Chapter 4

281 58 40
                                    

Solar itu lelaki brengsek.

(Nama) benci banget. (Nama) udah punya trust issue, karena ayahnya sendiri juga sukanya main wanita, tapi (Nama) enggak nyangka kalau Solar juga demikian.

Memang ya, yang namanya laki-laki itu jancok semua.

Ceklek.

Pintu rumah terbuka. (Nama) bergegas pergi ke sumber suara dan langsung saja menarik kerah pakaian formalnya Solar. Kedua alisnya menekuk marah dengan kedua mata yang berkedut kesal.

"Loh. Kalem. Gua salah apa coba?" Tanya Solar heran. Duh, padahal di kantor Solar sudah duduk diam sambil kerja selama kurang lebih 8 jam, dan sekarang Solar harus membungkuk karena (Nama) menarik Solar untuk menunduk hingga menyamai pendeknya (Nama).

"BERENGSEKK!!!" Pekik (Nama) kesal tepat di hadapannya Solar.

Haduh. Solar jadi pusing. Kali ini, istrinya kenapa pula?

"Iya, iya. Gua brengsek. Lepasin dulu tapi. Encok gua." Solar berusaha melepaskan cengkramannya (Nama).

Setelah berhasil lepas dari genggaman mematikannya (Nama), Solar lekas melonggarkan dasinya. Buat jaga-jaga, Solar enggak mau mati tercekik karena (Nama) menarik dasinya. Udah pernah kejadian soalnya.

"Coba cerita dulu, kids. Jangan asal nuduh begitu. Dikira gua cenayang bisa nebak-nebak kenapa elu ngamuk?" Solar berkacak pinggang. Pulang-pulang kerja begini, Solar malah tertimpa umpatan-umpatannya (Nama).

"Persetan! Lu kalau emang maunya sama yang cakep, ya dari awal enggak usah pilih gua jadi pasangan elu!!" Kedua kakinya (Nama) menghentak-hentak bumi yang dipijak.

Solar memiringkan kepalanya. Heran sekali Solar ini. Setahu Solar, (Nama) ini lumayan pintar. Terus kenapa pula sekarang begini?

"Lu ngomongin apa sih? Perasaan, gua gaada main cewek." Solar menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

"Basi tau gak?! Udah sana, pacaran sama cewek lu!!" Tukas (Nama), sebelum akhirnya (Nama) berbalik tubuh dan meninggalkan Solar.

Solar jadi dibuat heran. (Nama) ini suka sekali tantrum. Solar mau masak, (Nama) ngamuk. Solar mau beli emas, (Nama) ngambek. Solar mau jajan saham, (Nama) berkoar. Kurang pengertian apa Solar ini?

"Kenapa sih??" Solar mengacak-acak surai kecoklatan dengan campuran helaian putihnya.

Setelah merenungkan tiap-tiap dosanya selagi membersihkan diri, Solar akhirnya mengerti. Oke. Solar sudah tau penyebabnya (Nama) mengamuk sepulang Solar kerja tadi. Handuk kering yang mengalung di lehernya diusap-usapkan pada tiap helaian rambutnya yang basah terkena bilasan air. (Nama) cemburu— singkatnya sih begitu. Solar jadi tertawa dibuatnya. (Nama) kalau cemburu tuh lucu, marah-marah kesal, padahal Solar enggak ngapa-ngapain.

"Padahal, kalau cemburu mah tinggal bilang."

Tadi, sebelum memasuki pekarangan rumah, Solar sempat memberhentikan mobilnya untuk menurunkan penumpang yang nebeng. Bukan penumpang juga sih, lebih tepatnya ya, asisten pribadinya Solar. Hari sudah memasuki waktu yang rawan bagi para perempuan untuk pulang seorang diri, Solar yang sudah beristri ini pun mana tega membiarkan asistennya pulang naik ojek terus kenapa-kenapa di jalan. Solar takut semisalnya nanti istrinya juga mengalami hal yang sama. Makanya, bila (Nama) sedang sendiri, Solar harap akan ada orang baik yang akan menolongnya bila masa Solar berada jauh dari (Nama).

Lagian, Solar sama asistennya; Yaya, juga enggak begitu dekat. Solar kerjaannya cuma nyuruh-nyuruh Yaya, marah-marah, terus cus pulang. Yaya mana mungkin demen. Terus nih ya, Yaya kebetulan mau mampir ke rumah neneknya— yang ada di komplek sekitaran rumah Solar. Makanya Solar iya-iya saja membiarkan Yaya menumpang— walaupun enggak sampai tujuan.

Hatred Towards You | Solar x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang