X

0 0 0
                                    

"Hey bodoh... bangun."

"Gue lapar."

"Bangun, habisi."

Mata Yasmine tersentak terbuka, kepalanya mendongak sambil melirik ke sana ke sini untuk melihat dimana ia sekarang.

Dirinya duduk di sebuah kursi, badannya terasa kaku karena tali yang melilit di badannya, memaksa agar badannya tetap duduk di kursi tua itu.

Kepalanya di angkat, menatap ke atas, ke sebuah lampu berwarna kuning yang cukup jauh di atas sana sehingga cahaya yang terasa menjadi remang-remang.

"Anjir, dimana ini...?" Gumamnya yang dibalas oleh suara deritan, pintu tua yang terbuka di ujung ruangan.

Suara langkah kaki yang mulanya jauh perlahan menjadi mendekat pada Yasmine, membuat jantung Yasmine berdegup sangat kencang.

"Kau sudah bangun, bungaku cantik~"

Pria itu berjalan pelan dan berhenti tepat di depan Yasmine, kepalanya ditutup oleh sebuah topeng kelinci.

Mata Yasmine melotot, jantungnya berdetak dengan sangat kencang hingga menyakitinya.

Ada apa dengannya?

Yasmine mengalihkan muka ke arah lain, membuat jantungnya sedikit menenang saat tidak menatap topeng itu.

"Bungaku yang manis~"

Dagu Yasmine di angkat oleh jari pria itu, agar wajah Yasmine kembali menatapnya.

"Kesini dong wajahnya, sayang~"

"Ga."

"Yasmine~"

"Yasmine~"

Yasmine mengerutkan keningnya.

"Lihat ke sini dong~"

"Lihat ke sini dong~"

Reflek, wajah Yasmine kembali ke depan menatap pria itu. Ah tidak, topengnya.

"Gadis cantik~"

Suara yang satu lagi hilang. Yasmine sedikit melamun disitu.

Benar-benar membingungkan.

"Jangan melamun dong, cantik~"

"Diam."

Pria bertopeng itu memiringkan kepalanya membuat topeng itu terjatuh ke pangkuan Yasmine.

Yasmine menatap muka dibalik topeng tersebut, rupanya... Pria yang di mini market!

"Kenapa Saya bisa di sini?" Tanya Yasmine serius, menatap mata coklat milik pria tersebut dengan tajam.

"Simple, Saya ingin menyimpan kamu disini."

"Untuk apa?"

"Untuk apa..?" Monolog pria tersebut, matanya menatap Yasmine dengan nafsu.

"Jangan macam-macam." Ancam Yasmine, tangannya yang ikut tertali itu bergerak untuk melepaskan diri.

"Mau seberapa banyak kamu mencoba, tali itu tidak akan lepas, cantik~" ucap pria itu dengan lembut, tangannya menangkup pipi Yasmine.

"Jangan sentuh!"

"Hm? Kenapa jangan? Kamu milikku~"

Yasmine menunduk untuk menghindari tangkupan tangan dari pria itu, matanya tak sengaja menatap topeng kelinci itu lagi yang ada di pangkuannya.

Usaha Yasmine dengan menunduk itu sia-sia, pria itu menyeringai dan memainkan tangannya di bahu Yasmine, hendak menelusupkan tangannya ke dalam baju yang dipakai Yasmine.

Yasmine merasakan gerakan tangan itu, tapi matanya terpaku dengan topeng di pangkuannya, jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelum hingga kepalanya pusing.

Dadanya berkobar karena sesuatu tapi tidak tahu apa. Yasmine bingung.

"Habisi."

Pandangan Yasmine memutih, telinganya juga berdenging dengan keras.

"Aaaaaahhh!"

•••

Yasmine membuka matanya sedikit, pemandangan yang ia lihat pertama kali ialah langit-langit yang berwarna putih.

Benar-benar putih, tanpa noda.

Ia coba gerakkan badannya tapi malah desisan kecil yang keluar dari mulutnya.

"Shhh, sakit."

Kepo dengan apa yang terjadi, perlahan ia angkat tangannya.

Ada banyak garis kemerahan disana, itu pasti karena tali yang melilit di badannya.

Ah iya, penculik itu!

Badannya bergerak duduk dengan cepat, kepalanya celingak-celinguk menatap sekitar dengan matanya yang menggelap.

Seperti biasa, darah rendah.

"Aduh..."

Matanya tertutup sebentar untuk beradaptasi dengan gerakan tiba-tiba tersebut sebelum terbuka lagi.

Dirinya ada di sebuah ruangan serba putih, layaknya kamar yang ada di rumah sakit jiwa.

Tunggu apa? Rumah sakit jiwa?

Kepalanya menunduk menatap pergelangan tangannya, untuk mencari setidaknya ada gelang tertentu mungkin? Tapi hasilnya nihil.

Kakinya sedikit ia gerakkan, rasanya sama-sama sakit. Yasmine rasa seluruh badannya sakit saat ini.

Yasmine menghela nafas panjang, kepalanya celingak-celinguk lagi sebelum dirinya menyadari jika ia ada disebuah kasur putih yang empuk. Tepat di sampingnya juga ada sebuah meja dan satu kursi yang sama-sama berwarna putih.

Matanya tertuju pada sesuatu yang bulat diatas meja, putih juga warnanya.

Dengan pelan dan diiringi desisan ngilu, dirinya bergerak turun dari kasur dan berjalan menuju kursi untuk duduk disana.

Tangannya membuka sesuatu yang bulat itu dan rupanya itu hanya tudung saji.

Di atas piring itu ia menemukan seporsi makanan yang sepertinya cukup untuk perutnya yang kosong sedari kemarin.

Yasmine ingin memakan makanan itu tapi dirinya masih ragu, kepalanya celingak-celinguk dengan linglung.

"Lapar, tapi gimana kalo ini ada racunnya?" Gumamnya.


































"Makan aja, ga ada apa-apanya kok."



























Tbc.

Vrijheid Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang