Meskipun kesehatan Gabriel mulai membaik, ketegangan dalam keluarga Morgan semakin terasa, terutama setelah kunjungan para dewan tetua. Mereka terus mendesak Duke Alistair untuk segera menyerahkan kendali penuh dukedom kepada Gabriel. Bagi mereka, status dan stabilitas kerajaan jauh lebih penting daripada kesehatan pribadi Gabriel.
Di kamar utama kastil, Duke Alistair dan Duchess Eleanor duduk disamping ranjang Gabriel , mendiskusikan masa depan dukedom. Meskipun mereka telah mengalami momen kedekatan emosional baru-baru ini, ada awan gelap ketegangan yang terus menggantung di antara mereka. Setiap kali nama para dewan tetua disebutkan, Gabriel merasa dadanya berat, seperti ditusuk oleh harapan yang dia tahu sulit untuk dipenuhi.
"Gabriel," kata Duke Alistair dengan suara tegas namun penuh perhatian, "Ayah tahu ini berat, dan kita sudah pernah membahasnya sebelumnya. Tetapi para dewan tetua terus mendesak. Mereka menuntut jawaban. Mereka ingin kepastian kapan kamu akan mengambil alih."
Gabriel terdiam, merasa terpojok. Pikirannya masih kacau dari kondisi kesehatannya yang belum pulih sepenuhnya. Tubuhnya masih terasa lemah, dan meskipun lonjakan energi telah terkendali berkat bantuan Penyihir Agung Rufus, tubuhnya belum mampu menghadapi tugas berat sebagai seorang pemimpin.
"Ayah," Gabriel berbicara perlahan, menahan emosi yang mulai memuncak, "aku belum siap. Fisikku masih lemah, dan kalian tahu itu. Tidak bisakah mereka menunggu?"
Duchess Eleanor menatap Gabriel dengan penuh rasa sayang, merasa bingung antara ingin melindungi putranya dan memahami tanggung jawab besar yang ada di pundak mereka sebagai keluarga bangsawan. "Mereka hanya memikirkan stabilitas wilayah, sayang. Terkadang, mereka buta terhadap keadaan pribadi kita."
Namun, Gabriel merasa tidak puas dengan jawaban itu. Di dalam hatinya, ada kemarahan dan rasa ketidakadilan. "Apakah aku hanya sebuah simbol bagi mereka?" suaranya mulai bergetar. "Tidak bisakah mereka melihat bahwa aku sedang berusaha pulih? Kenapa mereka harus memaksakan semuanya?"
Duke Alistair mencoba menenangkan situasi, tetapi kata-katanya malah memperburuk suasana. "Ini bukan tentang memaksa, Gabriel. Ini tentang tanggung jawab kita terhadap rakyat. Aku tahu kamu lemah sekarang, tetapi waktu terus berjalan. Mereka tidak akan menunggu selamanya."
Gabriel merasa marah. "Selalu tentang tanggung jawab dan kekuasaan! Tapi apa gunanya jika aku bahkan tidak bisa mengurus diriku sendiri? Apa kalian lebih memilih aku mati di singgasana daripada sembuh terlebih dahulu?"
Duchess Eleanor maju, menyentuh lengan Gabriel, tetapi Gabriel menarik tangannya, tidak ingin disentuh saat ini. "Gabriel, kami tidak ingin menekanmu. Kami hanya ingin..."
"Aku tahu apa yang kalian inginkan," potong Gabriel, suaranya dingin. "Kalian ingin aku menjadi pewaris yang sempurna, meskipun aku belum siap. Kalian semua hanya memikirkan apa yang orang lain pikirkan, apa yang para dewan tetua inginkan, bukan apa yang aku rasakan."
Suasana menjadi sangat tegang. Ada keheningan yang menyakitkan setelah kata-kata Gabriel meluncur keluar. Duchess Eleanor menundukkan kepala, sementara Duke Alistair hanya bisa menghela napas panjang.
"Anakku," akhirnya Duke Alistair berbicara dengan nada yang lebih lembut, "kami peduli padamu. Dan tidak ada yang ingin memaksamu. Tapi kita tidak bisa berpura-pura bahwa tanggung jawab besar ini bisa diabaikan."
Gabriel merasa kepalanya berdenyut. Semua tekanan, harapan, dan tanggung jawab yang digantungkan padanya membuatnya merasa semakin tak berdaya. Seluruh tubuhnya terasa berat, dan pikiran tentang bagaimana dia harus menjadi pemimpin yang kuat sementara kesehatannya masih belum stabil terus mengganggunya.
Di dalam benaknya, Gabriel tahu bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar keinginan keluarganya atau para dewan tetua. Ini tentang dirinya—tentang apakah dia bisa menghadapi kenyataan bahwa dia mungkin tidak pernah sepenuhnya pulih. Sifat kerasnya, emosinya, semuanya mencerminkan ketakutan mendalam akan kegagalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dan Kesabaran di Antara Sakit
Historical FictionDuke Gabriel John Morgan, pewaris tunggal keluarga Morgan, hidup dikelilingi kemewahan namun menderita karena tubuhnya yang sering sakit-sakitan. Sikapnya yang keras dan penuh amarah lahir dari rasa tidak berdaya menghadapi penyakit yang terus-mener...