Bab 22

498 74 9
                                    


Kondisi mual dan muntah saat masa kehamilan awal memang sangat mengganggu, apalagi Nana termasuk wanita yang sangat tidak suka dengan kondisi lemah, maka dari itu sekarang dia menjadi sangat stress menghadapi kondisinya sendiri.

Setelah muntah di pangkuan Jeno tadi pagi, kini Nana merasakan mual lagi selesai ia menjejalkan sarapan ke mulutnya. Wanita itu berdiri di depan cermin yang ada di dalam kamar mandinya, menatap betapa pucat wajahnya.

"Sial! kenapa aku harus mengalami hal seperti ini sekarang? kenapa aku harus hamil anaknya?!" kesal Nana sembari menggebrak washtavel yang ada di hadapannya.

Perlahan tubuhnya merosot ke lantai, tanpa sadar ia menangis kala membayangkan akan seperti apa kehidupannya mulai saat ini. Impian bebas dari keluarga Lee seakan telah hancur.
Meski dia telah berhasil menjadikan Jeno budaknya saat ini, namun tetap saja itu tidak akan mengubah fakta bahwa dia dan Jeno akan tetap punya keterikatan yang kemungkinan tak akan pernah putus, yakni calon anak mereka yang kini ada di perut Nana.

Nana meremas perutnya. Pikirannya menjadi sangat kacau akibat kenyataan yang harus ia hadapi sekarang. Sejak lama dia ingin lepas dari pernikahan tak bahagianya dengan Jeno, tapi kini dia justru tak bisa lepas dari pria itu.
"Sialan! kenapa kau malah berada di dalam perutku padahal aku tidak menginginkanmu!" Satu tangan Nana terangkat ke atas, maksud hati ingin memukul perutnya dengan keras, namun itu terhenti karena sekarang dia mengingat sesuatu yang pernah ia katakan pada Jeno.

Flashback

Malam itu Jeno dan Nana baru saja selesai bergumul di atas kasur. Tubuh Jeno dengan hangatnya mendekap tubuh lembut Nana, namun mereka tidak dalam keadaan tidur, melainkan sedang berbincang tentang sesuatu.

"Oppa, apa kau berniat punya anak denganku?" tanya Nana tiba-tiba.
Jeno yang sedang tenggelam di ceruk leher Nana pun mengangkat alisnya.
"Hm? anak?"

"Iya, bukankah kita seharusnya memikirkan soal itu saat usia pernikahan kita cukup lama?"

Jeno tampak berpikir keras, sebab keputusan ini tentu tidak main-main untuknya. Memiliki anak dengan Nana, itu sama saja mengikat hidupnya sendiri dengan wanita itu.

"Hmm... kau sendiri bagaimana? apa kau ingin melahirkan anakku?" Dengan ragu Jeno bertanya.

Tanpa pikir panjang, Nana langsung mengangguk.
"Tentu saja oppa, aku ingin menjadi istrimu selamanya. Kelak jika anak kita nanti laki-laki, aku yakin dia akan sangat tampan dan baik hati sepertimu."

Jeno mengerutkan dahinya, itu memang terlalu berlebihan untuknya.
"Hmm... benarkah? tapi apa kau tidak ingin memikirkannya lagi? jika kau punya anak, kau akan kehilangan kebebasanmu, kau harus selalu ada di sisinya dan mungkin itu akan sangat menguras tenagamu."

"Gwenchana... aku ingin melahirkan keturunan untukmu, karena dengan cara seperti itu aku rasa kita tidak akan pernah berpisah, selamanya."

Jeno tersenyum kikuk saat mendengarnya.
"Yah bisa jadi, hehe..."

"Kalau begitu ayo kita punya anak, jangan menggunakan pengaman lagi saat berhubungan, aku ingin segera hamil." dengan tanpa menunggu jawaban Jeno lagi, Nana langsung mencium bibir Jeno, membuat sang suami kembali birahi dan akhirnya mereka melakukan hal itu lagi hingga pukul tiga pagi.

Flashback off

Nana semakin merasa frustrasi dengan ingatan yang menurutnya sangat menjijikan itu.
"Ini semua karena si brengsek itu, tidak! aku tidak akan melahirkan anaknya, aku tidak mau!" tanpa pikir apa-apa lagi, Nana lekas memukuli perutnya dengan keras hingga dirinya juga merintih kesakitan sambil menangis.

Namun hal itu terdengar oleh seorang asisten rumah tangga, lekas saja wanita asisten rumah tangga itu masuk ke dalam kamar mandi Nana yang pintunya hanya terbuka sedikit, dan ia segera menahan Nana agar tidak memukuli perutnya lagi.

SORRY HEART [NOMIN GS🔞]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang