Chapter 34 - 35

72 10 0
                                    

Chapter 34

Di perpustakaan milik keluarga Mohn, suasana ketenangan yang penuh keseriusan mendominasi ruangan. Cahaya matahari yang lembut menerangi rak-rak kayu ek gelap yang penuh dengan buku, seolah-olah menyimpan pengetahuan kuno yang berabad-abad lamanya.

Meja Albert, yang terletak di dekat jendela tinggi yang dihiasi tirai beludru tebal, menjadi pusat perhatian. Di atasnya, terdapat sejumlah pena bulu, tinta, dan tumpukan perkamen yang tertata rapi. Sebuah globe besar dan berhias berdiri di dekatnya, menggambarkan keingintahuan Albert tentang dunia di luar wilayah Mohn.

Meskipun perpustakaan itu memancarkan nuansa keanggunan, ia juga memperlihatkan tanda-tanda sebagai tempat di mana kegiatan intelektual yang serius berlangsung. Halaman-halaman yang terlipat, catatan-catatan yang tergesa-gesa, dan buku-buku yang tidak dikembalikan ke tempatnya menunjukkan adanya pertukaran ide yang dinamis di dalam dinding itu.

Saat pintu berderit terbuka, Alice melangkah ke dalam tempat itu, merasakan campuran antara kekaguman dan kecemasan. Aroma buku dan pemandangan rak-rak yang menjulang menyambut indranya, kontras dengan suasana yang tenang. Albert, yang sudah tenggelam dalam pekerjaannya, menatap dengan ekspresi serius saat Alice memasuki ruangan.

Albert memperhatikan rona di wajah Alice, tanda bahwa ia berjalan dengan cepat ke perpustakaan, serta butiran keringat yang berkilauan di leher dan dadanya akibat aktivitas fisik tersebut. Rambut pirangnya yang dikepang panjang dan bergelombang, kini sedikit acak-acakan akibat terburu-buru. Albert menelan ludah, bereaksi halus terhadap pemandangan di hadapannya.

Alice: "Maaf atas keterlambatannya, Albert."

Albert: "Di perpustakaan ini, kau panggil aku 'Tuan'." Ia berusaha menenangkan dirinya.

Alice: "Baik, 'Tuan'."

Albert, yang sebelumnya tenggelam dalam pekerjaannya, tiba-tiba menegur Alice dengan tajam, "Ketidaktepatan waktumu mengganggu pekerjaanku, wanita. Bersihkan kekacauan ini." Albert dengan tiba-tiba dan sengaja melempar semua barang diatas mejanya ke lantai, menyebabkan buku-buku jatuh kebawah dengan suara yang nyaring.

Alice, terkejut namun tetap tenang, menjawab, "Maafkan saya, Tuan. Saya akan merapikannya segera."

Saat Alice dengan rajin menata buku-buku dan meletakkannya di atas meja Albert, tanpa peringatan, Albert kembali melempar buku-buku itu, memperbesar keterkejutan Alice.

Alice: "Tuan, saya tidak mengerti..."

Albert dengan tegas memerintahkan, "Rapikan buku-buku ini, dan mungkin kau akan mulai memahami pentingnya ketepatan waktu."

Alice, menahan rasa kesalnya, memberikan anggukan sopan, menjawab, "Saya mengerti, Tuan. Saya akan lebih memperhatikan di masa depan."

Albert menyerahkan sebuah buku bersampul kulit kepada Alice, dengan berat dan makna yang jelas terlihat dari guratan serius di wajahnya. Itu adalah sebuah Alkitab, teks suci yang ditulis dalam bahasa Latin kuno.

"Bacalah dengan suara lantang," perintah Albert, dengan nada otoritas yang menekankan kata-katanya.

Alice ragu, matanya menelusuri kata-kata yang asing baginya. "Saya... saya tidak bisa membaca bahasa Latin," ia mengakui, dengan suara yang mengandung sedikit kerentanan.

"Baca paragraf pertama dari Kitab Kejadian," desak Albert, tatapannya tidak tergoyahkan. Tatapan Albert, dengan intensitas bola matanya yang hijau, menyimpan ketegasan yang tidak tergoyahkan, seolah-olah menembus udara di sekitarnya. Mata hijau itu, seperti padang rumput yang luas di bawah langit yang cerah, menyimpan kehadiran yang menakutkan, mengungkapkan campuran keraguan dan otoritas. Dalam cahaya redup perpustakaan, rona hijau tatapan itu menjadi fokus, menekankan ketelitian dengan mana ia mengamati Alice.

Under a Dimmed Sun - Bahasa Indonesia [R15]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang