IX

1 1 0
                                    

Yasmine berjalan keluar gang dengan gerutu kesalnya dalam hati.

Nia begitu senang menggoda, tapi dengan cara yang menyeramkan. Yasmine kan jadi takut dimakan hidup-hidup.

Angin berhembus kencang di malam itu, tangan Yasmine merogoh saku dan mengambil ponselnya.

Jam 9 malam.

3 jam lamanya Nia menggoda dirinya? Pantas saja gerutuan tiada hentinya keluar dari hati dan mulut Yasmine.

Kali ini jalan sedikit sepi, yang tersisa hanya orang-orang yang sedang nongkrong di kebanyakan cafe.

Yasmine dengan santai berjalan di trotoar itu, pergi menuju rumahnya dengan sedikit menggigil karena malam itu cukup dingin oleh hembusan angin.

Sesampainya di rumah, tangannya menyalakan seluruh saklar lampu dan badannya tiba-tiba terhenti.

Sebelum menjual mata, ia berniat apa?

Yasmine menatap lantai, kebingungan sendiri sampai perutnya keroncongan.

"Astaga iya tadinya kan mau beli bahan makanan!"

Gerutuan itu keluar lagi, Yasmine kesal pada dirinya sendiri.

"Yasmine." Panggil temannya yang baru saja menampakkan diri.

"Apa?!"

"Jangan keluar."

"Tapi aku lapar, Jo..!"

"Ini sudah malam, Yasmine." Tegasnya.

Yasmine menatap temannya dan bergerak dramatis.

"Aduh, Joe! T-tolong! A-aku akan mati! Aku... Lapar..." Kata Yasmine dengan dramatis sambil terduduk lemas, tangannya juga bekerja untuk menyempurnakan aktingnya.

Joe menggelengkan kepalanya sebelum mengalihkan muka ke arah lain untuk beberapa saat sebelum menatap Yasmine kembali.

"Ya sudah, tapi jangan lama." Tegasnya lagi.

Yasmine bergerak berdiri dan bersorak ria, "Yahooo! Terimakasih, kawan!" Semangat Yasmine sebelum bergerak mengganti mantelnya menjadi jaket yang berwarna krem.

Biar bervariasi, katanya.

Joe hanya menatap di tempatnya sebelum menghilang lagi, pergi entah kemana.

•••

Tungkainya berjalan di daerah rak-rak yang lebih tinggi darinya, jari telunjuknya ia gunakan untuk mengetuk dagunya.

Yasmine bingung harus beli apa.

"Pengen beli sereal tapi mie lebih ngenyangin, tapi sereal juga kayanya enak sih..." Gumamnya bingung, matanya bergulir ke rak sereal dan rak mie secara bergantian karena kedua rak itu bersebelahan.

Uang yang Yasmine bawa hanya sedikit, kan ia baru saja menjual sebelah mata ayahnya, bukan?

Eh...

Tangan Yasmine mengorek saku jaketnya untuk membuka dompet miliknya, menatap uang yang ia punya saat ini.

Hidup cuma sekali.

Itu prinsip Yasmine.

Akhirnya Yasmine dengan senyuman yang mengembangnya itu mengambil beberapa kotak sereal dan juga beberapa mie secara bersamaan.

"Asikkk, kenyang nih~" gumamnya sambil berjalan menuju kasir, tanpa sadar jika dompet yang diperiksanya tadi jatuh ke lantai.

Di kasir pun Yasmine segera menyimpan belanjaannya di atas konter, sang kasir juga dengan ramah melayani Yasmine.

"Totalnya jadi seratus lima puluh ribu ya kak," ucap kasir.

Yasmine mengangguk kecil dan mengorek saku jaketnya tadi.

Uangnya tidak ada disana.

Yasmine melotot kecil dan menatap sakunya. Tida ada sepeserpun uang di sana.

"Aduh mba tunggu ya..?"

Kakinya berjalan mundur dan berbalik untuk berjalan kecil ke arah area rak sereal, kepalanya menunduk selama perjalanannya.

"Gawat..."

Saat berbelok, dirinya berpas-pasan dengan seorang pria yang sepantaran dengannya. Nampak cukup tua dengan jaket hitam apeknya, mata coklatnya menatap Yasmine dengan senyuman ramahnya.

"Dompetnya jatuh, mba." Katanya sambil mengangkat tangannya yang memegang dompet biru dongker milik Yasmine tadi.

Yasmine menghela nafas dan mengambil dompetnya dari tangan pria tersebut, berulang kali mulutnya mengucapkan terimakasih pada pria tadi.

Tanpa berlama-lama, Yasmine pun berlari kecil ke arah kasir yang sudah cukup lama menunggu, juga bertambahnya pembeli yang sedang mengantri untuk bayar.

"Mohon maaf, mohon maaf.." kata Yasmine sambil melewati pembeli lain dan segera memberikan uang pas pada sang kasir.

Dirasa uang sudah diterima, Yasmine segera membawa barang belanjaannya dan melangkah menuju pintu.

"Struknya, kak?"

"Ga usah mba." Kata Yasmine, terburu-buru.

Didorongnya pintu kaca itu bersamaan kakinya yang membawa ia keluar mini market.

Angin malam berhembus kencang mengenai Yasmine yang baru saja keluar dari mini market tersebut, satu tangannya terangkat untuk membenarkan jaketnya yang terpasang.

"Dingin nyoo..." Gumamnya sembari ia mulai berjalan pergi, menuju gang kecil untuk pulang.

Sepertinya sudah satu jam lamanya Yasmine menghabiskan waktunya di mini market. Entah karena memikirkan antara mie dan sereal, atau bahkan entah karena durasi mencari uangnya yang hilang tadi.

Untung pria baik tadi tidak mengambil uangnya.

Yasmine tersenyum kecil dan lanjut berjalan, menyusuri jalanan gang kecil yang sepi dan sunyi.

Benar-benar sunyi, Yasmine suka itu.

Matanya menatap ke atas, menatap langit gelap dan lampu jalan sesekali untuk menikmati vibes di malam itu.

Dirinya tidak khawatir tentang apapun, bahkan tentang hantu yang ditakuti oleh semua orang pada umumnya.

Entah kenapa, Yasmine bahkan tidak kepikiran tentang hantu, makanya mungkin dirinya sangat tenang saat ini.

Saat dirinya akan berbelok, perasaannya terasa aneh.

"Joe?" Pikirnya, keningnya mengerut.

Awalnya Yasmine ragu, tapi karena pikirannya terarah pada Joe, jadi ia memberanikan dirinya.

"Joe, gue- hmmph!"

Mulutnya ditekan oleh sebuah kain, hidungnya tidak sengaja menghirup kain itu bersamaan dengan pandangannya yang memburam.

Badan Yasmine terasa lemas hingga ambruk, tapi tak lama setelah itu kerah belakang jaketnya ditarik seseorang ke arah yang berlawanan.

Mata Yasmine berkedip pelan, kepalanya pusing, matanya... terasa aneh.

Buram,

buram,

gelap.


































Tbc.

Vrijheid Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang