Chapter 8

300 48 25
                                    

Terlahir dengan nama 'Solar von Gamma' sama sekali tak membawa keberuntungan apapun ke hidupku. Mewarisi marga Ayah, Retak'ka von Gamma, adalah salah satu dari sekian banyaknya alasan mengapa aku begitu membenci namaku.

Ah, sebenarnya tak hanya itu. Aku membenci seluruhnya tentang diriku.

Ibu— atau apalah itu. Aku tidak tau. Paman Kasa selalu mengatakan bahwasanya Ibu begitu menyayangiku, tapi aku tidak bodoh untuk mengetahui faktanya. Nyatanya, Ibu membuangku. Entahlah, mungkin Ibu hanya tak ingin meneruskan hidupnya dengan anak pembawa sial sepertiku. Hingga dia lebih memilih untuk lompat dari gedung rumah sakit, sesaat setelah melahirkanku. Miris. Aku sama sekali tak memiliki rasa hormat untuknya. Persetan dengan segalanya. Kalau memang tak menginginkan pernikahanmu, setidaknya jangan menyeretku. Jangan menghasilkanku. Jangan lahirkan aku, Ibu.

Yah lagipula, apa boleh buat. Ayah saja tak mencintai Ibu selayaknya. Mereka berdua dijodohkan, mudah saja. Orang-orang kaya tak akan pernah jauh dari kata 'perjodohan' hanya untuk memperkaya diri.

Malahan, aku memergoki bukti perselingkuhan Ayah semasa aku masih di kandungan dahulu, berupa video tak senonoh seorang wanita yang sedang berada di bawah kendalinya Ayah. Hingga pada akhirnya, Ayah membawa anak favoritnya itu ke rumah— memperkenalkannya secara resmi di hadapan seluruh kerabatnya.

Tentu aku kesal. Aku marah. Aku hidup dengan bermandikan darahku sendiri, dari tiap-tiap 'kecacatan' yang aku lakukan. Ayah tak akan segan-segan, karena seorang pewaris haruslah sempurna.

Tapi, Ayah. Tak ada manusia yang sempurna.

Aku memiliki segalanya, uang, kekuasaan, bahkan kecerdasan. Tapi semua itu tak terasa berarti. Aku malah merasa tak memiliki apapun di dunia ini.

Tak ada alasan bagiku untuk tetap bertahan hidup.

Aku tak perlu mengkhawatirkan masalah pewaris. Halilintar— anak kesayangan Ayah itu akan memperoleh segalanya. Entah apa yang membedakanku dengannya. Aku tak tau. Apa karena aku yang terlahir buta? Well oh well, bukan salahku. Ayah menikahi seorang wanita yang nyatanya adalah adik kandungnya sendiri, sehingga lahirlah aku; dengan keadaan cacat.

Aku tak mengada-ada. Memang tak sepenuhnya buta, tetapi tetap saja, jarak penglihatanku begitu minim. Tak ada satupun dari tubuhku yang teramat aku sukai. Warna mataku, aku membencinya. Warna yang seakan meneriakkan ke orang-orang bahwasanya 'Si Tuan Muda' ini buta.

Ah, aku paham sekarang. Ternyata Ayah benar-benar membenciku karena aku terlahir cacat? Lucu sekali. Apa Ibu juga mengakhiri hidupnya karena aku yang terlahir cacat? Haha.

Kakekku juga tabiatnya tak jauh berbeda dari Ayah, makanya kenyataan bahwa Ibu itu saudara kandungnya Ayah baru terungkap setelah aku lahir. Para bajingan tak tau diri ini memang suka menebar benih kesana-kemari.

Sebilah pisau yang selalu tersedia di dapur itu cukup, untuk melukiskan karya pada lenganku. Yah setidaknya, sampai aku benar-benar berani untuk menghilangkan nyawaku sendiri.

Sret

Sret

Sret! Sret! Sret!

"Menjijikkan."

Aku tak membutuhkan pendidikan. Aku tak butuh sekolah. Karena pada akhirnya, aku juga akan menyusul Ibuku di neraka.

Tapi sekolah, adalah tempat ternyaman untukku. Karena aku taj berjumpa dengan malapetaka; Ayahku.

Teman-teman sebayaku memperlakukanku dengan baik. Mereka murni menyukai kepribadianku yang.. menyebalkan? Haha. Mungkin saja.

Hatred Towards You | Solar x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang