Bab 3

938 84 9
                                    


~Sorry Heart~

Tubuh Jeno mematung di tempatnya kala Nana menikmati ciuman di bibirnya, sampai akhirnya Nana melepaskan ciuman itu pun Jeno masih membeku.
Pikirannya melayang entah kemana saat dengan jelas ia bisa merasakan sentuhan bibir Nana yang begitu lembut, sedikit basah dan terasa hangat. Pria itu terdiam layaknya seorang pemuda polos yang baru pertama kali dicium oleh seorang gadis.

Dan karena Jeno hanya diam tak membalas ciumannya, Nana pun merasa agak heran, dahi wanita itu merengut bertanya-tanya.
"Yeobo?!" panggil Nana, namun yang dipanggilnya sekarang tak bergeming sama sekali, hingga Nana menggenggam punggung tangan Jeno, barulah pria itu bisa mengedipkan matanya sambil menarik napasnya dalam-dalam.

Dalam benaknya Jeno masih tak percaya kalau barusan bibirnya baru saja dimanjakan oleh ciuman hangat dari wanita yang selama ini selalu mengutuknya.

"O-oh! emh... se-sebaiknya aku panggil dokter dulu untuk memeriksa keadaanmu-" Kala Jeno hendak berbalik, Nana dengan spontanitas memeluk punggung pria itu dengan erat.

"Yeobo! maaf kalau keadaanku harus begini, tapi aku janji, aku akan secepatnya mengingat semua kenangan tentang kita." pernyataan dari Nana itu membuat mimik wajah Jeno jadi berubah setengah merengek, pasalnya hal ini memang sangat membingungkan untuknya.

Kemudian Jeno berbalik dan menyematkan senyuman canggung di bibirnya untuk Nana.
"I-iya, aku paham. K-kau tidak perlu terburu-buru, santai saja... he... he... A-aku sama sekali tidak mempermasalahkan kondisimu, jadi k-kau tidak perlu khawatir..." Jelas Jeno sembari perlahan melepaskan pelukan Nana di tubuhnya dan membimbing Nana untuk kembali rebahan di kasur.

Nana yang berpikir kalau Jeno memang sebaik itu pun mengangguk.
"Baiklah, gomawo, tapi..."

"Hm? tapi kenapa?"

"Tapi sejak awal aku sadar, kau belum menjawab pertanyaanku, yeobo."

"Pertanyaan?" pekik Jeno, karena otaknya terlalu sibuk mencerna keadaan Jeno sampai bingung dan kerap tak memerhatikan perkataan Nana sama sekali.

Nana mengangguk lagi.
"Hm! Pertanyaanku soal, apakah kita sudah punya anak?"

Mendengar pertanyaan itu Jeno sontak membesarkan matanya dan dia baru ingat kalau saat pertama Nana sadar dan dia bohongi, wanita itu memang bertanya tentang hal tersebut.

"Hmm, anak? oh... kita belum punya anak, kau tenang saja, hehe..."

Tapi bukannya membalas tawa konyol Jeno, raut wajah Nana malah tampak murung sekarang.
"E-eh kenapa?" tanya Jeno heran.

"Kau bilang kita sudah satu tahun menikah, tapi kita belum punya anak, apakah pernikahan kita benar-benar bahagia, yeobo? bukankah seharusnya kita sudah punya anak?"

Benar juga, ini semua berkat bualan Jeno yang berlebihan. Sekarang dia jadi bingung sendiri, apa yang harus ia katakan pada Nana agar wanita itu bisa paham.

"Aigoo... kau ini berpikir terlalu banyak, tentu saja pernikahan kita sangat bahagia, Na. Hanya saja mungkin Tuhan belum memberi kita kepercayaan saja, makanya kau belum hamil sampai sekarang."

"Benarkah? lalu apakah aku pernah hamil?"

Tentu Jeno akan menggelengkan kepalanya, karena jangankan hamil dari hasil hubungan badan bersama Jeno, disentuh sedikit saja Nana akan mengamuk. Jadi meskipun dalam benak Jeno pernah menginginkan tubuh Nana, tentu saja pria itu tidak akan gegabah untuk mati konyol di tangan Nana.

"Jadi... aku belum pernah hamil ya?" Nana termenung sembari memilih kedua ibu jari tangannya.

"Apakah ada masalah di kondisi tubuhku? atau jangan jangan aku... mandul?"

SORRY HEART [NOMIN GS🔞]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang