bab 24

5.9K 171 4
                                    

"Sayang, nanti makan siang sama mas ya. Kamu bawain makanan ke kantor, soalnya mas lagi banyak kerjaan. Biar kamu gak bosen di rumah terus." Ucap Lingga saat mereka bertiga sedang sarapan.

"Kalau aku nggak kuliah, mau ikut aku ke kantornya papa. Udah lama banget nggak main ke sana." Sahut Tiara.

"Halah, aku aja belum pernah ke sana. Baru kali ini disuruh sama papamu ke sana." Seru Salma mengerlingkan matanya menatap Lingga dan Tiara bergantian.

"Kan kemarin-kemarin tiap di ajak gak mau. Baru kali ini mas ajak kamu mau." Lingga tersenyum kepada istrinya.

"Boleh, emangnya nanti mau dimasakin apa?" Salma menganggukkan kepalanya.

"Kayaknya makan capjay enak sayang, nanti capjaynya dikasih bakso ya. Terus sama ayam bakar, sambel, udah itu aja. Buahnya jangan lupa." Ucap Lingga kemudian, Salma menganggukkan kepalanya.

Kemudian mereka semua makan dengan diiringi oleh canda tawa keluarga kecil itu. Saat waktu menunjukkan pukul setengah tujuh, Lingga serta Tiara pamit berangkat kuliah dan bekerja.

"Mama berangkat dulu ya." Tiara mencium punggung tangan ibu sambungnya, kemudian dia mencium perut ibu sambungnya.

"Adek, cepat besar ya. Biar nanti kakak ada yang menemani, kita main bareng-bareng nanti." Ucap Tiara sembari mengelus perut ibunya.

"Iya kakak, tapi nanti kalau udah besar jangan diajak bertengkar ya adeknya." Jawab Salma menirukan suara anak kecil. Kemudian semua orang yang ada di sana tertawa.

mengulurkan tangannya untuk di salimi oleh Salma "Mas berangkat dulu sayang." Lingga mengulurkan tangannya untuk di salimi oleh istrinya. Setelah itu dia mencium perut istrinya.

"Papa berangkat kerja dulu ya jagoan, jangan nakal di perut mama. Kasihan mama." Lingga terkekeh sendiri mendengar ucapannya.

"Iya papa, adek ini udah nggak rewel sama sekali kok." Jawab Salma yang menirukan suara anak kecil juga.

"Ya udah sayang, baik-baik di rumah." Pesan Lingga kembali sebelum memasuki mobil. Salma masuk ke dalam rumah setelah mobil suaminya keluar dari gerbang dan tak terlihat lagi.

Dia masuk ke dalam kamarnya untuk tidur, entahlah dia merasa sangat mengantuk dan ingin tidur. Dia tertidur sampai hampir jam makan siang. Untungnya, sang suami membangunkannya secara tak sengaja. Karena suaminya terus menelpon dirinya, menanyakan sedang apa, makan apa dan apa-apa yang lain.

Dia segera beranjak dari tempat tidurnya setelah mengangkat telpon suaminya. Dia segera beranjak dari tempat tidurnya setelah mengangkat telpon dari suaminya menuju kamar mandi dan turun ke bawah untuk memasak pesanan suaminya tadi pagi.

Dengan dibantu oleh bi Warsih, Salma mampu menyelesaikan masakannya dengan cepat. Setelah itu dia pergi mandi. Siang ini dia memakai dress selutut lengan pendek berwarna hitam, rambut panjangnya dia biarkan tergerai begitu saja. Dengan membawa tas selempang dan rantang makanan dia pergi ke kantor suaminya diantar oleh pak Diman. Tak membutuhkan waktu yang lama, dia telah sampai di lobby kantor suaminya.

"Mau diantar sampai dalam Bu?" Tanya pak Diman sopan.

"Enggak usah pak, nanti saya minta anter sama resepsionis di sana saja." Salma merapikan kembali penampilannya, kemudian dia turun dari mobil.

Salma berjalan santai memasuki kantor suaminya, dia menatap seluruh penjuru kantor di depannya ini. Dia masih tak menyangka saja, bagaimana bisa seorang Salma dapat menikah dengan pengusaha sukses.

Ternyata suaminya kaya banget, kantornya aja besar gini. Salma terus menatap sekelilingnya dengan penuh kagum.

Kemudian terdengar ada orang yang menegurnya, Salma segera menoleh ke sumber suara.

"Maaf mbak, mbaknya nyari siapa ya di sini?" Tanya salah seorang perempuan pegawai di situ.

"Oh, saya nyari suami saya, mas Lingga. Mbaknya bisa mengantarkan saya ke sana?" Jawab Salma dengan sopan.

"Ha? Mbaknya ini istrinya pak Lingga? Jangan ngada-ngada lah mbak, banyak banget loh yang kayak mbaknya gini datang ngaku istrinya pak Lingga. Tapi saya nggak akan percaya, karena sudah terlalu sering seperti itu. Mending mbaknya pergi dari sini deh sebelum ditarik paksa oleh satpam. Kan kasihan, mbaknya kan lagi hamil." Ucap perempuan itu dengan mensedekap kedua tangannya di dada. Salma mengerutkan dahinya bingung, kemudian dia tersenyum kembali.

"Tapi saya beneran istrinya loh mbak. Sebentar, saya telpon mas Lingga dulu." Salma mengambil ponselnya yang ada di dalam tas, kemudian mencari panggilan terakhir dengan suaminya. Setelah itu dia menekan tombol telepon, namun tak diangkat juga oleh suaminya. Hingga tiga panggilan nggak diangkat juga, kemudian dia menoleh pada perempuan di depannya yang tersenyum dan mencibir dirinya.

"Lagu lama mbak, mending mbaknya keluar deh sebelum saya suruh satpam buat menyeret mbaknya keluar." Tukas perempuan itu geram.

"Sebentar mbak, mbaknya lanjut kerja aja dulu. Biarkan saya duduk di sana, mungkin suami saya sedang sibuk dan tak membawa ponsel." Ucap Salma dengan senyum lebar, dia menunjuk kursi tunggu yang ada di pojok ruangan.

"Terserah!" Kemudian perempuan itu berjalan kembali ke tempatnya.

Sementara Salma berjalan pelan menuju kursi tersebut. Dia tak berhenti menelpon dan mengirim pesan kepada suaminya. Namun belum kunjung ada balasan ataupun jawaban juga. Banyak pasang mata yang menatap ke arahnya, tapi dia tak peduli. Karena memang dirinya tak ada masalah apapun.

"Wanita hamil itu siapa? Aku lihat sedari tadi dia duduk di sana." Tanya salah seorang pegawai pada resepsionis di sana.

"Orang halu, biasalah. Banyak kan yang ngaku istri dari pak Lingga." Resepsionis tersebut mengibaskan satu tangannya di depan wajahnya.

"Ehhhmm, kasihan ya. Apa wanita itu nggak ada suaminya?" Tanya yang lain menatap Salma dengan muka yang iba.

"Udah lah, biarin. Nanti kalau capek juga pulang sendiri, kan pak Lingganya lagi meeting sama tamu." Sahut yang lain. Kemudian mereka semua terlihat merumpi sembari makan, karena memang saat ini waktunya makan siang.

Salma memainkan ponselnya, bingung mau mengabari siapa lagi kalau dirinya saat ini sudah ada di lobby. Kemudian dia iseng-iseng mengirim pesan kepada Tiara, tak taunya oleh Tiara dibalas.

'Aku punya nomernya om bram ma. Aku kirimin ya?' Kemudian Luna mengirimkan sebuah nomer yang bertuliskan om bram—sekertaris Lingga

Salma segera menelpon nomer tersebut, hingga deringan ketiga barulah mendapat jawaban dari seberang.

"Halo pak bram, mas Lingga dimana ya?" Tanya Salma begitu telpon diangkat.

"Ho, ini bu Salma ya?" Terdengar suara Bram yang terkejut.

"Iya." Jawab Salma singkat.

"Pak Lingga nya lagi meeting dengan tamu, ada apa ya bu?" Tanya Bram kemudian.

"Aku udah di lobby sedari tadi. Tapi nelponin mas Lingga nggak diangkat-angkat juga." Keluh Salma

"Walah, ya sudah saya jemput sekarang." Bram segera mematikan telponnya dan berlari menaiki lift untuk turun ke bawah.

Sesampainya di bawah dia melihat istri dari atasannya sedang duduk sendirian menundukkan kepalanya. Bram berlari tergopoh-gopoh.

"Maaf bu, pak Lingga juga nggak ngasih tahu saya. Nggak pesen sama saya kalau bu Salma akan ke sini. Ayo saya antar ke atas." Bram menundukkan kepalanya tanda hormat dengan istri atasannya itu.

Salma menganggukkan kepalanya kemudian berdiri, sedangkan Bram mengambil alih rantang yang dibawa oleh Salma.

"Psssttt.." Bram menoleh saat merasa ada yang memanggilnya. Matanya menoleh pada salah satu pegawai yang dikenalnya. Bram menggelengkan kepalanya pelan dan terus berjalan ke arah lift.

Cinta papa sahabat kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang