Bayang-bayang

70 10 4
                                    


—👮‍♂️💔✉️🗻✨—


Lex dan Hyunsik tumbuh bersama dalam dunia yang sederhana dan penuh dengan kehangatan. Setiap pagi mereka berlari menuju sekolah bersama, tak peduli hujan atau panas. Mereka berbagi cerita, tawa, dan kadang-kadang keheningan yang hanya dimengerti oleh mereka berdua. Desa yang tenang itu menjadi saksi bisu atas persahabatan mereka, yang seolah tak tergoyahkan oleh waktu.

Hari-hari mereka dihabiskan dengan hal-hal kecil, seperti memanjat pohon besar di belakang rumah Lex, berburu kupu-kupu di ladang dekat sungai, dan duduk di bukit kecil di pinggir desa sambil mengamati langit yang berubah warna saat matahari terbenam. Di tempat itu, mereka berbicara tentang segala hal—tentang masa depan, tentang cita-cita, dan tentang impian-impian mereka.

Setiap kali Lex berbicara tentang mimpinya menjadi polisi, matanya selalu berbinar penuh semangat. “Nanti kalau aku sudah jadi polisi, aku bakal bikin desa kita aman. Nggak akan ada lagi yang berani bikin masalah di sini,” kata Lex dengan percaya diri, bahkan saat dunia di sekeliling mereka masih terasa begitu kecil. Hyunsik mendengarkan dengan penuh perhatian, meskipun ada sebuah ketakutan yang menggerayangi hatinya—ketakutan bahwa suatu saat nanti, Lex akan pergi meninggalkan semuanya.

Hyunsik tersenyum tipis, menatap sahabatnya dengan mata yang lembut. “Aku nggak pernah ragu sama kamu, Lex. Kamu pasti bisa,” jawabnya, berusaha menyembunyikan perasaan sesungguhnya. Dia tahu, di balik keyakinannya, ada rasa takut yang tak terucapkan—takut bahwa mimpi Lex akan membawa mereka berdua ke arah yang berbeda, jauh dari satu sama lain.

Namun, meski ada perasaan itu, Hyunsik tidak pernah mengatakan apa-apa. Dia tahu bahwa jika Lex sudah memutuskan sesuatu, tidak ada yang bisa menghentikannya. Dan dia juga tahu, perpisahan itu, meskipun sangat ditakutinya, adalah bagian dari kehidupan mereka yang tak bisa dihindari.

--- ✉️👮‍♂️

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Lex menerima surat dari akademi polisi yang memberinya kesempatan untuk mengikuti pelatihan di kota. Itu adalah kesempatan besar yang tak bisa dilewatkan. Dengan hati yang penuh harapan, Lex memutuskan untuk pergi, meninggalkan desa dan Hyunsik, meskipun perasaan berat menghinggapi dirinya.

Hari perpisahan tiba, dan suasana menjadi semakin suram. Lex berusaha tersenyum, namun matanya terlihat lebih lelah dari biasanya. Di sisi lain, Hyunsik hanya bisa diam, meskipun hatinya bergejolak. Mereka berdiri di depan stasiun, hanya ada suara kereta yang mendekat, namun di antara keduanya, tak ada lagi kata-kata yang bisa diucapkan.

“Aku nggak tahu kapan kita bisa bertemu lagi, tapi aku janji aku akan selalu pulang,” kata Lex, suaranya terdengar seperti sebuah janji yang mengikat, meskipun dia tahu itu adalah janji yang berat untuk dipenuhi.

Hyunsik hanya mengangguk pelan, berusaha menahan air mata yang hampir tumpah. “Aku tahu kamu bisa, Lex. Aku selalu percaya sama kamu,” jawabnya, suaranya bergetar, namun dia berusaha menunjukkan ketegaran di hadapan sahabatnya.

Kereta datang dan Lex melambaikan tangannya, berusaha tersenyum lebar. Hyunsik membalas lambaian itu, meskipun dalam hatinya ada rasa yang tak terucapkan. Ketika kereta mulai bergerak, dia merasa seperti ada sebuah bagian dari dirinya yang tertinggal, jauh di belakang. Begitu jauh, seolah tak akan pernah bisa dijangkau lagi.


---❓❓

Tiga tahun berlalu. Lex akhirnya lulus dari akademi polisi dan berhasil meraih mimpinya untuk menjadi polisi. Dengan penuh rasa bangga dan harapan, dia kembali ke desa. Tujuan utamanya adalah memberi tahu Hyunsik bahwa dia sudah berhasil, bahwa dia sudah kembali untuk menepati janji. Lex merasa perasaan itu begitu kuat, begitu memanggil-manggil untuk segera pulang.

Di sepanjang perjalanan pulang, suasana hati Lex begitu campur aduk. Di satu sisi, dia merasa bangga dengan apa yang telah dia capai, namun di sisi lain, dia merasa gelisah. Seperti ada sesuatu yang hilang. Jalan-jalan desa yang dulu mereka lewati bersama terasa berbeda. Bukit yang mereka daki bersama terasa lebih sepi, seolah menantinya untuk kembali bersama sahabatnya.

Di tikungan yang sama, Lex melihat seseorang mengendarai motor tua, melaju cepat ke arah yang berlawanan. Lex bisa merasakan hatinya berdegup kencang, dan tanpa pikir panjang, dia membuka jendela mobilnya dan berteriak, “Hyunsik!”

Namun, orang itu tidak menoleh, tidak ada tanda-tanda mengenali dirinya. Lex merasa ada sesuatu yang janggal. Orang itu melaju semakin cepat dan menghilang di balik tikungan.

Panik dan bingung, Lex melajukan mobilnya lebih cepat, berharap bisa mengejar. Tapi tidak ada lagi. Tidak ada suara motor, tidak ada wajah yang familiar. Hanya ada rasa kosong yang menggelayuti pikirannya. “Apa tadi itu? Benar-benar Hyunsik?” pikir Lex, namun keraguan mulai muncul.

---💔🏠

Sesampainya di rumah, Lex disambut dengan pelukan hangat ibunya, namun ada sesuatu yang tak biasa. Ibunya tampak lebih cemas dari biasanya. Mata ibunya sedikit merah, seperti baru saja menangis.

“Mama, tadi aku lihat Hyunsik di jalan. Kenapa dia nggak datang ke rumah?” tanya Lex, mencoba mengabaikan perasaan yang semakin menggelisahkan.

Ibunya terdiam, dan Lex bisa merasakan beban berat yang ada di hatinya. “Lex... Hyunsik sudah nggak ada. Dia... dia meninggal seminggu yang lalu, akibat kecelakaan motor,” kata ibunya dengan suara yang patah-patah, seolah kata-kata itu sulit sekali untuk keluar.

Lex merasa tubuhnya tiba-tiba terasa sangat berat. “Apa? Tidak! Tidak mungkin!” serunya, matanya mulai membesar karena kebingungan. “Aku lihat dia tadi! Aku benar-benar lihat dia lewat, Mama!”

Ibunya menggenggam tangan Lex dengan erat, matanya penuh air mata. “Terkadang, kita diberi kesempatan terakhir untuk melihat orang yang kita sayang, Lex. Mungkin yang kamu lihat tadi... hanya bayangannya.”

Lex terpaku. Kepalanya berputar, dan dunia terasa runtuh di sekitarnya. “Bayangannya? Itu... itu bukan sesuatu yang mungkin, Ma. Aku lihat dia, aku yakin itu dia..” Lex terduduk di lantai, air matanya akhirnya jatuh juga, mengalir tanpa bisa dihentikan.

---🌿✨✉️

Malam itu, Lex berjalan menuju bukit kecil tempat mereka dulu sering duduk bersama. Langit yang gelap tak bisa menghilangkan kenangan akan Hyunsik. Lex duduk di rumput yang lembut, memandang bintang-bintang yang berkilauan.

Di tangannya, ia memegang surat-surat yang selama ini ia tulis untuk Hyunsik—surat-surat yang tidak pernah sampai, surat-surat yang kini terasa seperti kenangan yang terlambat.

“Hyunsik, aku lulus. Aku bakal pulang. Kamu tunggu aku, ya?” Lex membaca satu persatu surat itu dengan suara yang begitu pelan, seolah berbicara dengan bayangannya yang sudah tiada.

Di malam yang hening itu, angin berbisik. “Aku selalu nunggu kamu, Lex.”

Lex menoleh, namun tidak ada siapa-siapa di sekitarnya. Hanya angin malam yang menyentuh wajahnya, dan bintang yang bersinar di atas. Tapi di dalam hati Lex, dia tahu, itu adalah suara Hyunsik—suara yang tak akan pernah hilang, meski tubuhnya sudah tiada.

---🗻✨

Setiap kali Lex kembali ke desa, ia mengunjungi bukit kecil itu. Di sana, ia merasakan kehadiran Hyunsik, meskipun hanya dalam bayangan. Di sana, Lex tahu bahwa sahabatnya tidak pernah benar-benar pergi. Hyunsik tetap hidup dalam kenangan, dalam setiap langkah yang Lex ambil, dan dalam setiap hembusan angin yang menyentuh wajahnya.












END.





sebenernya ini apa? na ga paham:) asal ngetik... hehe, gudnait met malming para jamet kecayangan

ONESHOOT LEXHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang