya dengan malas. Meski begitu, setelah mendengar panggilan sirine yang terus-menerus, ia tak bisa menahan diri lagi

"Nama gue Atana, bukan sirine" ucap Atana tegas menatap Karel dengan tajam "dan jangan panggil gue Mba" lanjut Atana yang merasa risih dipanggil Mba. Serba salah wkwk

Mereka berlima serentak mengangguk, senyum tipis pun terlukis di wajah Atana. Bagus nurut juga anak-anak ini sama gua, ucap batin Atana. Kemudian Atana melanjutkan makannya kembali mencoba mengabaikan tatapan mata kantin

Galang tiba-tiba menyodorkan sesuatu ke depan Atana "Nih, ponsel lo" katanya sambil meletakkan ponsel itu di atas meja.

Mata Atana berbinar saat melihat ponsel yang sudah seminggu lebih tak ia genggam. Tanpa peduli tatapan kelima orang di depannya, ia langsung meraih ponselnya, memeluknya erat seolah tak ingin melepaskannya lagi. Ia bahkan mencium ponselnya beberapa kali dengan wajah penuh kebahagiaan.

"Akhirnya ponsel gue balik! " seru Atana dengan gembira. Rasanya seperti ia mendapatkan kembali separuh jiwanya yang hilang.

"Sepenting itu ya? Hp kentang Lo" Galang berucap tanpa disaring, Atana tahu hp nya memang pengeluaran lama dan murah, tidak seperti rata rata kebanyakan orang sudah mempunyai 3 kamera boba di ponselnya. Tapi ga gitu juga kali ngomongnya

"Iya lebih penting dari nyawa kalian yang dibuat tawuran gesper" sungut Atana dengan sedikit sindiran

Farez yang mendengar peristiwa kemarin disebut sebagai tawuran gesper, merasa tidak terima. Bagi mereka kejadian itu bukan sekadar keributan anak-anak jalanan, melainkan sebuah pertempuran nyata yang menuntut keberanian dan pengorbanan. Mereka merasa berada di medan perang, bukan sekadar adu fisik biasa. Iya Rez iyaa hwehehehe

"Kita perang bukan tawuran" ucap Farez tegas

Atana yang mendengar penjelasan itu hanya menghela napas panjang. Di satu sisi, ia malas meladeni Farez tapi di sisi lain..ada rasa takut untuk membantahnya. Kata-kata Farez tegas, dan Atana tahu bahwa memperdebatkannya hanya akan membuat situasi semakin rumit. Dasar bocah, batin Atana mendumel.

Atana membuka ponselnya. Hal pertama yang ia lakukan adalah memeriksa pesan masuk, dan seperti yang ia duga, banyak sekali pesan yang belum dibuka. Tanpa niat untuk membalas, Atana hanya men-scroll, membiarkan pesan-pesan itu berlalu begitu saja-lagipula semuanya sudah basi.

Jempolnya terus bergerak menuruni layar hingga tiba-tiba terhenti ketika melihat nama seseorang muncul di layar. Jari-jarinya beku, bahkan jantungnya pun terasa seperti ikut berhenti. Dengan rasa penasaran yang semakin besar, Atana langsung membuka pesan yang baru saja dikirim.

WE FALL in loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang