054

3.6K 330 74
                                    

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Devon dan Arson berjalan perlahan menyusuri parkiran yang mulai sepi. Arson merangkul bahu Devon dengan santai.

"Sayang, abis ini langsung ke markas gua ya? Bang Fatah mau lanjut bahas yang kemaren," kata Arson memulai percakapan, suaranya lembut namun tegas, seperti biasa saat bersama Devon.

"Okei," Devon mengangguk setuju sambil tersenyum tipis. "Nanti Arson temenin yaa."

"Pasti..." balas Arson dengan nada sayang, matanya berbinar sesaat.

Namun, langkah keduanya tiba-tiba terhenti ketika melihat sosok yang familiar di depan mereka, Noval.

Devon sedikit tersentak, sementara Arson langsung merapatkan diri di sebelahnya. Mengikuti instingnya yang menyuruh untuk memasang sikap waspada

Noval berjalan mendekat, raut wajahnya tidak bisa dijelaskan, terlihat putus asa dan berantakan. Dilihat dari bagaimana cara dia menatap Devon, tergambar jelas sirat akan penyesalan.

"Devon, gua boleh ngomong sebentar?" kata Noval dengan suara yang terdengar memohon, tapi tetap tertangkap nada memaksa di dalamnya.

Arson, tanpa pikir panjang, langsung berdiri selangkah di depan Devon, melindungi pacarnya dengan tubuhnya yang lebih besar. Arson memicing tajam dengan alis yang berkerut, dari tatapannya terpancar rasa tidak suka yang kentara. "Ngapain lagi lo?" tanyanya dengan nada dingin, jelas tidak senang melihat kehadiran cowok itu di sana.

Noval menelan ludah, gugup, tapi tetap  dengan tujuannya. "Please, gua perlu ngomong sama Devon. Gua cuma mau minta maaf," suaranya terdengar tulus, tapi juga terdengar seperti memelas.

Namun Arson masih tetap diam di tempatnya, tidak memberikan ruang Masih belum bisa yakin, terutama setelah apa yang Noval lakukan terakhir kali. Sulit baginya untuk langsung mempercayai niat Noval begitu saja.

"Son, tolong..." Noval kembali mencoba, kali ini nadanya terdengar semakin memohon. "Gua cuma mau ngomong sebentar, di sini aja, di depan lo, gak apa-apa. Devon tolong... gua bener-bener minta maaf."

Devon yang sejak tadi diam di balik tubuh Arson, mulai terlihat sedikit tersentuh. Dia mendongak dengan tatapannya yang kian melembut, tapi dia masih tidak berani mengatakan apa-apa.

Suasana di antara mereka semakin tegang, mengabaikan orang lain yang berlalu lalang melewati.

Melihat negosiasi ini seperti tidak akan berjalan, Yasa yang sedari tadi diam akhirnya mengambil langkah maju, mendekati mereka. "Son, biarin Noval ngomong sama Devon! Gua yang jamin, kalau sampe Noval ngapa-ngapain, gua sendiri yang bakal langsung urus dia," kata Yasa dengan nada tenang, tapi terdengar jelas penuh ketegasan.

Arson melirik Yasa, matanya masih menyiratkan tanda waspada. Namun, kata-kata Yasa membuat Arson sedikit melunak, dia memilih untuk memberi izin karena mengerti situasi, dan merasa punya pegangan kuat dari apa yang Yasa katakan. Arson akhirnya melonggarkan tubuhnya, mundur beberapa langkah, meski tetap berada di dekat Devon. "Gua bakal tetap di sini, jangan takut ya, sayang" bisiknya di telinga Devon.

Noval yang melihat kesempatan ini, mendekat perlahan pada Devon. Kepalanya menunduk dan suaranya gemetar saat dia mulai berbicara. "Devon... gua bener-bener minta maaf. Gua tau gua salah... gua bodoh karena gua kemakan hasutan Astral, gua nyesel banget." Suaranya semakin bergetar, terlihat berusaha keras menahan air matanya agar tidak menetes keluar.

Mendengar itu, Devon yang awalnya diam perlahan menundukkan kepalanya. Pelan-pelan, air mata juga mulai menggenang di sudut matanya, membuat tubuhnya bergetar kecil.

"Gua tau gua udah nyakitin hati lo karena omongan gua," lanjut Noval dengan suara serak, "Gua bener-bener minta maaf. Gua gak bisa jadi sahabat yang baik buat lo. Gua udah nyakitin lo... ngecewain Bang Banu... b—buat Yasa marah, bahkan gua hampir nyelakain orang lain... G—gua bener-bener ngehancurin semuanya."

Secret Innocence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang