Behind The Mask

48 2 0
                                    

Taesan duduk di kursi kamarnya, dengan layar laptop yang menyala di depannya. Ia baru saja memulai live streaming untuk menyapa penggemar. Biasanya, momen ini menjadi saat yang ia nantikan, di mana ia bisa berbicara langsung dengan orang-orang yang mendukungnya. Tapi hari ini berbeda—komentar yang membanjiri layar terasa lebih berat daripada biasanya.

Taesan menyesuaikan kamera di depannya, menyapa para penggemar dengan senyum kecil. Tapi senyumnya tak sepenuhnya tulus, karena pikirannya penuh dengan kecemasan yang tak bisa ia hilangkan.

"Hi, guys," sapanya pelan. "Aku harap kalian semua baik-baik saja."

Ia mulai menjawab beberapa pertanyaan yang datang. Penggemar setianya terus menyemangati, tapi ada sesuatu yang berbeda di antara komentar-komentar tersebut. Muncul beberapa kata yang membuatnya tertegun.

"Kenapa kamu selalu kelihatan nggak peduli?"
"Kamu kayak nggak pernah senyum. Kesannya sombong."
"Kenapa sikapmu dingin banget?"
"Taesan tuh kayak nggak pernah happy jadi idol."

Taesan berusaha tetap tenang, tapi matanya tak bisa menghindari melihat setiap komentar negatif yang muncul di layar. Ia tahu bahwa banyak orang menganggapnya dingin dan sulit didekati, tapi membaca kata-kata itu secara langsung tetap menyakitkan.

Taesan meneguk air mineral di sampingnya, berusaha menenangkan diri. Sebagian besar komentar masih baik, tapi kata-kata kasar yang beberapa orang tulis seperti pisau yang terus menusuknya.

"Kenapa kamu kayak nggak pernah peduli sama fans?"

Pertanyaan itu membuat dadanya sesak. Bukan karena ia tidak peduli—justru sebaliknya, ia peduli lebih dari yang orang tahu. Tapi selama ini, ia selalu berjuang untuk menyeimbangkan kehidupan pribadinya dengan tuntutan dunia hiburan. Taesan adalah orang yang pendiam, dan itu sering disalahartikan sebagai sikap dingin dan acuh.

"Sorry kalau kalian merasa aku nggak perhatian," jawab Taesan pelan, meskipun ia tahu orang-orang yang meninggalkan komentar jahat mungkin tak mendengar permintaan maafnya.

Komentar negatif terus bermunculan, dan meski ada banyak penggemar yang menyemangati, Taesan mulai kehilangan kendali atas emosinya. Semua kata-kata itu, rasa cemas yang selama ini ia pendam, dan tekanan dari ekspektasi tinggi mulai membebani pikirannya.

Senyum yang dipaksakan di wajahnya mulai hilang. Suasana livestream yang semula santai berubah menjadi canggung. Taesan diam cukup lama, membuat para penonton mulai khawatir.

"Terkadang... nggak mudah," gumamnya. "Aku nggak tahu bagaimana harus bersikap supaya kalian nggak salah paham."

Ia berhenti sejenak, memikirkan apa yang ingin ia sampaikan. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan orang banyak, tapi saat ini rasanya semua emosinya sudah tak bisa lagi ia tahan.

"Aku bukan tipe orang yang selalu bisa tersenyum lebar atau menunjukkan perasaanku dengan jelas. Tapi itu bukan berarti aku nggak peduli," lanjutnya, suaranya terdengar sedikit bergetar. "Aku tahu banyak dari kalian yang berharap aku lebih terbuka, lebih hangat... tapi ini aku, cara aku menunjukkan perasaan mungkin nggak seperti yang kalian harapkan."

Komentar terus mengalir, sebagian mendukung, sebagian tetap mencela. Taesan mencoba untuk tetap fokus, tapi rasa sakit karena tidak dimengerti semakin dalam.

Di tengah keheningan livestream-nya, notifikasi pesan pribadi dari salah satu member Boynextdoor, Leehan, muncul di layar. "Kamu baik-baik aja, hyung? Aku nonton live-mu, jangan peduliin mereka. Mereka nggak tahu apa-apa."

Taesan tersenyum kecil, merasa sedikit lega. Leehan selalu menjadi orang pertama yang menyadari ketika ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa ragu, ia menutup pesan itu dengan cepat, lalu kembali ke layar livestream.

"Aku akan tetap menjadi diriku sendiri," ujar Taesan lebih tegas, mencoba menemukan kekuatannya lagi. "Aku nggak bisa selalu menjadi seperti yang kalian inginkan, tapi aku harap kalian bisa memahami caraku. Terima kasih buat yang selalu mendukungku, kalian yang benar-benar mengenal aku tahu bahwa aku melakukan yang terbaik."

Setelah beberapa menit, Taesan memutuskan untuk mengakhiri live-nya lebih cepat dari biasanya. Ia tersenyum kecil pada kamera, berusaha tetap profesional meskipun hatinya terasa berat. "Thank you untuk semuanya. Aku akan berusaha lebih baik."

Setelah mematikan kamera, Taesan duduk diam di tempatnya. Ruangan terasa lebih sepi dari biasanya, meskipun ia tahu bahwa dukungan dari member-member lainnya selalu ada. Ia menutup laptopnya dan menghela napas panjang. Meskipun komentar negatif tadi sangat mengganggunya, ia tahu bahwa ia tidak sendirian dalam perjuangannya.

Sungho, Jaehyun, Riwoo, Leehan, dan Woonhak mungkin tidak ada di sampingnya saat ini, tapi mereka selalu hadir ketika ia butuh dukungan. Ia mengambil ponselnya dan membuka grup chat mereka. Sebuah pesan dari Woonhak membuatnya tertawa kecil, "Hyung, jangan dipikirin! Kita semua tahu kamu yang terbaik."

Taesan tersenyum kecil, merasa lebih baik. "Terima kasih," balasnya singkat.

Ia tahu jalan ke depan masih panjang, dan komentar negatif mungkin tidak akan pernah hilang. Namun, Taesan mulai menerima bahwa ia tidak perlu mengubah siapa dirinya hanya untuk menyenangkan semua orang. Yang penting adalah orang-orang yang benar-benar peduli padanya—keluarga, teman, dan penggemar sejati—akan selalu ada untuknya, apapun yang terjadi.

Fin

Terinspirasi dari sini

⬇️⬇️⬇️

⬇️⬇️⬇️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TaesanFicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang