Bab 4: Sifat Kasar Gabriel

108 10 0
                                    

Kehidupan Duke Gabriel John Morgan dipenuhi dengan sorotan kemewahan dan kekuasaan, namun di balik penampilan luar yang megah itu tersimpan ketidakpastian dan kepedihan yang mendalam. Seiring waktu berlalu, Gabriel merasakan dampak dari sakit yang terus menggerogoti tubuhnya. Dia merasa terjebak dalam tubuh yang lemah, dan keadaan itu memicu sisi gelap dalam dirinya yang selama ini terpendam. Sifat kasar dan egoisnya mulai muncul ke permukaan, terutama ketika keputusasaannya mencapai puncaknya.

Suatu pagi, setelah seminggu menjalani pengobatan bersama Lily, Gabriel terbangun dengan rasa sakit yang menyengat di seluruh tubuhnya. Setiap tarikan napas terasa berat, seolah ada beban berat yang mengikat dadanya. Jantungnya berdebar kencang, memancarkan rasa sakit yang seperti ditusuk-tusuk, dan keringat dingin membasahi pelipisnya. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong, berusaha mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi hari ini. 

Ketidaknyamanan yang luar biasa menyelimuti setiap sendi dan ototnya, membuatnya merasa seolah seluruh tubuhnya terikat dengan rantai besi. Bahkan untuk menggerakkan lengan atau kaki terasa seperti tantangan yang mustahil. Nyeri tumpul menghantam bagian punggungnya, seperti gelombang badai yang tidak berujung, memaksa Gabriel untuk berjuang keras hanya untuk bisa duduk di tepi ranjang. Tubuhnya terasa lemah dan tak berdaya, sementara rasa frustasi berkelindan di dalam pikiran. Suhu tubuhnya kembali naik, dan saat dia mencoba bangkit dari ranjang, pusing menyergapnya, membuatnya terpaksa terjatuh kembali.

Frustrasi melanda dirinya ketika dia menyadari bahwa dia masih terjebak dalam kondisi yang sama. Hatinya dipenuhi dengan kemarahan, dan tanpa berpikir panjang, dia menyalurkan semua kemarahan itu kepada orang yang paling dekat dengannya saat itu—Lily Abigail.

Ketika Lily memasuki ruangan dengan senyuman cerah, harapannya untuk melihat Gabriel lebih baik langsung sirna saat dia menyaksikan ekspresi kesakitan di wajah Gabriel. "yang Mulia Duke Gabriel, bagaimana perasaan Anda hari ini?" tanyanya, mencoba menjaga nada suaranya tetap lembut meskipun merasakan ketegangan di udara.

"Bagaimana perasaanku? Apakah kamu tidak bisa melihatnya? Aku merasa seperti orang yang terkurung dalam tubuh yang lemah!" Gabriel berteriak, suaranya bergema di seluruh ruangan. Dia menggertakkan giginya, wajahnya berkerut akibat rasa sakit yang menyengat, tetapi kemarahan yang meluap-luap itu membuatnya tampak lebih garang. 

Dia merasakan panas yang menyengat di pipinya, seolah seluruh tubuhnya terpaksa menahan beban yang tak tertahankan. Rasa sakit itu merambat dari dadanya hingga ke seluruh tubuhnya, menyebabkan setiap gerakan terasa menyakitkan. Dia merasa seperti terkurung dalam tubuh yang tidak lagi mendengarkan perintahnya. Tubuhnya seakan menjadi musuh, menyakiti setiap kali dia mencoba bangkit.

Lily terdiam sejenak, terkejut oleh reaksi mendadak Gabriel. Dia sudah mempersiapkan diri untuk memberikan dukungan, tetapi sekarang, dia dihadapkan pada kemarahan yang tidak terduga. Meskipun rasa sakit yang dialami Gabriel sangat nyata, Lily merasa perlu untuk tetap tenang. "Saya mengerti bahwa Anda merasa frustrasi, Yang Mulia. Namun, berteriak pada saya tidak akan membantu," jawabnya dengan suara lembut, berusaha mengembalikan suasana.

Gabriel menatap Lily dengan tatapan tajam, tidak mampu menahan amarahnya. "Apa kamu tahu apa yang aku rasakan? Aku bukan hanya sakit, tetapi juga merasa tidak berdaya! Seharusnya kau bisa melakukan lebih baik daripada ini!" Dia merasakan ketidak berdayaan merasuk ke dalam dirinya, dan untuk menutupi perasaan tersebut, dia melampiaskannya kepada Lily.

"Duke Gabriel, saya di sini untuk membantu Anda. Saya melakukan yang terbaik untuk merawat Anda," ucap Lily, nada suaranya masih penuh pengertian meskipun hatinya tersakiti oleh kata-kata Gabriel. Dia tidak dapat memahami mengapa seorang pria yang biasanya terhormat seperti Gabriel bisa bersikap demikian. Dia tahu bahwa rasa sakit sering kali membawa orang pada perilaku yang tidak terduga.

Cinta dan Kesabaran di Antara SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang