BAB 9. GADIS MANIS

43 5 0
                                    

Pagi ini Kiet bangun kesiangan lagi. Tubuhnya begitu terasa lelah sekali. Padahal hari ini dia harus ke kampus karena sudah terlanjur berjanji pada mahasiswa nya yang melakukan bimbingan. Dan mengoreksi tugas mereka.

Dengan semangat yang tersisa, Kiet menyelesaikan ritual mandinya lalu berpakaian casual seperti biasanya.

Dengan kecepatan sedang, Kiet mencoba berkonsentrasi mengemudikan kendaraannya agar tetap aman, dan tanpa mengganggu pengguna jalan yang lain. Mengingat akan kondisi fisiknya yang kurang fit.

Sedikit memakan waktu, hingga akhirnya Kiet pun sampai juga di parkiran kampus. Dengan segera turun dari mobil dan berjalan ringan memasuki gedung universitas menuju ruangannya.

Seperti biasa, setiap Kiet berada di universitas, semua mahasiswa disini selalu melirik ke arahnya dengan tatapan yang Kiet sendiri merasa risih.

Dia pun hanya bisa berpura - pura tidak tahu dan bersikap cuek. Karena tidak mungkin pula dia menanggapi mereka satu persatu.

Setibanya di koridor menuju ruangan  dosen, di sana Kiet di kejutkan dengan suara khas gadis bernama Yonna yang memanggilnya dengan senyum cerianya.

Biasanya Kiet tidak suka jika ada mahasiswa datang mengganggunya sepagi ini. Apalagi menunggu di depan ruangannya seperti yang di lakukan Yonna.

Tapi sepertinya, gadis ini adalah pengecualian.

" Sedang apa disini? " Tanya Kiet menatap wajah Yonna yang sedang menatapnya dengan senyum lebarnya.

" Saya menunggu kak Kiet. Apa lagi?" Ucapnya polos.

Kiet heran kenapa Yonna ingin menemuinya Padahal dia bukan mahasiswa bimbingannya. Dan kalau mengenai mobilnya, bukankah kemarin supir pribadi Ayahnya sudah mengurusnya?.

Lantas apa tujuannya? Pikir Kiet.

Akhirnya Kiet memilih mengacuhkan Yonna dan langsung masuk ke dalam ruangannya. Namun Yonna menahan pintu dengan cepat sebelum Kiet menutupnya.

" Apa yang kamu lakukan? " Ucap Kiet tercengang.

" Biarkan saya masuk kak. " Ucap Yonna memelas.

Wajahnya terlihat imut saat di tekuk seperti itu.

" Haisssh. Saya tidak punya waktu meladeni kamu. Apa kamu tidak ada kegiatan lain apa, sampai harus mengganggu waktu saya? " Ucap Kiet yang mulai kesal.

Sebetulnya Kiet tidak sampai hati harus mengusir gadis yang sejak kemarin terlihat begitu ceria saat bersamanya itu.

Namun tidak mungkin Kiet jujur dengan perasaannya itu. Lagi pula mereka sedang berada di kampus. Akan tidak etis jika seorang dosen terlihat menempel pada mahasiswanya.

Eh, salah. Mahasiswanya menempel pada dosen yang telah menjadi idola para kampusnya.

Dan hari ini jadwalnya pun cukup padat di kampus. Dan dia dalam kondisi tidak fit tapi harus menuntaskan tugasnya sebagai pengajar.

Dia akan merasa terganggu dengan tingkahnya.

" Saya janji tidak akan mengganggu kak Kiet. " Ucap Yonna mengangkat jari kelingking sebagai bentuk sumpahnya.

" Haizzztth. Menjengkelkan sekali. " Keluhnya.

Namun dia membiarkan Yonna masuk dan menyuruhnya duduk di sofa dan tidak lupa memintanya untuk tidak berisik apalagi mengusiknya.

Yonna tersenyum lebar sembari mengangguk. Sesaat Kiet terkesima melihat wajah Yonna yang terlihat begitu manis.

Sejak kapan senyum gadis ceria itu menarik atensinya sedalam itu?

Dia jadi membandingkan kembali wajah Yonna waktu pertama dia melihat gadis manis itu di lampu merah, lalu di penginapan waktu itu..

Tidak sekali pun Yonna terlihat bahagia. Tapi sejak pertemuan mereka kemarin, wajah gadis itu terlihat berbeda. Tidak ada lagi kesedihan terpampang di wajahnya.

Kiet mengusap wajahnya sebagai upaya mengalihkan pikirannya.

Dari balik meja kerjanya sembari memeriksa lembar demi lembar tugas akhir mahasiswa bimbingannya, sesekali arah pandangannya tertuju ke arah Yonna yang sedang sibuk dengan tugasnya di .meja sofa.

Kiet pun penasaran. Seperti apa akademik gadis itu. Yonna bisa saja menggunakannya untuk mempermudah tugasnya.

Tapi gadis itu tidak menggunakan kesempatan itu.

Kiet bingung pada gadis cantik itu. Apa dia senyaman itu mengerjakan tugasnya di ruangan dosen seperti ini.

" Seharusnya kamu ke perpus saja sana. Kenapa harus capek - capek bawa buku sebanyak itu. " Ucap Kiet membuyarkan fokus Yonna.

Yonna meletakkan buku yang dia baca di atas meja sofa selaras dengan tatapan lurus ke arah Kiet.

" Kak Kiet kenapa mengusir aku? " Ucap Yonna cemberut.

Kening Kiet terangkat ke atas. Lagi - lagi gadis itu tidak bicara formal. Seolah mereka begitu dekat satu sama lain.

" Sejak kapan saya jadi kakak kamu? " Tanya Kiet dengan datar.

" Hehehe. Aku tidak mau manggil dengan sebutan Ibu. Bisa benjol jidat aku nantinya. " Ucap Yonna tersenyum lebar menatap Kiet.

Kiet memicingkan matanya dengan kesal.

" Sebentar lagi ada mahasiswa yang datang untuk bimbingan. Kamu sebaiknya tidak disini." Ucap Kiet yang kembali fokus pada lembar kertas di mejanya.

" Hhmmmm. Biarkan aku disini kak. Dari tadi aku tidak mengganggu kak Kiet kan? " Tuturnya merajuk manja.

" Tidak bisa. Saya terganggu jadinya. Lagi pula nanti akan jadi pembahasan para mahasiswa saya nantinya. " Protes Kiet dengan tegas.

Gadis itu terdengar menggerutu.

Dengan perasaan sedih, Yonna perlahan membereskan semua peralatan dan buku tugasnya ke dalam tas lalu keluar tanpa meninggalkan sepatah kata.

" Gadis itu. Hhuffth. " Gerutu Kiet tak habis pikir.

Sepeninggal Yonna, Kiet menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi kerjanya sembari menghempaskan nafas beratnya.

Meski sibuk mengoreksi pekerjaannya , Kiet masih bisa melihat wajah sedih Yonna lewat sudut matanya saat gadis itu keluar dari ruangannya.

Sementara itu, Yonna kini tak lantas langsung beranjak dari sana setelah pintu tertutup. Dia masih berdiam diri dengan menyandarkan punggungnya di tembok dengan perasaan sedih.

" Hari ini tidak ada mata kuliah, tapi aku bela - belain datang ke kampus agar bisa ketemu. Tapi kenapa dia mengusirku seperti itu.?" Batin Yonna sedih.

Tak lama kemudian, beberapa mahasiswa pun datang ke ruangan Kiet dengan riuh. Betapa terkejutnya  Yonna saat melihat salah satu dari mahasiswa tersebut ada mantan kekasihnya , Liam.

Tubuh Yonna bergetar ketakutan. Dia cemas. Liam akhir - akhir ini selalu bertindak semaunya. Bahkan tidak segan - segan menyakitinya tanpa menyesal.

Dari jauh mata Liam begitu tajam menatap ke arah Yonna. Ingin rasanya Yonna segera pergi dari sana.

Tapi kakinya terasa begitu berat di gerakan. Ketakutannya semakin bertambah ketika Liam mencengkram lengannya seraya tersenyum penuh kemenangan.

BERSAMBUNG

FIRST (Cinta Dua Wanita) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang