Si Manis Yang Membandel

96 12 8
                                    


—💌🍬—





Pagi itu, matahari menyinari kampus dengan lembut. Mahasiswa berkeliaran di lorong-lorong, membawa buku-buku mereka sambil berbincang. Di tengah hiruk-pikuk, Lex melangkah dengan percaya diri, berjalan menuju ruang rapat BEM. Sebagai ketua, dia sudah terbiasa mengurus masalah kampus dengan cara yang sistematis dan tegas. Semua orang tahu, Lex adalah simbol disiplin. Dia menghargai aturan dan menjalankannya dengan sepenuh hati. Namun, tidak semua mahasiswa setuju dengan pendekatan hidupnya.

Salah satunya adalah Hyunsik.


Hyunsik, yang selalu tampil dengan jaket kulitnya, dan rambut acak-acakannya, dikenal di kalangan kampus sebagai anak nakal. Dia tidak pernah memperhatikan aturan, sering membolos, dan punya reputasi sebagai pembuat masalah. Namun, ada hal yang menarik dari Hyunsik. Senyum manisnya, yang kontras dengan sikapnya yang bandel, selalu berhasil membuat orang sejenak lupa akan kenakalannya. Dia seperti gula yang terselip di antara garam—manis, tapi kadang menyebalkan.

Pagi itu, seperti biasa, Lex melihat Hyunsik sedang duduk di bangku taman kampus, tampak asyik dengan ponselnya, tak peduli pada keramaian di sekitarnya. Hyunsik seolah hidup dalam dunianya sendiri, tanpa sedikit pun perhatian pada lingkungan. Bagi Lex, sikap seperti itu adalah hal yang tidak bisa diterima.

Tanpa banyak bicara, Lex berjalan mendekat. “Hyunsik.”

Hyunsik menoleh pelan, senyum nakalnya muncul ketika melihat siapa yang datang. “Lex, si ketua BEM. Ada apa? Lo mau negur gue lagi soal peraturan?”

Lex duduk di bangku sebelahnya, tak sedikit pun terintimidasi oleh sikap santai Hyunsik. “Lo nggak capek ngelanggar aturan terus, Hyunsik?”

Hyunsik mengangkat bahu, menaruh ponselnya di saku jaket. “Aturan? Oh, gue hampir lupa kalo kampus ini punya aturan. Lagipula, hidup kan soal kebebasan, Lex. Lo nggak bisa terus-terusan ngontrol semua hal.”

Lex menatapnya tajam. “Hidup itu bukan cuma soal kebebasan. Lo juga harus ngerti soal tanggung jawab.”

Hyunsik menoleh, mempertemukan matanya dengan Lex. Tatapannya intens, penuh dengan rasa penasaran yang tak terucap. “Tanggung jawab? Apa tanggung jawab lo sama diri lo sendiri, Lex? Apa lo pernah mikir soal apa yang bener-bener lo mau, bukan cuma yang lo pikir bener?”

Pertanyaan itu membuat Lex terdiam. Hyunsik selalu punya cara untuk membuat orang lain berpikir lebih dalam, meski caranya seringkali sinis. “Gue tahu apa yang gue mau,” jawab Lex akhirnya. “Dan itu adalah bikin lo sadar kalau lo punya potensi besar, Hyunsik. Tapi lo selalu nutup diri lo sendiri.”

Hyunsik tertawa kecil, suara tawanya rendah dan agak serak. “Gue? Punya potensi? Lo terlalu naif, Lex. Gue cuma orang yang nikmatin hidup dengan cara gue sendiri.”

“Tapi gue lihat lebih dari itu,” balas Lex tegas. “Lo lebih dari apa yang lo tunjukkin. Gue tahu, lo bisa jadi lebih baik dari ini.”

Hyunsik menatap Lex dengan senyum tipis. “Lo selalu suka ngatur orang ya? Apa lo bosen jadi ketua BEM dan sekarang mau jadi pengatur hidup gue juga?”

Lex menghela napas, menahan rasa frustrasinya. “Gue bukan mau ngatur hidup lo. Gue cuma pengen lo lihat kenyataan bahwa lo bisa jauh lebih dari ini.”

ONESHOOT LEXHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang