41. Butuh Dekapan Hangat

2 0 0
                                    

◖mellowfly◗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

◖mellowfly◗

Walau tadi pagi sempat terkejut melihat Yudinata memberikan nomor ponselnya kepada Kalea, Cindy tak begitu ambil pusing setelahnya. Karena seperti biasa, Yudinata selalu mengajaknya ke tempat baru yang memiliki makna bagi cowok itu.

Dia mengajak Cindy ke toko yang menjual berbagai peralatan melukis lengkap. Jaraknya memang agak jauh. Letaknya juga tak begitu strategis dan pengunjungnya cukup sepi.

Mungkin karena hampir jauh dari pusat kota. Tapi, mereka mendapatkan bonus pemandangan yang indah. Selain menyuguhkan pemandangan menyejukkan karena terletak tak jauh dari danau asri, bangunan toko itu sendiri unik dan klasik.

"Kebetulan cat sama kanvas gue lagi habis. Nggak masalah, kan, nemenin gue?" tanya Yudinata untuk kesekian kali.

Cindy mengangguk diiringi senyuman. "Iya, nggak masalah. Tapi nanti setelah ini, kita boleh mampir dulu nggak ke danau di belakang sana?" tanya Cindy berharap diiyakan.

Tentu saja Yudinata menyetujuinya. Ia malah senang. "Boleh, ke mana pun yang lo mau, gue jabanin," katanya mampu menciptakan kemerahan di wajah Cindy.

"Tumben bawa temen, Nak? Biasanya sendiri."

Kepala kedua manusia itu menoleh ke lelaki paruh baya yang menghampiri mereka. Keduanya tersenyum. Yudinata mengangguk pelan.

"Iya, Pak, soalnya baru ketemu yang juga tertarik sama hal-hal berbau seni," jawab Yudinata membuat bapak itu mengangguk paham.

"Wahh, bagus deh. Temen satu sekolah?"

"Hahaha, iya, Pak."

Setelah perbincangan singkat itu, Bapak toko lanjut melayani beberapa pelanggan yang baru masuk. Sedangkan Yudinata kembali memilih-milih barang yang mau dia beli.

Cindy hanya membuntuti dari belakang, sambil melihat-lihat. Sesekali Yudinata mengajaknya mengobrol, dia juga seringkali bertanya mengenai apa yang belum dia mengerti.

Misal jenis kanvas dan kertas. Apa saja kelebihan dan kekurangannya. Dan banyak lagi.

Karena Cindy tipe orang yang selalu ingin tahu, apalagi jika sesuatu itu menyenangkan untuk dia pelajari. Nah, jika sudah begitu, Yudinata akan menjadi banyak bicara dibuatnya.

"Kira-kira, kalau gue belajar lukis sekarang. Masih bisa nggak?" tanya Cindy pada akhirnya. Dia terlalu bersemangat dan penasaran. Bagaimana rasanya bisa melukis? Dan yang terpenting, bagaimana perasaan kita setelahnya?

Yudinata memandangnya serius. "Bisa banget, selagi lo ada niat untuk belajar. Nggak ada kata terlambat," dia tersenyum tipis. "Nanti gue yang ajarin. Sebisa gue."

Senyum Cindy semakin mengembang mendengarnya. "Seriusan?? Jangan PHP, ya? Awas aja." Yudinata mengangguk.

"Seriusan ini?? Bohong nggak??"

Datanglah Lain HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang