07. Just Asking¿

39 0 0
                                    

  Sore itu, suasana kampus mulai lengang seiring para mahasiswa satu per satu meninggalkan kelas. Langit berwarna jingga, menandakan senja telah tiba. Raina berjalan perlahan bersama teman-temannya—Julia, Ayu, Nana, Marisa, dan Riska—menuju parkiran. Udara sejuk sore itu membawa angin lembut yang menghembuskan rasa lega setelah seharian penuh dengan tugas dan kuliah.

  Di tengah perjalanan, Julia, yang berjalan di sebelah Raina, tiba-tiba tersenyum jahil dan menatap Raina dengan tatapan penuh arti. "Eh Rain, Dewangga nanyain lo lagi tuh kata Kak Zaka." Semua kepala langsung menoleh ke arah Raina, membuatnya berhenti melangkah sejenak.

  "Nanya mulu kaya kuis." Teman-temannya terkiki geli, Raina emang seru sekali jika diceng-cengin.

  "Fiks sih Dewangga suka sama Raina," seru Nana.

  "Cowo kalo suka simpel Na, dia bakal ngejar, berusaha, dan ngeluarin semua jurusannya kalo memang suka cewe itu dan gabakal buat cewe itu kebingungan atau menduga-duga. Ini kan engga, dia cuma sekedar nanya doang ya paling penasaran aja."

  Marisa, yang lebih kalem, mencoba menenangkan keadaan, tapi tak bisa menyembunyikan senyumnya. "Mungkin Dewangga cuma nanya soal tugas atau apa kali."

  Namun, Nana yang selalu suka menggoda langsung menambahkan, "Iya, soal tugas tentang kamu, Ra! Hahaha." Raina tetap dengan wajah ketidak—peduliannya, dia tetap dengan prinsip 'jika suka maka berusaha'

  Marisa memperhatikan Rain dengan diam, "Ra Ra, lo sebenarnya mau cowo gimanasih? Pas dikasih yang effort melebihi cakrawala malah lari ifil ga suka katamu, sekarang ada cowo yang suka secara tidak berisik lo ragu bingung, aneh tau Ra. Jadi cewe pasti-pasti aja Ra, kalo suka kasih signal kalo ga yaudah bilang."

  "Bener Sa, si Raina kan juga pernah bilang kalo dia gasuka cowo yang terlalu ngejar gitu, dia mau yang pelan-pelan ga tergesa-gesa layaknya jadi teman tapi tau kalo sama-sama suka. Ya mungkin yang lo maksud itu Dewangga dan sekarang Dewangga hadir di hidup lo Ra." Seru Nana.

  "Mungkin saja kali ini Dewangga yang mau lo lepas dan biarin itu adalah seharusnya dipertahankan, diambil karna layak. Gimana kalo kehadirannya untuk memperhatikanmu dari hal-hal kecil ntah dari apapun itu tanpa harus berjumpa ataupun jumpa, yang selalu mengingat hal yang lo bicarakan padahal lo lupa pernah mengatakannya. Bagaimana jika dia adalah balasan perasaan tulus dari tulus yang pernah lo berikan kepada seseorang Rain?" Raina mematung, jantungnya seperti ikut berhenti kala mendengar kalimat akhir dari Marisa, hatinya seperti tersengat.

  "Kadang memang ada cowo kaya gitu Ra, suka diem-diem karena gamau ganggu," ujar Ayu. Nana dan lainnya mengangguk setuju, "masa lo ga pernah mengagumi seseorang sih Rain."

Raina menundukkan kepala sejenak, merasa semua perhatian tertuju padanya. Namun, tak bisa dipungkiri, ada sedikit rasa penasaran di dalam hatinya. Apa benar Dewangga menanyakan dirinya? Apa mungkin Dewangga menyimpan rasa padanya? Sore itu menjadi lebih hangat dengan candaan dan obrolan ringan mereka, sementara mereka terus berjalan meninggalkan kampus yang semakin sepi.

  Di malam yang tenang, Raina berbaring di ranjangnya, menatap langit-langit kamar yang gelap. Cahaya remang-remang dari lampu meja menciptakan bayangan lembut di sekelilingnya, mata Raina mulai tertutup, namun sebuah notif masuk.

Tring!

Raina mengambil benda pipih itu membaca pesan dari Rendi Kakak tingkatnya.

Kak Rendi Ketujur
| Dek
19:20

knp kak? |

| no ini ada ngechatmu?

no siapa itu kak? |

| Dewangga dek

Oo gd kak, knp emgny kak? |

| Engga dek, nanya aja soalnya Dewangga nanyainmu aja dek

Oo |

| Oke, makasih yo

Raina melempar benda pipih itu sembarangan matanya kembali memejam, namun tiba-tiba dia teringat suatu hal.

DEWANGGA?!
DEWANGGA MANA? JANGAN BILANG DEWANGGA YANG NOLONGIN BOTOL MINUM GW?!
JANGAN BILANG DEWANGGA ITU???

Raina mengacak-ngacak rambutnya, kenapa dia bisa lupa dengan Pria itu. Tapi nama Dewangga bukan hanya satu saja kan di kampus itu? Mungkin orang yang beda kali ya, gumam Raina berpikir positif.

  Ia memejamkan mata, berharap bisa segera terlelap. Namun, pikirannya berputar tak karuan, kembali pada obrolan sore tadi bersama teman-temannya. Kata-kata Marisa tiba-tiba muncul lagi di benaknya, "Bagaimana jika dia adalah balasan perasaan tulus dari tulus yang pernah lo berikan kepada seseorang."

  Raina menghela napas panjang, membuka matanya dan menatap langit-langit kamar. Rasa penasaran itu mulai merayap, perlahan mengganggu ketenangannya. Ia memutar posisi tubuhnya, mencoba mencari kenyamanan, tapi pikirannya terus-menerus kembali pada Dewangga. Ia mengingat pertemuan mereka di ruang rapat, tatapan Dewangga yang sejak awal sudah mencuri perhatiannya. Raina selalu berusaha menganggapnya biasa saja, namun entah kenapa hatinya mengajak untuk melinatkan Pria itu di dalamnya. Rasanya ingin sekali memberikan pesan pada nomor Dewangga yang diberikan Rendi padanya, namun tetap saja logika Raina lebih besar.

  Raina menutup wajahnya dengan bantal, mencoba mengusir pikiran-pikiran itu. Ia tahu, tak ada gunanya memikirkan hal ini terlalu dalam. Tapi tetap saja, semakin ia berusaha mengabaikannya, semakin pikirannya terperangkap dalam spekulasi yang tak berujung. Malam semakin larut, namun Raina masih terjaga, dengan pikiran yang terus berputar di sekitar Dewangga dan pertanyaan sederhana yang tiba-tiba membuat segalanya menjadi rumit.

♡♡♡
Kalo di posisi Raina kalian bakal ngelakuin apa kira-kira???

RAIN IN THE DARKNIGHT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang