XX

0 0 0
                                    

Saking terlalu diam dan fokus, Yasmine tidak sadar jika sosok itu mendekat dan masuk ke dirinya yang membuat badannya terasa seperti terhuyung ke belakang.

Pandangannya menggelap dan merasa beberapa warna muncul di penglihatannya. Garis yang berwarna warni menari di pandangannya yang membuat dirinya pusing namun juga semangat.

Telinganya mulai berdenging lagi, tapi kali ini malah terdengar menjadi melodi yang sangat indah.

Badannya terasa semakin ringan dan bergerak kesana kemari. Yasmine mengulir matanya ke belakang sebelum mengembalikannya lagi ke posisi semula.

Matanya menangkap pemandangan wajah Florian yang tersenyum dengan lebar padanya, tangannya dengan telaten membawa tubuh Yasmine berdansa di tengah ruangan.

"Jangan tahan semuanya." Bisik Florian. Tangannya semakin mengerat di genggaman tangan Yasmine dan satu tangannya memeluk pinggang Yasmine dengan posesif.

Alunan musik terdengar jelas di telinga Yasmine, menggantikan suara dengingan sebelumnya.

Yasmine terus menatap Florian, terlebih lagi pada mata biru itu yang tidak ada malunya memperlihatkan sinar obsesinya.

"How perfect my lady is~" Bisik Florian bersamaan dengan gerakannya yang semakin lincah, membawa badan Yasmine sepenuhnya ke dalam dansa tersebut.

Yasmine tersenyum kecil dan mengikuti dansa yang dipimpin oleh Florian, sepenuhnya menikmati waktu mereka berdua yang saat ini.

Melihat Yasmine tersenyum, Florian membalasnya dengan senyuman yang lebih. Senang jika Yasmine tidak takut lagi padanya.

Florian mendekatkan mulutnya ke telinga Yasmine, dan berbisik dengan lembut.

"Neem uw rechten,"

"grijp je kans,"

"laat je niet betrappen."

Yasmine mengangguk seolah-olah mengerti, dirinya semakin bersemangat untuk dansa hingga ia lupa dengan apa yang terjadi sebelumnya.

Florian terkekeh licik dan mendekat untuk mencium bibir Yasmine di tengah-tengah musik dansa.

Memberhentikan dansa dan membuat momen yang berharga bagi mereka.

•••

Yasmine menghisap rokoknya di pangkuan Florian, matanya menatap satu-satunya monitor yang masih bagus dan menyala.

Menatap pergerakan seseorang yang ada di rumahnya yang sudah hampir seminggu ini ditinggalkan.

"Ingat siapa itu?" Tanya Florian.

"Ya, si sialan itu." Jawab Yasmine tanpa menoleh sedikit pun pada Florian.

Florian melirik sedikit lewat ekor matanya, tertawa geli saat ternyata Yasmine seserius itu memantau cctv di rumahnya.

Yasmine tidak menggubris tawaan Florian, matanya begitu fokus pada monitor di depannya.

Dengan asap yang dihembuskan, matanya melihat pergerakan seseorang itu yang nampak sangat santai di rumahnya sambil menggenggam kartu identitas milik Yasmine.

Seseorang itu duduk di sofa hingga berbaring di kamarnya dengan santai, tapi tidak dapat dipungkiri jika seseorang itu nampak seperti berharap sesuatu.

"Mau gini terus-terusan?" Tanya Yasmine, masih tidak menoleh pada Florian.

"Harusnya gue yang nanya. Lo mau gini terus-terusan?"

Baru kali inilah Yasmine menolehkan kepalanya, menatap Florian sambil menghisap rokoknya.

Florian juga menolehkan kepalanya, menatap Yasmine menunggu jawaban.

"Gue sih ogah." Singkatnya sebelum menghembuskan asap rokok dan bangkit dari pangkuan Florian.

Florian tersenyum puas dan diam memantau saat Yasmine bergerak pergi dari sana hanya dengan rokoknya yang tersisa setengah.

Membiarkan Yasmine melakukan apapun, dengan cara apapun juga.

Dengan gagah dan berani, Yasmine berjalan keluar bangunan serba coklat itu. Berjalan menuju rumahnya yang ternyata tidak jauh dari tempat Florian menahannya.

Dengan rokok yang bertengger di antara jarinya, Yasmine datang ke rumahnya sendiri dengan tidak santai.

Pintu besar dari kayu itu di tendang yang membuat seorang pria yang bersantai di ruang tamunya tersentak kaget.

Menatap Yasmine dengan gembira.

"Bungaku~!"

Yasmine dengan wajah datarnya berjalan mendekat dan langsung meninju wajah pria itu dengan tangan kosongnya.

Tidak mempersiapkan apapun, pria itu terhuyung ke belakang dan menatap Yasmine kaget.

"Heh?!" Bentakny, merasa tidak terima.

Yasmine menyeringai dan langsung saja menekan ujung rokoknya yang masih panas ke mulut yang menurutnya jelek itu.

"Ah panas-"

Tangan Yasmine menutup erat mulut pria itu, seolah-olah memaksa untuk menelan puntung rokoknya.

Pria tersebut memberontak, namun Yasmine hadiahi dengan tinjuan tepat di matanya yang membuat pria itu terdiam.

Area matanya terasa sakit.

Tidak peduli dengan lawannya, Yasmine menarik rambut yang sedikit mulai memutih itu dan menyeretnya ke salah satu pintu di bawah tangga.

Pintu basement.

Tangannya dengan kasar membuka pintu basement itu lebar-lebar, pria yang diseret itu melotot kaget. Selain merasa sakit di kepalanya, ia juga terkejut ternyata pintu itu menuju ke basement.

Belum sempat ia berbicara, Yasmine sudah mendorong- lebih tepatnya bergerak seperti membuang sampah ke basement itu.

Dengan terkejut, mulutnya mendesis kesakitan dengan kuat saat badannya terguling di tangga kecil itu, berhenti tepat di samping kedua peti.

Yasmine berjalan menuruni tangga bersamaan dengan pria itu yang berusaha bangkit untuk melihat isi kedua peti yang sengaja dibiarkan terbuka.

Ujung bibir Yasmine terangkat sedikit, membentuk sebuah seringaian saat melihat ekspresi terkejut dan tidak percayanya setelah melihat isi dari kedua peti.

Kedua peti itu sama-sama berisikan mayat. Bedanya hanya bentuknya.

Yang pertama. Berisi seorang laki-laki tua yang tidak membusuk sama sekali bentuknya, namun beberapa organnya menghilang dari tempatnya.

Yang kedua. Berisi seorang laki-laki yang badannya sudah membusuk hampir hancur hingga alas di dalam peti mati itu membentuk sketsa ukuran tubuh yang membusuk di atasnya.

"Tertarik?" Tanya Yasmine sembari berhenti di sebelah pria yang terkejut itu.

"A-ampun.."

"Nuh uh~" ejeknya sebelum ia lanjut menyiksa pria itu, kali ini dengan benda kecil di tangannya.

Cutter biru yang berbentuk awannya sudah ia sediakan sejak ia baru saja sampai disana, mengambilnya dari balik rak sepatunya tadi yang ada di teras.

Sederhana, namun Yasmine dengan mudahnya bisa mengalahkan lelaki itu di tangannya sendiri.
























Bibirnya tersenyum kecil, tangannya terangkat untuk bertepuk tangan.

"Kerja bagus~"

























Tbc.

Vrijheid Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang