Iblis Dalam Jiwa manusia

12 7 6
                                    

Aku dan Bryan pergi menemuinya di rooftop saat kami datang dia sudah menunggu dengan membelakangi kami.
"Devol apa yang kau inginkan dariku?"
"Gen sudah lama tidak bertemu apa kabar? Oh iya kau sudah memecahkan kasus itu yah bagaimana,sebenarnya aku diperintahkan untuk melenyapkan Z tapi ternyata aku bertemu dengan orang yang memiliki dendam padanya jadi aku dekati orang itu lalu aku beritahu dia bagaimana cara membunuh yang hebat. Hasilnya aku tidak perlu mengotori tanganku sendiri."
"Kurang ajar kau, kabarku baik kau bisa lihat sendiri keadaanku, sekarang aku yang bertanya padamu,siapa sebenarnya John Devol? "
"Singkatnya adalah aku. Kau ingin aku menjelaskannya? "
"Iya semuanya agar aku mengerti. "
"Baiklah kalian mendekatlah tenang aku tidak membawa senjata. Dengarkan kisahnya akan panjang. "

Semuanya dimulai sejak aku masih disekolah dasar. Awalnya aku senang sekali bersekolah karena bisa belajar banyak hal berkenalan dengan berbagai macam sifat manusia. Selain ada manusia yang baik ada juga yang jahat itu yang aku lihat di kelasku. Setelah beberapa bulan aku lalui belajar disekolah tidak semenyenangkan yang aku bayangkan karena ada siswa yang selalu merundungku bukan hanya satu orang tetapi mereka banyak sekali.

Dipukul atau dihina sudah menjadi makanananku setiap hari bukan hanya kepadaku mereka juga seperti itu kepada orang lain. Suatu hari ada tugas membuat puisi aku yang menyukai seni pun dengan semangat mengerjakannya tapi sekarang aku sudah lupa apa yang aku tulis waktu itu. Keesokan harinya tugas itu dikumpulkan, setelah semuanya dikumpulkan dan dinilai guruku menunjuk salah satu murid yang selalu merundungku namanya Rizal, dia diperintahkan membacakan puisi yang guruku berikan setelah orang itu membacakannya ternyata puisi itu adalah puisi yang aku buat.

Tapi yang guruku bicarakan seperti ini
"Itu adalah puisi karangan Rizal,hebat yah. "
Seluruh murid pun spontan bertepuk tangan aku yang sedih dan kesal perasaanku campur aduk mengadu pada guruku
"Bu itu kan puisi karanganku. "
"Gak itu memang karangan Rizal. "
Padahal sudah jelas jelas ada namaku disana tapi dia seakan akan enggan mengakuinya. Waktu terus berjalan yang awalnya kupikir guru itu bersikap begitu hanya kepadaku ternyata aku salah dia juga terus bersikap begitu pada murid yang lain. Bahkan murid terpintar sekalipun, temanku yang bernama Intan itu sangatlah pintar nilainya pun selalu yang paling besar.

Namun ada satu murid yang biasa saja menurutku dia hanya sok pintar dia selalu disuruh kedepan dan selalu di anak emaskan pokoknya dia kebanggaan guru itu. Saat pembagian rapot temanku yang bernama Intan ini hanya mendapatkan peringkat kedua sementara yang kesatu diisi oleh anak perempuan sok pintar itu. Dan setelah aku cari tahu ibu dari anak sok pintar ini sangat dekat dengan guru itu mungkin mereka sudah bersahabat lama bahkan guru itu sering disogok oleh berbagai hadiah agar bisa anak perempuan itu mendapatkan peringkat tertinggi dikelas.

Dia juga sepertinya tahu kalau ada beberapa murid dikelas itu yang suka merundung orang tapi dia seakan tidak peduli dengan hal itu. Tahun demi tahu aku lalui dengan keadaan yang masih sama seperti itu. Meskipun guru kelas kami berganti tetapi keadaannya masih tetap sama mereka seperti enggan menghukum anak anak nakal itu. Saat aku kelas 3 guru lama itu kembali mendapatkan kesempatan mengajar dikelasku. Suatu hari ada lomba membaca puisi perwakilan sekolah dan aku mendaftarkan diriku dalam lomba itu aku yang bersemangat api itu berlatih dengan ibuku selama dua minggu hingga akhirnya aku siap mengikuti lomba itu tapi saat beberapa hari menjelang perlombaan guruku itu berbicara kepadaku.

"Kamu tidak usah ikut lomba pidato, ibu sudah berikan kesempatan itu kepada orang lain. "
"Tapi bu aku sudah latihan. " Jawabku.
"Gak bisa ibu maunya anak itu yang ikut."
Sepulang dari sekolah aku datang kerumah dengan wajah bercampur ekspresi sedih, marah, kecewa semua emosi itu bercampur dalam wajahku, aku mengadukan semua yang aku alami itu pada ibuku.

aku sangat bersyukur memiliki ibu yang sangat baik hati dia menyemangatiku, meski begitu aku jarang mengadukan perundingan itu kepadanya aku tidak ingin dia sedih dan khawatir padaku. Tapi dalam banyak kasus juga ibuku tahu apa yang terjadi padaku karena dulu aku sering diantar jemput jadi selalu ada saja temanku yang baik mengadukannya. Aku masih berjalan dalam satu garis takdir yang buruk itu hingga puncaknya pada saat aku kelas 4.

Genta Absinthe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang