𝗟𝗜𝗠𝗔 𝗕𝗘𝗟𝗔𝗦 :: Lari

19 7 0
                                    

Alas Urup — Chapter 15
___________________

Apa semua ini adalah akhir? Atau akankah masih ada peluang? Entahlah, aku tak tahu. Yang aku tahu saat ini, jiwaku berada di suatu tempat entah berantah. Tak ada seorang pun di sini, hanya aku yang berdiri, diam, berusaha menemukan jalan pulang. Namun, ke mana aku harus pergi?

Sekitarku hanyalah pepohonan yang menjulang tinggi, daun-daunnya begitu lebat hingga menutup cahaya langit. Bayangan mereka melukis gelap di tanah yang kutapaki. Rasanya seolah-olah waktu telah berhenti, atau mungkin aku telah terlempar ke suatu dimensi di mana waktu tak lagi bermakna. Udara terasa berat, pengap. Setiap hembusan napas terasa sia-sia.

Aku terus berjalan, atau setidaknya berusaha. Namun, tak ada yang berubah. Pepohonan itu, tanah becek itu, kabut yang menggantung rendah—semuanya sama, tak peduli seberapa jauh aku melangkah. Tidak ada jalan keluar. Aku sendirian. Sepenuhnya.

Aku tak tahu berapa lama aku berkeliling di hutan ini. Mungkin berjam-jam, atau mungkin berhari-hari. Perasaan putus asa mulai menggerogoti hatiku. Apakah ini takdirku? Terjebak di dalam hutan tak berujung ini? Apa aku akan selamanya tersesat di antara bayang-bayang yang tak pernah berubah?

Adre..." bisik suara hatiku. Aku bahkan tidak yakin suara itu milikku lagi. Aku mulai lupa siapa aku. Apakah aku benar-benar Adre? Atau apakah aku hanya sisa bayangan dari seseorang yang pernah bernama Adre? Aku tak tahu lagi apa yang nyata.

Kemudian, dalam kesunyian, aku menyadari sesuatu. Aku... masih di Alas Urup. Tidak, ini bukan hutan biasa. Ini adalah hutan yang sama dengan yang ku masuki, tetapi hanya jiwaku yang berada di sini. Aku terpisah dari ragaku.

Aku berusaha mengingat bagaimana semua ini bisa terjadi. Sebelum semuanya berubah, sebelum tawa itu muncul, sebelum tubuhku menjadi... menjadi sesuatu yang lain. Tapi setiap kali aku mencoba mengingat, kepalaku terasa sakit. Tidak ada jawaban yang muncul.

Ke mana ragaku sekarang? Mengapa aku tidak bisa kembali? Aku memanggil, berteriak dalam kegelapan. “Tolong! Ada siapa pun di sana?!” Suaraku memantul di antara pohon-pohon, tapi tetap saja tak ada jawaban. Aku tersesat. Sepenuhnya. Apakah ini hukuman bagiku? Apakah ini cara hutan ini menelan korbannya?

Aku jatuh ke tanah. Lelah. Frustrasi. Setiap langkah hanya membawaku kembali ke tempat yang sama. Aku tak bisa melarikan diri.

Namun, saat rasa putus asa itu mulai mencapai puncaknya, sesuatu yang aneh terjadi. Aku merasakan getaran di dadaku, seperti tarikan halus yang memaksaku untuk bergerak. Lalu, dalam sekejap, jiwaku tertarik oleh kekuatan yang tak terlihat, seolah-olah tali yang tak kasatmata menarikku keluar dari tempat ini.

Gelap. Hanya sesaat. Dan kemudian, aku membuka mata.

Aku kembali... tapi ada yang salah. Aku bisa melihat lagi. Aku bisa merasakan tanah becek di bawah kakiku, bau hutan yang basah menyerbu hidungku. Tapi ini bukan aku. Bukan tubuhku. Aku melihat ke arah tanganku yang kotor dan penuh luka, tangan yang tak lagi bisa kugerakkan sesuka hatiku.

Lalu aku menyadari, mataku—tubuhku—mengamati sesuatu. Mereka. Askara dan Arjun, beserta empat orang yang tak ku kenal dan Pak Jaga. Mereka berlari dengan wajah pucat, ketakutan yang sangat jelas tergambar di mata mereka. Aku bisa mendengar napas mereka yang terengah-engah, kaki mereka yang berusaha menghindari sesuatu.

Mereka... berusaha kabur dariku.

Hatiku terenyuh. “Tidak, ini aku!” teriakku dalam hati, tetapi tak ada suara yang keluar dari mulutku. Tak ada kendali. Aku hanya penonton di dalam tubuhku sendiri. Ragaku... telah diambil alih.

Alas Urup [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang