Malam itu, angin dingin berhembus lembut, memasuki jendela kamar Gabriel yang terbuka sedikit. Suasana tenang itu segera terganggu ketika pintu kayu terbuka, dan Duke Terdahulu Alistair Morgan memasuki ruangan. Gabriel terbaring di ranjang, tubuhnya lemah dan tak berdaya. Namun, saat melihat sosok ayahnya, perasaan campur aduk muncul dalam hatinya—antara rasa takut, harapan, dan kemarahan.
Duke Terdahulu Alistair berdiri di depan Gabriel, menatap putranya yang terkulai. Wajahnya tegas, namun ada kerutan kekhawatiran yang tak bisa disembunyikan. "Gabriel," suara ayahnya dalam nada datar, tetapi ada getaran ketidakpuasan di dalamnya. "Kau harus bangkit. Waktunya untuk berhenti terbaring di sini."
Gabriel mengerang pelan, merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Mengumpulkan tenaga, ia mencoba untuk berbicara meskipun suara yang keluar nyaris terdengar lemah. "Ayah... aku tidak bisa. Tubuhku... tidak membiarkan aku melakukan itu."
"Tidak ada waktu untuk lemah, Gabriel!" suara Duke Terdahulu Alistair meninggi, penuh emosi yang terpendam. "Kau adalah pewaris dari House Morgan! Kau harus menjadi pemimpin yang kuat, seperti yang diharapkan setiap orang. Seperti yang aku harapkan."
Gabriel merasakan denyut kemarahan menyelusup ke dalam dirinya. Rasa sakit yang ia alami seolah berganti menjadi amarah. Ia ingin berteriak, untuk mengatakan kepada ayahnya bahwa ia sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi kata-kata itu tertahan di tenggorokannya. "Apakah kau tidak mengerti, Ayah? Aku sudah berusaha, tetapi aku tidak seperti yang kau harapkan!"
Duke Terdahulu Alistair mengerutkan alisnya, tampak terkejut oleh pernyataan putranya. Namun, kemarahan dalam dirinya seolah tak bisa dipadamkan. "Kau harus bertanggung jawab, Gabriel! Seluruh wilayah ini bergantung padamu. Bagaimana mungkin kau bisa memimpin jika kau terus terbaring lemah seperti ini?"
Suasana di dalam ruangan menjadi semakin tegang. Gabriel bisa merasakan setiap kata yang diucapkan ayahnya seperti pedang yang menusuk. Rasanya, ayahnya tidak pernah melihat dia sebagai anaknya, tetapi sebagai alat untuk mencapai ambisi yang lebih besar. "Kau tidak peduli padaku. Yang kau inginkan hanyalah pewaris yang sempurna," Gabriel menjawab, suaranya semakin meninggi.
Duke Terdahulu Alistair terdiam sejenak, mengamati wajah putranya yang penuh emosi. Dalam hatinya, ada keraguan yang mulai tumbuh. Dia tidak pernah ingin membuat Gabriel merasa seperti itu, tetapi tekanan dari sekelilingnya—dari para bangsawan, dari sejarah keluarganya—membuatnya merasa bahwa dia harus menuntut yang terbaik dari putranya. "Aku hanya ingin kau menjadi yang terbaik, Gabriel. Aku ingin kau bisa bertahan, untuk kerajaan ini."
Mendengar kata-kata ayahnya, Gabriel merasakan kesedihan yang dalam. Setiap kalimat yang diucapkan Duke Terdahulu Alistair terasa seperti pengabaian. Ia ingin ayahnya melihat betapa sulitnya menjadi dirinya. Namun, dalam benak Duke Terdahulu Alistair, semua yang ia lakukan adalah untuk melindungi dan mempersiapkan Gabriel menghadapi dunia yang keras.
"Ketika aku seumuranmu, aku sudah memimpin pasukan, menghadapi musuh yang jauh lebih kuat dari kami. Dan sekarang, aku ingin kau bisa melakukan hal yang sama." Suara Duke Terdahulu Alistair terdengar penuh harapan dan determinasi. Dia merasa seolah-olah semua harapannya terletak pada bahu Gabriel. Di dalam hatinya, dia mencintai putranya, tetapi rasa cintanya terperangkap dalam ekspektasi dan keinginan untuk menjaga kehormatan keluarganya.
"Kau tidak memahami apa yang aku rasakan, Ayah!" Gabriel akhirnya melanjutkan, suaranya kini dipenuhi dengan air mata yang tertahan. "Aku hanya ingin diterima apa adanya. Aku bukan monster yang bisa kau latih seperti hewan peliharaan. Aku... aku hanya ingin menjadi diriku sendiri!"
Duke Terdahulu Alistair terdiam, merasakan beban kata-kata Gabriel menekan hatinya. Sejenak, ia merasa terasing, seolah-olah putranya berbicara dari jurang yang dalam. Alistair menyadari bahwa mungkin, dalam upayanya untuk membentuk Gabriel menjadi pemimpin, ia telah kehilangan koneksi sebagai ayah. Rasa sakit dan kesedihan di mata putranya membuat hatinya bergetar.
![](https://img.wattpad.com/cover/376670079-288-k432769.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dan Kesabaran di Antara Sakit
Fiction HistoriqueDuke Gabriel John Morgan, pewaris tunggal keluarga Morgan, hidup dikelilingi kemewahan namun menderita karena tubuhnya yang sering sakit-sakitan. Sikapnya yang keras dan penuh amarah lahir dari rasa tidak berdaya menghadapi penyakit yang terus-mener...