VIII

0 0 0
                                    

Yasmine menguap mengantuk setelah dirinya membersihkan diri dan mengganti baju, badannya dijatuhkan ke kasur empuk miliknya.

Hampir masuk ke dalam mimpi, suara berat temannya terdengar di telinganya.

"Jangan sekali-kali lagi kamu mencoba keluar pada malam hari." Katanya dengan nada khasnya.

Matanya terbuka dan mendongak untuk menatap teman Belandanya yang berdiri di ujung kamar.

"Emangnya kenapa sih, Jo?" Tanya Yasmine dengan lemas, ia mengantuk.

"Bahaya. Kamu juga perempuan, kan?"

"Hmm.." jawab Yasmine sebelum dirinya menjatuhkan wajahnya ke kasur dan mulai tertidur.

Teman Belandanya menghela nafas berat sebelum menghilang lagi, pergi entah kemana.

•••

Entah karena lelah atau memang malas, Yasmine bangun di sore hari. Temannya yang sudah kembali lagi itu hanya memantau dari ujung kamar dan menggelengkan kepalanya.

"Kamu kemana saja, Yasmine? Kamu seperti orang yang sudah meninggal." Katanya dengan polos, pasalnya Yasmine ini memang tidur lebih dari 12 jam.

"Oh? Ini jam berapa?" Tanya Yasmine sebelum menatap jam di dinding dan melotot kaget.

Jam 5 sore. Artinya ia sudah tidur selama 14 jam lamanya!

Badannya bergerak untuk duduk dan mengumpulkan nyawanya sebelum ia bangkit untuk pergi mandi.

"Perempuan itu benar-benar ya... Dasar manusia." Gumam temannya sebelum menghilang dari tempatnya.

Yasmine tidak mendengar itu, ia bergerak turun tangga untuk pergi mandi dan segera bersiap untuk memasak.

Sialnya, kulkas kosong.

"Ya Tuhan..." Gumam Yasmine sambil terduduk di kursi, jari telunjuknya mengetuk permukaan meja sambil ia berpikir.

Ia ingat-ingat isi dompetnya. Sudah menipis. Waktunya pergi lagi.

Dengan malas, Yasmine berjalan memasuki basement dengan kresek kecil dan sarung tangan yang sudah terpasang.

Matanya menatap tubuh ayahnya yang berbaring di peti mati itu.

"Jual apa ya kali ini?" Gumamnya sambil berjongkok.

Dilihat mata ayahnya yang tertutup, senyuman bibirnya langsung tercipta disana.

"Papa sayang, aku jual mata ya? Satu aja~" katanya dengan tanpa rasa bersalah. Mengambil satu mata dan dimasukkan ke dalam kresek hitam.

Dirasa selesai, dirinya bangkit untuk pergi dari basement tersebut. Kini ia bersiap untuk keluar rumah, lagi.

Yasmine berkerumun dengan orang-orang yang baru pulang dari aktivitas mereka, entah itu pulang sekolah ataupun pulang bekerja.

Dengan cepat, tungkainya ia bawa ke dalam gang dan masuk ke ujung sana.

Dirinya sampai di sebuah rumah yang nampak cerah ceria. Cat nya yang berwarna putih, tanaman di teras yang lebat. Benar-benar menyiratkan rumah yang positif.

Kepalanya celingak-celinguk menatap sekitar sebelum dirinya memasuki pintu rumah tersebut tidak lupa untuk menutupnya kembali.

"Oh, kamu kembali lagi?" Suara lembut seorang perempuan terdengar di ujung ruangan.

"Ya, inilah aku~"

Yasmine menyimpan kresek kecil yang dibawanya ke atas meja kayu itu sebelum dirinya mendudukkan diri di sofa merah terdekat.

Perempuan dengan dress merahnya berjalan mendekat dan duduk di samping Yasmine dengan gerak-gerik centilnya.

"Kali ini, apa yang kau bawa?" Tanyanya sambil menatap wajah Yasmine.

"Mata."

"Sepasang mata?"

"Tidak, hanya satu."

Perempuan dress merah itu menggerutu kecil, "Kenapa hanya satu~?" Tanyanya.

"Aku sedang menghemat, kamu juga tahu itu kan, Nia?"

Nia menyeringai kecil dan mencolek dagu Yasmine.

"Aku mengerti sayangku. Tapi bukankah itu akan mudah bagimu untuk memburu lagi?"

"Kamu pikir aku pembunuh berantai?"

Nia mengangkat bahunya, "Tapi kamu lihai dalam hal itu~"

Yasmine mengulir matanya kesal, Nia yang melihat itu hanya terkekeh geli dan mengeluarkan uang yang berwarna merah dari bawah sofanya untuk diberikan pada Yasmine.

"Ini, sayangku. Lain kali jangan terlalu boros ya~"

"A-aku tidak boros!"

"Bohong. Kamu pikir aku tidak tahu jika kamu menghabiskan sebagian besar uangmu dengan rokok?"

Yasmine cengengesan kecil dengan kepala tertunduk.

Nia mengambil kresek kecil yang dibawa Yasmine dan mengeluarkan isinya.

Sebuah mata dari ayahnya Yasmine.

Tangan Nia memutar-mutar mata itu untuk menatapnya dengan seksama.

"Matanya persis seperti matamu, Yasmine."

"Ya kan dia-"

"Sssttt. Aku tahu~" Potong Nia dengan tangan kirinya yang menutup bibir Yasmine saat tangan kanannya memasukkan mata itu ke mulutnya.

Nia memakan mata itu mentah-mentah dengan sekali suap. Matanya menutup saat menikmati tekstur mata yang sedang ia makan saat ini.

Yasmine hanya melihat itu, tanpa bergerak sedikit pun.

"Hmm, enak sekali~" puji Nia sambil membuka matanya dan menatap mata Yasmine.

"Jangan tatap mataku, itu seperti kamu juga menginginkan mataku." Kata Yasmine, sedikit sensitif.

"Boleh jika kamu mengizinkan-"

"Nia!"

Nia menelan kunyahannya dan tertawa keras, terhibur dengan ketakutan yang terpampang di wajah Yasmine.

Yasmine menepuk paha Nia dengan kesal, pasalnya tatapan yang diberikan wanita dress merah itu tadi sangat menyeramkan.

Yasmine jadi ambigu.

"Kamu takut sekali, hmm?" Tanya Nia, menggoda.

"Jelas!"

Nia menangkup dagu Yasmine dengan 2 jari tangannya. Wajah cantik Nia mendekat pada wajah Yasmine dengan gerakan menggoda.

"Tapi... Mata punyamu memang cantik, ya? Jadi-"

"DIAMLAH NIAAAAA!"







































Tbc.

Vrijheid Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang