21. All Of The Girls

29 0 0
                                    

  Jam istirahat tiba ditengah pusingnya mata kuliah yang sedang berjalan, namun beda halnya dengan Raina, Ayu, dan Riska masih sibuk dengan penelitian mereka. Mereka tampak serius, masing-masing tenggelam dalam tugas yang sudah menumpuk, terlalu fokus untuk menyadari bahwa waktu sudah berlalu dengan cepat. Raina sesekali menatap layar laptopnya, memeriksa data yang sedang ia analisis. Matanya sedikit lelah, namun semangatnya untuk menyelesaikan penelitian tetap kuat. Di sebelahnya, Ayu terlihat mengutak-atik peralatan di atas meja, sementara Riska sedang mencatat hasil pengamatan mereka dengan teliti.

Berbeda dengan mereka, Nana, Julia, dan Marisa sudah lebih dulu pergi meninggalkan kelas. Ketiganya tampaknya memilih untuk istirahat sejenak setelah menyelesaikan tugas lebih awal. Julia bahkan sempat mengirim pesan ke grup, mengajak Raina dan yang lainnya untuk bergabung makan siang di kantin, namun pesan itu hanya diabaikan karena kesibukan yang melanda.

  "Apasih anjir yang dikerjai mereka sampe lama gini!" Frustasi Nana yang sudah bosan menunggu.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Raina, Ayu, dan Riska terlihat berjalan menuju kantin. Nana, Julia, dan Marisa, yang sudah duduk santai di salah satu meja, langsung melambai saat melihat mereka bertiga muncul dari arah pintu masuk. Wajah-wajah mereka yang tadi dipenuhi dengan kelelahan kini sedikit lebih rileks, meski langkah mereka terlihat lambat dan lesu.

  "Hallo cantik-cantikku!" Sahut Ayu dengan jalan pententengan, "pasti kangen gw kan lo pada."

  "Lama banget anj," ujar mereka serentak pada Raina, Ayu, dan Riska yang menyengir kuda.


  "Gimanalah ya namanya juga kelas ambis sangkin ambisnya 1 kelas ulangan penelitian anjir!" Kesal Riska yang mengingat bagaimana ricuh kelasnya tadi pagi dikarenakan satu orang.

  "HAHAHA DEMI APA? ULANGAN ANJIR? APA YANG DIDAPATKAN DARI ULANGAN? HIDAYAH?" Nana tertawa puas melihat 3 temannya itu.

  "Iyala anjir hidayahlah yang di dapatkan. Hidayah nilai A," Riska menggertakkan giginya. "Untung ada nilai tambahan njir kalo ga dahlah azab gw buat Wilona muka caper itu gw pastiin gw jambak-jambak!"

  "Emang ceritanya gimana?"

Tiba-tiba saja Rendi menyaut dan bergabung ke meja 6 gadis itu disusul oleh Zaka. Ke-6 gadis itu hanya menatap satu sama lain, sejak kapan mereka jadi kompak gini?


Riska mengambil nafas panjang lalu menceritakan semua kejadian. "Gitu anjir," Riska mengipas-ngipaskan dirinya yang begitu panas. "Siapa yang ga panas coba cuma karena remot," Riska menyeruput minum dingin yang baru saja dipesannya.

"Jadi Wilona yang ngaduin kalian ke dosen cuma karena ketukar makalah?"

Tanya mereka serentak yang tak menyangka karena kesalahan sepele. Tapi jika menyangkut Pak Ariya setiap Mahasiswa-pun tau bagaimana beliau yang begitu killer terhadap Mahasiswa-Nya tanpa memandang bulu walau sepele sedikitpun tetaplah kesalahan di mata Pak Ariya.

  "Iya anjir cuma karena Farel salah ngasih makalah dikiranya kami semua kerja sama buat penelitian," Riska menatap tajam gadis di sebrang sana. "Tapi taula kalian cewe caper ini banyak gebrakannya karena ga pernah di pandang jadi dibesar-besarkan masalahnya sampai ke Pak Ariya."

  "Gw sih ngga kaget ya kalo Pak Ariya tapi yang menjijikannya disini tuh Wilona anjir mulutnya perlu dihajar. Udah muka jelek jangan hati juga jelek," tegas Nana di akhir kalimat agar Wilona di sebrang sana mendengarnya. "Udah item dekil hati busuk lengkap ya sallam, minimal kalau udah tau fisik jelek jangan sifat juga jelek jadinya gatau apa yang dipandang!" Tawa Nana di akhir membuat Riska senang.

  "Ga adek ga kakak sama-sama menjijikkan caper najis!"

SREK!

  "Apa lo bilang anjing?!"

Liona menjambak Riska tiba-tiba dari belakang sedangkan Riska dengan cepat menarik rambutnya. Tatapan Riska yang begitu mematikan serta kepalan tangannya yang siap kapan saja melempar pukulan pada Liona, namun dihadang oleh Rendi.

  "Emang benar kan anjing! Lo liat tingkah laku menjijikkan adek lo!" Desis Riska. "Udah tolol bego caper on top juara global muka buruk lagi," Riska tersenyum miring lalu meludahi muka Liona. "Najis!"

  "Anjing lo!"

Riska tertawa remeh melihat Liona yang dibawa pergi oleh Rendi.

  "Woi Wilona sini lo anjing!" Riska lari dengan cepat saat Wilona lari dari pandangannya, namun Riska lebih cepat menarik Wilona lalu menjambaknya seperti yang dilakukan oleh Kakaknya. "Nangis lo anjing! Nangis!" Ujar Riska yang begitu puas melihat Wilona kesakitan. Jika tadi Liona banyak yang menghadangi beda halnya dengan Wilona adiknya Liona. Mereka hanya menyaksikan bagaimana Riska menyeret paksa Wilona, untuk pertama kalinya Riska menyiksa seseorang dan semua tau itu. Riska tidak suka mencari keributan, namun jika ada yang mengusiknya maka nasibnya akan sama seperti Wilona.


  "Jangan kaku asikin aja ege!" Ujar Riska menatap kerumunan yang hanya diam saja menatap Wilona dan dirinya.

  "Hiks... Ris lepas...." Wilona sekuat tenaga melepaskan tangan Riska dari rambutnya, namun tak bisa.

Lirih Wilona menjadi alunan kesukaan Riska. Dirinya semakin kuat menarik rambut Wilona, "mampus lu anjing! Rasain!" Riska tertawa puas.

  "Riska udah."

Riska melepas jambakan itu dengan kesal, jika bukan karena Raina tidak ada kata ampun pada dirinya. "Ga asik ah Rain baru aja dimulai," Riska mengempoutkan bibirnya.

  "Cabut lo Wilona."

Riska menatap kesal pada Raina. "Kenapa lo suruh cabut sih?!" Raina hening lalu berjalan pergi dari kerumunan.

  "Kenapa sama Raina?"

  "Lagi sensi mungkin karena Dewangga lagi jauh."

Mereka hanya menatap kepergian Raina yang tiba-tiba, sedangkan Raina berjalan cepat menuju kelas sebrang. Namun, langkahnya berhenti saat Wilona muncul di hadapannya.

  "Minggir," ucap Raina dengan suara datar. Wilona menunduk, "terima kasih." Raina menaikkan satu alisnya, "buat apa?" Wilona tersenyum kecil, " karena udah belain gue." Raina tertawa keras begitu lucu mendengarkan perkataan yang barusan dibilang oleh gadis itu, Wilona yang tadinya tersenyum lebar kini senyumnya pudar. "Ngebelain lo sama aja gue dukung para bedebah tikus di negara ini," Raina mendekat dan membisik. "Gw belain teman gue karena tangan mereka terlalu suci buat ngotorin lo," setelah mengatakan itu Raina pergi.

————Rain In The Darknight

RAIN IN THE DARKNIGHT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang