21

72 20 2
                                    

Di sebuah ruang makan yang luas dengan suasana ramai yang terasa begitu hidup. Orang-orang duduk beralaskan bantal di lantai kayu yang memancarkan aroma kayu tua yang khas, di depan mereka terdapat meja-meja rendah yang tingginya hanya setinggi dada saat mereka duduk bersila.

Di bagian tengah ruangan, terdapat jalan kosong yang memisahkan deretan meja di kiri dan kanan, di mana para pelayan berlalu-lalang sambil membawa nampan-nampan makanan dan minuman.

Dinding-dinding ruangan dipenuhi ukiran kayu berwarna cokelat tua, dengan lampion-lampion kecil yang menggantung di beberapa sudut yang memberikan cahaya temaram di setiap ruangan.

Aroma rempah-rempah dan teh yang baru saja diseduh memenuhi udara, menambah kehangatan di antara hiruk-pikuk obrolan santai para tamu.

Di antara hiruk-pikuk tersebut, sembilan orang duduk bersama di salah satu sisi ruangan. Meski wajah mereka sebagian besar tersembunyi di balik tudung, obrolan di antara mereka terdengar.

Beberapa kali, Seonghwa menunduk sedikit untuk mendengar apa yang dikatakan Hongjoong, sedangkan San dan Wooyoung sesekali tertawa kecil di sudut lainnya.

"Sunoo itu pacarmu ya?" tanya Wooyoung, sambil menyenggol Riki yang sedang sibuk mengunyah makanannya.

"Hah? Sunoo? AHAHAHA, tentu saja tidak!" Riki tertawa keras, suaranya menggema di ruangan. "Aku tidak mau dengan beruang galak seperti dia," lanjutnya sambil terbahak, membuat beberapa pasang mata dari meja-meja terdekat melirik ke arahnya.

"Benarkah? Tapi kalian terlihat cocok," kata San yang duduk di seberang.

"Asal kalian tahu, dia itu pernah mencoba mencekikku gara-gara aku bilang dia mirip boneka beruang! Bukan cuma itu, dia juga pernah marah besar hanya karena aku ambil sepotong makanan dari piringnya. Kalian tidak tahu betapa mengerikannya dia kalau sudah marah."

Seonghwa dan Hongjoong saling bertukar pandang dan tersenyum tipis.

Sementara itu, Wooyoung yang duduk di samping Riki tersenyum nakal.

"Jadi tidak suka ya... Tapi sepertinya kau tahu banyak tentang dia."

Riki yang awalnya tampak santai langsung terperanjat. "Y-ya bagaimana tidak! Ini namanya ingatan pasca trauma, tahu! Aku harus waspada setiap saat, siapa tahu dia muncul dari belakang tiba-tiba!"

Riki mengalihkan pembicaraan. "Ngomong-ngomong, setelah ini kalian akan bagaimana? Ah, maksudku... apa kalian akan selamanya tinggal di sini?"

Yunho yang duduk agak jauh menggeleng pelan. "Tidak... Kami tidak bisa. Kami punya keluarga yang menunggu di sana," jawabnya dengan sedih membayangkan bagaimana kabar ibunya semenjak dia disini.

Hongjoong membuka tudungnya sedikit, menatap orang-orang di sekeliling mereka yang sibuk menikmati makanan, tertawa, dan berbincang.

"Apa kau tahu siapa yang mungkin bisa mengerti situasi kami?" tanyanya kepada Riki. "Karena kami benar-benar terjebak di sini. Entah apa sebabnya, dan alasan kami datang ke kota ini masih benar-benar kabur."

Riki menggeleng dengan ragu. "Aku tidak tahu pasti siapa yang bisa membantu. Aku sendiri kurang tahu tentang kota ini... Tapi, kakekku pernah bercerita. Dulu, pernah terjadi sesuatu di kota ini dan itu ada hubungannya dengan sihir. Tapi selebihnya, aku tidak banyak tahu. Mungkin kau bisa bertanya pada—"

"Selamat malam, Tuan-tuan," sapa seorang pria tua kemarin, yaitu si pemilik penginapan tempat mereka menginap.

Pria itu menghampiri mereka dengan membawa sebuah nampan yang berisi cangkir teh herbal yang mengepul hangat.

Pria itu meletakkan cangkir teh itu satu per satu di depan mereka. "Ini teh herbal buatan sendiri. Silahkan diminum selagi hangat."

Seonghwa mengangguk sopan seraya menerima cangkir itu dengan kedua tangan.

URBAN ARCANA [ Ateez BXB ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang