Bab 1: Kehidupan Duke

279 21 0
                                    

Duke Gabriel John Morgan adalah sosok yang terkenal di seluruh kerajaan, dikenal bukan hanya karena kekayaannya yang melimpah, tetapi juga karena statusnya sebagai satu-satunya pewaris gelar duke dari keluarganya. Namun, di balik penampilan menawan dan kekuatan yang diharapkan dari seorang duke, ada kerapuhan yang mendalam: kesehatan Gabriel yang lemah.

Gabriel, berusia dua puluh delapan tahun, memiliki wajah yang tampan dengan fitur tajam—rambut hitam legamnya, hidung yang tegak, rahang yang tegas, dan mata sebiru laut yang sering kali terlihat tajam dan penuh kemarahan. Namun, di balik mata itu, ada ketakutan yang mendalam. Setiap kali dia terbangun dari tidur malam yang gelisah, rasa sakit menggerogoti tubuhnya dan mengingatkannya akan keterbatasannya.

Duke Gabriel John Morgan terbaring di atas ranjang megah yang pernah menjadi simbol kekuasaan dan kemakmuran keluarganya, tetapi sekarang hanya menjadi penjara bagi tubuhnya yang rapuh. Kamar tidur besar yang dipenuhi ukiran emas dan dinding yang dihiasi dengan lambang keluarga Morgan terasa lebih seperti ruang penyiksaan daripada tempat perlindungan. Gabriel, dengan tubuh yang semakin kurus dan pucat, hanya bisa memandang keluar jendela besar yang memperlihatkan bentangan tanah luas milik keluarganya. Tanah itu seolah mengolok-oloknya, mengingatkannya akan betapa besar tanggung jawab yang menunggunya, namun betapa tak berdayanya dia dalam melaksanakan tugas itu.

Setiap napas yang diambilnya seakan dipenuhi oleh rasa sakit yang menusuk. Tulang-tulangnya terasa seolah pecah di dalam tubuhnya, sementara otot-ototnya terus-menerus berdenyut dalam penderitaan yang tidak pernah ada akhirnya. Dia merasakan setiap detik, setiap menit, seolah-olah waktu memperpanjang penderitaannya secara perlahan dan tanpa ampun. Rasa sakit itu begitu mendalam, hingga kadang-kadang Gabriel merasa seperti seluruh tubuhnya dikuasai oleh api yang membara di dalam dirinya. Sering kali, bahkan hanya untuk menggerakkan jarinya terasa seperti tugas yang tidak mungkin dilakukan.

Nyeri yang dia rasakan begitu intens, sering kali dimulai dari punggung bagian bawah, menjalar ke tulang belakang, dan menyebar ke seluruh tubuhnya. Setiap napas terasa menyakitkan, seakan paru-parunya menolak bekerja sama dengan tubuh yang melemah. Ada kalanya jantungnya berdegup terlalu cepat, hampir seperti mencoba melarikan diri dari dadanya sendiri. Di lain waktu, detaknya terlalu lambat, membuat Gabriel merasa seolah dia hampir tidak bisa bernafas, seolah-olah udara yang dia hirup tidak cukup untuk mengisi paru-parunya.

Di saat-saat terburuknya, Gabriel merasakan sesak yang amat sangat di dadanya, seolah jantungnya sendiri sedang memberontak melawan tubuhnya. Napasnya menjadi pendek dan terengah-engah, seakan-akan paru-parunya menolak bekerja dengan benar. Detak jantungnya, terkadang terlalu cepat seperti hendak meledak, terkadang terlalu lambat hingga membuat Gabriel merasa seolah-olah nyawanya perlahan-lahan meninggalkannya. Pada saat-saat seperti itu, pikiran gelap sering datang menghantuinya.

"Mungkin lebih baik jika semuanya berakhir sekarang," pikir Gabriel dalam hati, saat tubuhnya tersiksa di ambang batas kemampuannya untuk menahan rasa sakit.

Penyakit yang diderita Gabriel bukanlah penyakit biasa. Tidak ada nama yang jelas untuk kondisi yang ia alami, tetapi gejala-gejalanya luar biasa menyiksa. Setiap pagi, Gabriel bangun dengan tubuh yang terasa seolah-olah baru saja mengalami pertempuran berat. Persendian dan otot-ototnya seakan-akan membatu, kaku dan nyeri pada setiap gerakan yang dia coba lakukan. Tulang-tulangnya seperti retak saat dia hanya mencoba untuk duduk tegak di ranjangnya.

Namun, Gabriel bukanlah seorang pria yang mudah menyerah, dan inilah yang menambah penderitaannya. Dia tahu bahwa dirinya adalah satu-satunya pewaris keluarga Morgan, satu-satunya yang tersisa untuk meneruskan garis keturunan bangsawan ini.

"Seorang Morgan tidak boleh lemah," suara ayahnya, Duke Edward, masih terngiang di kepalanya.

"Kita adalah pemimpin. Kita adalah kekuatan yang menjaga kerajaan ini tetap berdiri." Tetapi apa gunanya kekuatan itu sekarang? Gabriel hanya merasa semakin kecil dan semakin tidak berdaya di dalam tubuhnya sendiri.

Cinta dan Kesabaran di Antara SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang