01. Pandangan Pertama.

11 2 0
                                    

Selamat membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Selamat membaca...

◖mellowfly◗

Waktu terus saja berlalu, berlalu hingga Cindy tak begitu mengingat kejadian yang dia alami satu tahun terakhir. Ia menjalani hari seperti biasanya. Situasi tak mengenakkan itu pasti akan segera berlalu, kemudian membaik seiring berjalan waktu.

Sekarang semua sudah baik-baik saja.

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah berakhirnya semester ganjil. Tak ada aksi belajar mengajar. Tapi para siswa di perintahkan untuk membersihkan kelas masing-masing, yang beberapa menit lalu di umumkan dari speaker.

Jadi saat ini para siswa sedang sibuk-sibuknya bebersih di dalam dan di depan kelas mereka. Dari menyapu lantai yang sudah berdebu, mengepel, kemudian mengelap jendela hingga benar-benar bersih.

Kelas Xl IPS 1 terdengar riuh dari luar, siswanya yang tak henti-henti bercanda sampai memukul meja sebagai ganti gendang, karena di saat yang bersamaan mereka mengadakan konser dadakan.

“Ribut banget anjir! Pelanin woi suara kalian! “ teriak wakil ketua kelas bernama Vanessa, yang terlihat lelah menghadapi teman-temannya yang tak bisa di atur.

“Percuma lo teriak, Ness, nggak akan di denger. “ Asep angkat suara. Dan itu membuat Vanessa menatapnya tajam. “Lo harusnya sebagai ketua kelas tegas dong!”

“Heyo wasap pesbuk instagram, “salah satu laki-laki dengan penampilan acak-acakan bernama Jian itu mengangkat tangannya penuh percaya diri.

Dia memegang sapu dan diarahkan ke mulutnya hingga perhatian teman-teman yang lain tertuju padanya.

“Netes banyune kendi, mariadi tak fotocopy,”

“IHIK IHIK!” sahut yang lain.

“Modele koyo asli, bedone emprite mini. “

“Yan! Wedus kentir, Yan! Wedus kentir!” pinta Altof sambil memegang ponselnya yang kameranya diarahkan ke Jian. Apa lagi, tentu cowok itu sedang memvideokannya.

“Oke, oke. Sebentar, Nan mintol ambilin air dong, haus ni,” dia menunjuk Hanan yang sedang asik-asik memainkan ponselnya.

Cowok dengan perawakan tegap itu berdecak sebal, namun tetap mengambilkan Jian air minumnya. “Lo tuh kayak orang gila tau, dari pada sekolah mending lo berobat,” selorohnya sambil menyodorkan Jian air.

Akan tetapi Jian sudah biasa mendengar kalimat itu keluar, jadi ia biasa saja. “Pantat lo kelap kelip.” Jian telah usai minum tepat di saat Hanan berlalu.

Datanglah Lain HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang