BAB 13: DEKAT

76 6 3
                                    

Setelah sesi les privat bahasa Inggris berakhir, suasana di ruang belajar terasa tenang dan canggung. Hansol menutup buku catatan di depannya dan bersandar di kursinya, menatap ke arah jendela yang kini mulai basah oleh rintik-rintik hujan. Suara detakan jam di dinding mengisi kesunyian, sementara Seungkwan sibuk merapikan buku-bukunya dengan gerakan yang terlihat tergesa. Pandangannya tetap tertunduk, seperti berusaha menghindari tatapan Hansol yang sesekali mengarah padanya.

Seungkwan masih merasa tidak nyaman. Beberapa hari yang lalu, Hansol tanpa sengaja mengetahui bahwa dirinya mencoba menjauhi Hansol dan mengetahui perasaan sukanya, itu membuat Seungkwan semakin tidak tahan untuk berlama-lama dengan Hansol. Sejak saat itu, interaksi mereka menjadi lebih kaku, meskipun Hansol tetap bersikap seperti biasanya, seakan tidak ada yang terjadi. Namun, bagi Seungkwan, rasa malu itu belum sepenuhnya hilang.

Hansol menatap Seungkwan yang masih sibuk dengan buku-bukunya, seakan ingin mengatakan sesuatu tetapi menahan diri. Beberapa saat kemudian, ia menghela napas pelan dan memberanikan diri untuk memecah keheningan.

"Seungkwan," panggilnya pelan namun terdengar jelas dalam keheningan ruangan.

Seungkwan terhenti sejenak, tetapi tidak segera menoleh.

"Ya?" jawabnya singkat tanpa melihat ke arah Hansol, mencoba mengalihkan fokus dengan merapikan pensilnya.

Hansol melipat tangan di atas meja, mencoba menyusun kata-kata dengan hati-hati.

"Akhir pekan ini... Lo ada agenda?"

Seungkwan akhirnya mendongak dengan alis terangkat, menatap Hansol dengan bingung.

"Akhir pekan? Hmm... Nggak ada, kenapa?"

Hansol terlihat ragu sejenak, seperti mempertimbangkan langkah berikutnya. Ia memainkan penanya dengan jari-jarinya, sebuah kebiasaan yang hanya muncul saat dia merasa sedikit gugup. 

"Gue rasa.. Gimana kalo kita keluar? Atau jalan-jalan? Kalo lo nggak keberatan,"

Pertanyaan itu membuat jantung Seungkwan berdegup lebih cepat. Mengingat insiden beberapa hari lalu, ketika dia hampir menghindari Hansol secara terang-terangan, ajakan ini datang sebagai kejutan yang tak terduga. Dia tidak menyangka Hansol akan mengajaknya keluar, terlebih lagi setelah mengetahui bahwa Seungkwan pernah mencoba menjaga jarak.

Seungkwan tersentak dan kembali menunduk, menghindari tatapan Hansol. 

"Gue... mungkin nggak bisa," gumamnya sambil merapikan tasnya yang sudah rapi sejak tadi. Ia mencoba mencari alasan, tetapi kegugupannya membuat pikirannya kosong.

Hansol menatapnya dalam diam, kemudian menghela napas perlahan, seperti tidak terkejut dengan respon Seungkwan. Dia mendekatkan tubuhnya sedikit ke depan, suaranya lebih lembut dari biasanya, nyaris seperti berbisik. 

"Ini bukan kencan, cuma menghabiskan waktu layaknya teman. Kan nggak salah"

Seungkwan menelan ludah. Kata-kata Hansol terasa tulus dan penuh pengertian, meskipun Seungkwan masih merasa ada jarak di antara mereka. Di sisi lain, ada bagian dari dirinya yang ingin menolak, tapi ia juga tidak bisa mengabaikan perasaan nyaman yang perlahan muncul saat Hansol berbicara dengannya.

"Gue...," Seungkwan mencoba berbicara, namun kata-kata seolah tersangkut di tenggorokannya. Dia mengambil napas panjang, matanya melirik sesaat ke arah Hansol yang menatapnya dengan penuh kesabaran. Setelah beberapa detik yang terasa seperti keabadian, Seungkwan akhirnya mengangguk pelan, hampir tak terlihat. "Oke ayo," ujarnya singkat.

Hansol tersenyum tipis—senyuman yang hampir tidak pernah ia tunjukkan kepada siapa pun. Senyum itu nyaris tidak terlihat, tetapi cukup untuk membuat Seungkwan merasa lega. "Thanks," jawab Hansol lembut. "Kita atur waktunya nanti."

NEW YORK LESSON || VERKWAN✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang