Chapter 2

235 55 28
                                    

Seorang wanita paruh baya, dengan surai berwarna merah muda tebgah memilah beberapa bawang merah. Namun, kegiatannya itu terhenti begitu melihat rekan sepergosipannya.

"Eh aduh! Ibu bu!" Kata Ayu yu.

Ibu bu, wanita yang dipanggil itu menunjukkan senyum. Dengan bibir tebal yang telah berlapiskan gincu merah buatannya sendiri.

"Ada apa ini, Ayu yu?" Ibu bu menyibakkan rambut keriting merah meronanya.

"Ini loh, Bu. Ibu tau gak, tetangga baru kita?" Bisik Ayu yu.

Ibu bu memejamkan mata untuk mengingat-ingat. Wajar, Ibu bu ini orang sibuk.
"Oh, ya! Si bujangan cakep itu ya?"

Ayu yu lekas mengangguk dengan antusias. Topik pembicaraannya akan menjadi semakin dalam.

"Dia tuh ya, istrinya itu tuh gakk banget deh pokoknya. Masa, suaminya baru pulang langsung dimarah-marahi. Kan kasihan banget." Ayu yu menghela nafasnya.

"Wah iya ya. Kemaren juga, saya sempet liat istrinya. Kasar banget. Masa Nak Solar dicubit padahal masih pagi-pagi buta? Padahal Nak Solar tuh baik banget sama istrinya." Ibu bu menyetujui ucapannya Ayu yu.

"Tau tuh. Mending, Solar sama anak gadis saya aja tau begitu. Si Kikita ini penurut orangnya, kalem, pokoknya cocok lah sama Solar." Ayu yu geleng-geleng.

"Uwooh. Betul tu. Betul. Saya sih, karena anak saya tiga-tiganya lakik. Kalau ada yang perempuan, udah saya jodohin ke Nak Solar." Ibu bu mengangguk-anggukkan kepalanya.

Pletak! Pletak!

Dua buah tomat segar melayang di masing-masing kepala dua ibu-ibu itu. Entah darimana asalnya, tak satupun dari keduanya sempat melihat. Mereka berdua tahu-tahu sudah dihantamkan serangan sayuran itu.

"Aduh, aduh! Padahal saya habis dari salon! Siapa sih yang lempar?!!!" Ibu bu memekik kesal sambil mengusap-usap tomat yang menetes dari kepalanya.

"Aaahhh! Makeup ku luntur!!" Ayu yu menggeram marah.

"Mampus." (Nama) tertawa mengejek.

-

Jangan tanyakan bagaimana keadaan (Nama) sekarang. Suasana hatinya buruk. Masih pagi, niat hati (Nama) ingin ke pasar untuk berbelanja karena Solar mengoceh panjang pasal (Nama) yang memasak terlalu sedikit. Enggak sehat katanya. Jadi ya sudah, (Nama) iyain saja. Eh, (Nama) malah ketemu ibu-ibu tukang gosip yang ngegosipin dirinya. Entah ibu-ibu itu buta apa begimana, (Nama) enggak tau. Padahal (Nama) dari awal udah ada disana, bahkan sebelum ibu-ibu yang cebol itu lewat. (Nama) enggak habis pikir. Padahal matahari sudah mau berendam, tapi (Nama) masih kesal mengingat perkataan yang dilontarkan untuknya. Yang tak seharusnya dirinya ketahui.

Tapi..

Perkataan ibu-ibu tadi masuk akal. (Nama) memang, selalu kasar kepada Solar. Lagian, Solar yang memancing (Nama) untuk marah.

Tapi, setelah (Nama) ingat-ingat lagi, Solar beneran enggak ngapa-ngapain (Nama). Solar enggak ringan tangan, walaupun mulutnya lemes banget. Tapi tetap saja, di mata orang-orang, Solar tuh kelewat baik. Padahal aslinya enggak.

Setiap Solar pulang, (Nama) diwajibkan standby di depan pintu untuk menunggunya. Lalu membantu Solar membawa setelan jas kantornya untuk dimasukkan di cucian kotor. Lalu (Nama) pula-lah yang harus mengambilkan Solar makan, jika Solar lapar. Sementara Solarnya lanjut bekerja di rumah. Itu semua sudah seperti peraturan tak tertulis semenjak (Nama) menjadi istrinya Solar. Setiap ditanyakan sih, Solar selalu menjawab kalau itu impiannya kalau suatu saat punya istri. Solar mau istrinya yang ngerawat Solar dari Solar bangun tidur sampai Solar tidur lagi.

Hatred Towards You | Solar x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang