Sejatinya hidup itu konyol. Kemarin gue mimpi nikah sama Byeon Woo Seok, hari ini gue nikah tapi bukan sama doi.
='°'=
CHERILYN resmi menjadi istri Arjuna mulai hari ini dan seterusnya sampai maut memisahkan. Melalui suka maupun duka, mengarungi bahtera rumah tangga, dan saling mencintai satu sama lain.
Ia diboyong ke rumah Arjuna. Tidak ada drama menumpahkan air mata. Cheril kelewat kesal dengan Jenifer makanya ia langsung masuk mobil. Ia hanya memeluk papanya yang paling kalem dan pendiam. Sedangkan adiknya—Raja—ketawa-ketiwi nggak jelas ngeliat kakak perempuannya menderita.
"Gimana, Lyn, kamu nyaman, kan?" tanya ayah mertuanya ketika melihat Cheril cuma bengong di ruang tengah sendirian menunggu Juna mengambil barang-barang di bagasi.
Cheril berusaha sopan padahal udah ngantuk parah. "Nyaman kok, Yah. Kalaupun aku nggak nyaman pasti karena baru pertama kali di sini."
Rumah Juna sebetulnya setipe dengan rumahnya. Bedanya rumah Juna terkesan estetik dengan furniture kayu dan keramik. Rumahnya lebih ramai karena Cheril kebanyakan memajang foto-fotonya yang narsis di ruang tengah.
"Nanti juga terbiasa. Kamu langsung istirahat saja. Itu kayaknya Arjuna masih lama di depan," suruh Aditya.
"Nunggu di sini aja. Aku mau masuk barengan sama Juna."
"Kalo begitu Ayah tinggal, ya. Mau ngecek bunda udah nyampe apa belum. Soalnya keasyikan ngobrol sama mama kamu di hotel."
Cheril bernafas lega setelah Aditya meninggalkannya. Ia menghempaskan tubuhnya, melepaskan high heels yang melukai kakinya. Mahkota cantik yang menghiasi kepalanya juga ia lepaskan. Namanya juga nikah terpaksa, apa-apa yang dianggap cantik oleh orang di sekelilingnya akan Cheril lepaskan.
"Kok nggak masuk kamar?"
Juna muncul menyeret dua koper yang warnanya norak. Satunya warna hijau neon, satunya warna pink.
"Lo pikir gue tau letak kamar lo dimana. Gue aja baru menginjakkan kaki di sini," ucap Cheril sarkas.
"Kan bisa tanya bokap gue." Juna menyeret dua koper itu dan menaiki tangga. "Ayo sini ikut sama gue," ajaknya.
"Kin bisi tinyi bikip gii." Cheril meledek Juna seraya menyeret kakinya menaiki tangga ogah-ogahan. High heelsnya ia tenteng.
"Yang sopan sama suami," tegur Juna.
"Ih, geli gue!"
='•'=
Juna memberikan privasi pada Cheril yang lebih dulu ingin berganti pakaian. Ia menyerahkan kamarnya sepenuhnya pada Cheril. Gadis itu dengan senang hati menerima dan mengusir Juna agar tidak mengganggunya berganti pakaian dan menghapus make up.
Ia sendiri sudah melepaskan jas hitamnya. Tersisa kemeja putih dan celana hitam serta sepatu pantofel mengkilap. Juna memilih menyendiri di balkon lantai dua sambil merenungi nasib.
Sama seperti pemikiran Cheril, ini adalah hal konyol dalam perjalanan hidupnya. Menikah di usia muda bukanlah sesuatu yang Juna anggap sebagai takdirnya. Ia punya rencana yang tersusun seperti jengga sebelum akhirnya runtuh karena satu balok jengga ditarik kasar.
"Arjuna, kamu menikah, ya. Bunda tau berat buat kamu karena kamu udah punya planning buat hidup kamu, tapi ini adalah akhirnya."
"Kasih alasan kenapa aku harus menikah?"
"Bunda belum bisa memberikan alasan yang tepat buat kamu."
"Harus ada alasan yang tepat, Bun. Aku nggak mau nikah tanpa ada alasan yang jelas kenapa aku harus menikah."
"Alasannya akan kamu ketahui setelah menikah, Arjuna."
"Bunda, Arjuna enggak bisa."
"Harus bisa."
Setelah itu dipaksa bertemu Cheril. Gadis yang sedari pertama kali bertemu dengannya sudah menunjukkan keterpaksaan. Keduanya ada di posisi yang sama. Bedanya Cheril sudah mengetahui alasan mengapa ia harus menikah. Nenek gadis itu menjadi alasannya. Alasan klise yang kadang sulit ditolak.
"Jun," panggil Cheril dari belakangnya.
Juna yang sedang berdiri seraya menyangga kedua tangannya di balkon menoleh. Ia menilik penampilan Cheril yang khas cewek rumahan. Celana jeans pendek dengan baju kaos putih yang kebesaran.
"Kenapa nggak langsung tidur?" tanya Juna.
"Ya, masa gue tidur duluan. Takutnya kan elo mencari kesempatan dalam kesempitan tuh. Makanya sekarang gantian buat berberes," kata Cheril.
"Gue nggak gitu. Yang tadi di hotel gue cuma bercanda, Lyn."
"Siapa tau beneran." Apa salahnya ia berjaga-jaga. Cowok itu selayaknya kucing, nggak mungkin mau nganggurin ikan asin. "Gue kan belum tau sifat lo yang sebenarnya. Lagian kita baru kenal beberapa hari pula. Masih butuh proses berabad-abad untuk akrab."
Juna rasa Cheril yang sok mengakrabkan diri dan banyak bicara. Soalnya Juna sendiri bicara seperlunya. Kalo Cheril bicaranya kebablasan. Apa-apa ia bilang, ia keluarkan saja kalimat apapun yang dirangkai di kepala.
"Iya, Lyn, gue ngerti." Juna mengalah karena rumusnya cewek selalu benar.
"Nanti gue mau ngomong penting sama lo setelah lo beres ganti baju."
"Iya."
"Awas, ya! Jangan cari kesempatan dalam kesempitan, itu namanya nggak sah!"
Juna memutar bola matanya malas, "Kalaupun gue pingin begituan, gue bakal minta langsung hak gue. Lo udah jadi istri sah gue dan gue punya hak atas itu."
"What the—JUN!"
Juna melenggang pergi. Sejujurnya terpaksa mengatakan hal tersebut karena kepalang kesal diceramahi Cheril. Dikira ia nggak punya adab begitu. Juna juga pikir-pikir kali kalo mau begituan. Ia masih SMA, masih harus belajar dan mengejar mimpinya. Ia punya target yang jelas.
='•'=
Juna, baru juga segitu udah bikin ajsksjshah!🐸
Aku yang nyiptain karakternya, aku yang jatuh cinta duluan bukannya Cherilyn.
Apa respon kalian soal nikah mudah? Dan kalo misalkan kalian ada di posisi Cherilyn gimana?
Temenku yang seangkatan soalnya udah banyak yang nikah muda dan udah punya anak pula. Sedangkan aku masih gini-gini aja, kayak nggak ada gairah hidup, masih berharap sama Lee Jungha, atau enggak suami spek Kang Tae Mo, Baek Hyun Woo yang punya sapi dan lulusan SNU.
Kalo suka vote dan komen ayang's.🦖🦖🦖🦖
KAMU SEDANG MEMBACA
My Naughty Girl [On Going]
Ficção Adolescente"Cherilyn, jadi istri yang baik daripada nanti gue nggak kasih uang jajan." "Dih, situ emangnya punya duit buat ngasih uang jajan?" "Situ emangnya udah ngerasa punya banyak uang buat jajan?" "Ck, kok lo nyebelin?!" "Ya udah, gue nggak kasih uang j...